Mungkin Kita Harus Belajar dari Pedagang Keliling
Gaya Hidup | 2021-12-23 22:37:27Enggak asing dengan foto di atas? Yap sebuah Foto seorang pengendara motor yang mengacungkan jari tengah kepada rombongan peseseda road bike yang berjalan tidak di jalur sepeda. Setelah foto ini menjadi viral pada beberapa media sosial, pro dan kontra muncul nih seputar kebiasaan-kebiasaan pengendara sepeda di jalan raya. Sayang ya, sudah disediakan jalur sepedanya tapi enggak digunakan, memang harus belajar dari pedagang keliling yang bisa sepedaan di tempatnya.
Nah kalau dikutip dari Kompas.com, road bike atau sepeda balap sendiri merupakan jenis sepeda yang umumnya digunakan untuk balapan, sesuai dengan namanya.
Belakangan yang menjadi polemik di masyarakat adalah “arogansi” pengguna road bike di jalan raya. “Arogansi” yang dimaksud adalah menggunakan bagian jalan yang sebetulnya bukan diperuntukan bagi pesepeda. Terkhusus pada sebagian daerah di Jakarta, jalur sepeda sendiri sudah disediakan. Hal ini yang menjadi pembahasan hangat seiring viralnya foto di atas.
Pro dan kontra muncul dikalangan masyarakat, namun ya banyak juga yang jengkel dengan ulah pesepeda seperti tersebut. Komunitas Bike to Work Indonesia juga menyayangkan tindakan yang dilakukan road bike tersebut, namun juga berharap agar pemerintah dapat lebih mengakomodasi kebutuhan jalur sepeda bagi pesepeda.
Tapi pedagang keliling tetap bisa tuh bersepeda di jalannya, jadi harusnya gimana?
Bagaimana Belajar dari Pedagang Keliling?
Buat sebagian orang mungkin tahu kalo di sebagian daerah di Jakarta sudah disediakan jalur sepeda. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 59 Tahun 2020 Tentang Pesepeda di Jalan, menjelaskan bahwa jalur sepeda ada beberapa pengertiannya.
Pengertiannya antara lain ada berbagi dengan kendaraan bermotor, menggunakan bahu jalan, jalur khusus yang berada pada badan jalan, dan jalur khusus yang terpisah dari badan jalan. Pengertian ini yang seharusnya juga dipahami oleh seluruh pengguna jalan, baik pesepeda maupun kendaraan bermotor agar saling menghargai gitu.
Salah satu pesepeda yang bisa kita jadikan teladan adalah pedagang keliling. Bagi masyarakat Jakarta, sudah enggak asing dengan pedagang keliling yang juga banyak menggunakan sepeda. Seperti berjualan somay ataupun kopi-kopian yang biasa disebut starling (St*bucks Keliling).
Pedagang yang terkadang kita anggap sebelah mata, sebaliknya malah mereka yang taat pada aturan dan bersepeda pada “tempatnya.” Pedagang keliling ini dapat menjadi teladan bagi kita dalam hal menaati peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Mereka yang senantiasa menggunakan jalur sepeda yang sudah disediakan loh.
Hal ini juga menunjukan kalau kita bisa belajar dari mana saja. Polemik pengendara road bike yang menggunakan bagian jalan yang diperuntukan untuk kendaraan lain dapat kita jadikan pelajaran, begitu pula pedagang keliling. Kadang kita menggangap remeh keberadaan mereka, sedangakan secara tidak langsung mereka menunjukan hal yang baik untuk kita. Malah menjadi salah satu contoh pengguna sepeda yang baik, walaupun dengan segala keterbatasan mereka juga.
Contoh Baik dan Pelajaran dari Pedagang Keliling
Tanpa mengurangi atau mengecilkan peran pesepeda lain yang mungkin juga menaati peraturan yang ada, tapi pedagang keliling ini dapat menjadi contoh baik buat kita.
Bagi pesepeda, sudah disediakan jalur khusus pasti bertujuan baik agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan baik dari pihak pesepeda maupun kendaraan bermotor. Karena menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda, pesepeda merupakan salah satu yang diutamakan keselamatannya selain pejalan kaki.
Sebagai mana pedagang keliling, mereka bisa menaati peraturan dengan menggunakan jalur sepeda, pasti pengguna jalan lain juga bisa. Karena dengan berbuat seenaknya, imbasnya juga bisa berdampak ke diri kita sendiri. Maka enggak salah untuk belajar dari pedagang keliling.
Semoga hal-hal dan polemik ini bisa jadi pembelajaran buat semua pihak, bukan hanya jadi ajang marah-marah dan saling maki di media sosial. Kita yang sama-sama sedang berkembang ya wajar pasti masih harus ada yang disesuaikan dan ada salahnya. Baiknya kita menyadari kesalahan tersebut lalu memperbaikinya, bukan sudah salah tapi masih arogan dan merasa sok benar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.