Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Greestaviola Allodya Darmawan

Kenali Fear of Abandonment (FOA) Sebagai Salah Satu Kecenderungan Paradigma Psikologi Kepribadian

Eduaksi | Wednesday, 17 May 2023, 21:50 WIB

Abandonment issue atau Fear of Abandonment (FOA), dalam bahasa Indonesia disebut masalah pengabaian, sering kali menjadi suatu bahasan topik di beberapa platform media sosial, yang tanpa disadari dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang. Pernahkah kalian menjumpai orang yang mengklaim dirinya memiliki abandonment issue? Mari simak ulasan mengenai abandonment issue berikut ini demi menjalin hubungan interpersonal yang sehat!

Istilah abandonment issue atau Fear of Abandonment (FOA) merujuk pada kondisi kesehatan mental yang menimbulkan ketakutan atau kecemasan pada diri terhadap perasaan ditinggalkan orang yang disayangi. Bentuk ketakutan atau kecemasan dapat timbul dalam hubungan interpersonal yang menyebabkan perasaan tidak nyaman luar biasa pada diri seseorang. Masalah interpersonal terjadi baik dalam hubungan romantic, persahabatan, maupun hubungan keluarga. Fear of Abandonment kebanyakan disangkutkan pada trauma masa kecil. Walaupun begitu, Fear of Abandonment ini dapat dialami orang tanpa memandang usia, baik anak-anak dan orang dewasa sekalipun.

Menurut John Bowlby, seorang psikolog sekaligus psikoanalis asal Inggris, yang mengemukakan teori attachment atau teori ikatan, bahwa ikatan antara anak dan orang tua memiliki peran besar dalam perkembangan emosional anak. Jika dukungan berupa kasih sayang tidak mencukupi, anak dapat memiliki abandonment issue seiring pertumbuhannya. Selain itu, Mary Ainsworth dengan metode pengamatan hubungan antara anak dan orang tua atau Strange Situation, menambahkan bahwa apabila hubungan yang baik terjalin antara anak dan orang tua, anak cenderung akan menjadi dewasa yang memiliki kepercayaan diri penuh dan membentuk hubungan interpersonal yang sehat.

Seseorang dengan abandonment issue akan memiliki perasaan tidak aman dan khawatir akan ditinggalkan oleh orang yang disayangi. Kekhawatiran ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional serta mengarah pada tantangan untuk mempertahankan healthy relationship (hubungan yang sehat) dengan partner. Dengan itu, orang dengan abandonment issue akan melakukan apa saja untuk mempertahankan apa yang dimiliki agar tidak ditinggalkan, termasuk dengan perilaku posesif bahkan manipulatif. Relasi yang didasari dengan abandonment issue akan menciptakan hubungan yang toxic. Bahkan dalam beberapa kasus, seseorang dengan abandonment issue mengisolasi dirinya dari hubungan karena takut terluka atau ditolak nantinya.

Lantas, bagaimana hubungan antara abandonment issue dengan Borderline Personality Disorder (BPD) sendiri? Namun, sebelum mengulik hubungan antara keduanya, mari kenali gejala seseorang yang memiliki abandonment issue!

Tanda-tanda yang mungkin timbul jika seseorang memiliki abandonment issue atau fear of abandonment:

1. Ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain

Kepercayaan merupakan suatu hal fundamental dalam menjalin suatu hubungan dengan orang lain. Orang dengan abandonment issue memiliki kesulitan untuk menaruh kepercayaan pada orang lain (trust issue) dan cenderung untuk menutup diri karena terkadang merasa skeptis dengan niat baik orang lain. Ketidakpercayaan pada pasangan juga akan menyebabkan orang dengan abandonment issue merasa curiga dan terus-menerus mencari reassurance dan kepastian dari pasangannya itu. Dengan itu, kemungkinan besar akan timbul sikap posesif yang terlalu berlebihan. Mereka cenderung menjadi sangat khawatir bahwa orang yang disayangi kelak akan meninggalkan mereka.

2. Menghindari hubungan yang intim

Orang dengan abandonment issue memiliki kesulitan untuk membangun hubungan yang intim dengan pasangannya. Mereka cenderung memiliki kebutuhan emosional yang tinggi dan mencari keamanan dalam hubungan intim. Namun, akibat kecemasan dan kekhawatiran yang intens, orang dengan abandonment issue mungkin cenderung untuk menarik diri dari hubungan atau menghindar dari ikatan yang mendalam guna untuk menghindari rasa sakit dan terluka yang akan timbul karena ditinggalkan orang yang disayangi.

3. Kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat dan stabil.

Kecemasan karena perasaaan takut ditinggalkan yang dimiliki orang dengan abandonment issue bisa mengarah pada perilaku destruktif terhadap hubungan yang mereka miliki, seperti menuntut berlebih pasangan untuk memenuhi kebutuhan emosional mereka dan bahkan dengan menguji kesetiaan yang terkadang membuat pasangan tidak nyaman. Pada beberapa kasus, perilaku controlling muncul dari orang dengan abandonment issue yang pada akhirnya membuat pasangan mereka merasa tertekan dan terjebak. Perilaku-perilaku seperti ini cenderung memicu ketidakseimbangan hubungan dan menjadi toxic.

4. Memiliki kecenderungan menjadi people pleaser

People pleaser berusaha untuk memuaskan dan memenuhi kebutuhan orang lain bahkan jika itu merugikan diri sendiri. People pleaser juga sulit untuk mengatakan “tidak” atau ketidaksetujuan mereka terhadap sesuatu karena tidak ingin mengecewakan orang lain. Mereka cenderung menghindari konflik serta mencari alternatif untuk menyelesaikan hubungan interpersonal. Orang dengan abandonment issue cenderung akan menjadi people pleaser dan bersedia untuk melakukan apa saja agar tidak ditinggalkan oleh pasangan mereka yang justru hal ini akan menimbulkan dampak negative terhadap diri mereka sendiri.

5. Insecure yang berlebihan

Abandonment issue biasanya dapat membuat seseorang menumbuhkan rasa insecure dalam diri mereka. Perasaan insecure merupakan kondisi tidak nyaman dalam diri seseorang yang dapat menyebabkan kecemasan luar biasa. Orang yang insecure cenderung merasa kurang berharga daan akan berusaha untuk mencari konfirmasi terus-menerus dari pasangan bahwa mereka tidak akan meninggalkan atau mengabaikan mereka.

Fear of Abandonment menjadi salah satu core symptom dari Borderline Personality Disorder

Sumber: freepik.com

Secara singkat, Borderline Personality Disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang merupakan gangguan mental yang mengakibatkan ketidakstabilan hubungan interpersonal dan ditandai dengan pola perilaku impulsive, perubahan mood yang ekstrem, serta ketakutan yang berlebihan akan ditinggalkan oleh orang yang disayangi.

Orang dengan Borderline Personality Disorder, abandonment merupakan momok yang sangat menakutkan. Umumnya, penderita Borderline Personality Disorder memiliki ketakutan akan ditinggalkan dapat berakar pada suatu pengalaman kehilangan, pengabaian, penolakan, dan ditinggalkan sehingga tumbuh masalah dalam pemenuhan keutuhan emosional terutama dalam hubungan interpersonal.

Kesulitan mengatur kebutuhan emosional mengakibatkan orang dengan Borderline Personality Disorder berusaha keras untuk mencari sumber validasi dan jaminan terhadap perasaan emosional. Mereka cenderung mencari perhatian secara intens dan terus-menerus kepada orang yang disayangi. Mereka juga sering merasa sensitive terhadap kritik maupun penolakan, bahkan saat kritik tersebut tidak bermaksud negatif.

Namun, kekhawatiran serta kecemasan atas perasaan ditinggalkan tidak terbatas pada orang-orang penderita borderline personality disorder. Pada penderita Borderline Personality Disorder, abandonment issue ini muncul dengan sangat ekstrem. Perlu untuk mencari bantuan dan mengkonsultasikan dengan professional untuk mendapatkan diagnosis lebih akurat dan perawatan lebih tepat.

Sebagai informasi tambahan, potret konsep Borderline Personality Disorder terutama fear of abandonment diinterpretasikan pada novel Anna Karenina, sebuah karya dari Leo Tolstoy. Di mana, ketidakstabilan dalam mood dan perilaku Anna mengindikasikan gejala dari Borderline Personality Disorder. Anna juga memiliki ketakutan berlebih akan kehilangan cinta dari Vronsky, yang merupakan interpretasi dari fear of abandonment. Perasaan tidak aman dari Anna menjadi pencetus utama konflik internal dalam cerita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image