Realisasi Larangan UMKM Dalam Menggunakan Plastik
UMKM | 2023-05-16 10:58:46Usaha Mikro Kecil Menengah atau kerap disebut UMKM merupakan usaha milik perseorangan, kelompok badan usaha yang produktif dan memenuhi syarat sebagai usaha mikro sesuai yang diatur dalam UU Nomor 20 tahun 2008. UMKM memiliki ciri-ciri, seperti jenis barang yang dijual dan tempat usaha tidak menentu, belum memiliki izin usaha, dan belum memiliki pengaturan keuangan yang jelas. Contoh yang paling sering ditemukan adalah pedagang kaki lima. Namun, UMKM tidak hanya bergerak di bidang kuliner saja, ada juga yang bergerak di bidang fashion, kecantikan, dan sebagainya.
UMKM saat ini mulai berkembang pesat sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi. Hal tersebut dapat kita amati dengan munculnya berbagai UMKM yang menjual barang dagangannya di situs jual beli online.Pelaku UMKM pada umumnya memilih untuk mengemas barang dagangannya dengan plastik, terutama pada UMKM yang bergerak di bidang kuliner. Bahan plastik sendiri merupakan bahan anti air yang dapat bertahan selama bertahun-tahun, yakni sekitar 100 sampai 500 tahun agar bisa terurai dengan sempurna.
Hal tersebut tentunya menimbulkan permasalahan yang dapat berdampak dengan lingkungan sekitar. Ada beberapa alasan yang menyebabkan mereka memilih plastik. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Katadaya Insight Center (KIC) dengan responden 1162 pelaku UMKM dari berbagai kalangan, sebanyak 65,5 persen responden memiliki alasan plastik praktis untuk digunakan, 61,2 persen mudah didapat, 55,1 persen harganya murah, 51,9 persen mudah digunakan, 39,1 persen fleksibel, dan sisanya mempunyai alasan lainnya.Karena berbagai alasan yang sudah disebutkan sebelumnya, para pelaku UMKM menjadi sulit untuk tidak menggunakan bahan plastik lagi.
Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan beberapa peraturan mengenai larangan penggunaan plastik, tetap saja penggunaan plastik sulit untuk dihindari. Sebagai contoh, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 yang berisi tentang keharusan untuk memakai kantong belanja ramah lingkungan di pusat perbelanjaan, pasar, dan swalayan. Ketiga tempat itu tentunya terdapat banyak UMKM yang melakukan kegiatan jual beli di dalamnya. Peraturan ini memiliki sanksi apabila ada pihak yang melanggar, yakni sejak disahkannya peraturan ini, sudah banyak pro dan kontra yang disampaikan oleh pelaku UMKM.
Sebagian besar dari mereka menolak untuk mengganti bahan plastik ke bahan yang ramah lingkungan.Dalam realisasinya, peraturan ini belum terlaksana sepenuhnya karena pemberian sanksi, yakni berupa denda yang dianggap dapat mematikan mata pencaharian. Pemberian sanksi yang tidak sebanding dengan pendapatan para pelaku UMKM pasti akan memberatkan mereka dan pada akhirnya mereka tidak akan melanjutkan bisnis UMKM nya karena mereka tidak punya pilihan lain selain menggunakan kantong plastik. Peraturan pemerintah ini tidak diiringi dengan pembinaan lanjutan terkait solusi untuk mengganti penggunaan bahan plastik.
Penggunaan bahan ramah lingkungan tidak sepenuhnya dapat menggantikan peran plastik karena harga yang tidak terjangkau dan dirasa kurang tepat sasaran.Selain permasalahan tersebut, banyaknya kesempatan yang bisa dilakukan para pedagang untuk tetap menggunakan plastik membuktikan bahwa peraturan ini masih belum berjalan dengan baik. Para pedagang bisa dengan gampangnya mendapatkan bahan plastik tanpa adanya sanksi yang diberikan karena tidak ada langkah lanjutan dari sanksi tersebut. Hal itu juga membuktikan bahwa penggunaan bahan ramah lingkungan untuk mengurangi plastik belum siap untuk dilaksanakan di Indonesia.
Upaya pemerintah dalam mengurangi plastik di sektor UMKM dengan cara mengganti dengan bahan bakar ramah lingkungan merupakan salah satu cara untuk mengurangi limbah plastik. Namun, dalam pelaksanaannya mengalami banyak kendala di lapangan. Besarnya perbedaan harga antara plastik dengan bahan ramah lingkungan menjadi tantangan bagi pemerintah.
Saskia Inayati Rachmadani
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.