
Tantangan Pedagang Baju Bekas di Pasar Wage
UMKM | 2024-12-26 18:48:36
Tulungagung, 23 Desember 2024 – Pasar Wage di Kabupaten Tulungagung, yang dikenal sebagai pusat penjualan baju bekas (rombengan), kini menghadapi tantangan besar. Sejumlah pedagang mengeluhkan penurunan jumlah pembeli yang signifikan beberapa bulan terakhir.
Selain faktor cuaca yang tidak bersahabat, yakni hujan yang terus menerus mengguyur, ada satu faktor utama yang menjadi permasalahan: persaingan dengan e-commerce dan toko online luar negeri.Dampak Perkembangan E-Commerce terhadap Pasar Tradisional Fenomena e-commerce yang berkembang pesat memang menjadi ancaman besar bagi pasar tradisional, termasuk Pasar Wage.
Dalam beberapa tahun terakhir, belanja online telah menjadi pilihan utama bagi banyak konsumen. Praktis, cepat, dan harga yang bersaing menjadi daya tarik utama. Selain itu, kemunculan toko-toko thrifting internasional yang menawarkan baju bekas berkualitas dengan harga terjangkau juga semakin menggerus pasar lokal.Bagi pedagang di Pasar Wage, fenomena ini menyisakan dilema.
Mereka yang telah lama bergelut di bisnis baju bekas terpaksa harus menghadapi kenyataan bahwa pasar fisik kini kalah bersaing dengan kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan oleh platform e-commerce. Konsumen yang lebih memilih berbelanja online tanpa perlu keluar rumah semakin memperburuk keadaan bagi pedagang tradisional.Selain persaingan digital, faktor lain yang turut memperburuk keadaan adalah infrastruktur Pasar Wage yang kurang memadai. Wulan juga mengungkapkan bahwa banyak pedagang terpaksa menutup toko lebih awal karena masalah cuaca yang seringkali membuat barang dagangan mereka basah.
"Ruko yang disediakan tidak cukup kuat untuk melindungi dagangan dari hujan. Kami seringkali harus tutup lebih awal karena kondisi pasar yang tidak mendukung," jelas Wulan.Masalah seperti ini sebenarnya bukan hal baru bagi pasar-pasar tradisional di Indonesia. Infrastruktur yang buruk, ruang yang sempit, dan fasilitas yang kurang memadai menjadikan pasar tradisional semakin tidak menarik bagi konsumen.
Padahal, kenyamanan berbelanja adalah faktor penting dalam menarik pelanggan.Untuk menghadapi tantangan ini, salah satu solusi yang diusulkan oleh para pedagang adalah revitalisasi pasar. Perbaikan infrastruktur, seperti perbaikan atap ruko, sistem drainase yang lebih baik, serta penyediaan fasilitas yang lebih nyaman bagi pengunjung, dapat menjadi langkah awal untuk menarik kembali minat pembeli.
Namun, revitalisasi tidak hanya berhenti pada perbaikan fisik pasar. Pedagang juga berharap adanya dukungan dari pemerintah dalam hal pemasaran produk mereka. Dalam era digital ini, pengenalan pasar dan produk lokal melalui platform digital sangat penting. Jika pemerintah membantu memfasilitasi promosi pasar melalui media sosial atau bahkan bekerja sama dengan e-commerce lokal, hal ini bisa membuka peluang pasar yang lebih luas bagi para pedagang baju bekas.
Pemerintah daerah perlu lebih proaktif dalam membantu pedagang pasar tradisional beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain renovasi infrastruktur, dukungan dalam bentuk pelatihan dan pembimbingan agar pedagang bisa memasarkan produk mereka secara online adalah langkah yang patut dipertimbangkan.Pasar tradisional seperti Pasar Wage memiliki potensi untuk terus bertahan dan berkembang, asalkan ada kebijakan yang mendukung digitalisasi pasar dan transformasi cara berdagang.
Pedagang harus dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan untuk memanfaatkan teknologi dalam pemasaran dan distribusi barang, sementara pemerintah bisa mengambil peran penting dalam memperkenalkan pasar lokal ke audiens yang lebih luas.Seiring dengan perkembangan teknologi dan tren belanja online yang semakin dominan, pasar tradisional harus menghadapi kenyataan bahwa mereka perlu beradaptasi untuk bertahan. Bagi pedagang baju bekas di Pasar Wage, tantangan ini bukan hanya soal cuaca atau sepinya pembeli, tetapi juga tentang bagaimana mereka bisa bersaing dengan pasar digital yang menawarkan kenyamanan lebih.
Revitalisasi pasar, baik dari sisi infrastruktur maupun pemasaran digital, merupakan langkah yang sangat diperlukan agar pasar tradisional tetap relevan di tengah pesatnya perkembangan e-commerce. Pemerintah, pedagang, dan masyarakat perlu bersinergi untuk memastikan bahwa pasar lokal seperti Pasar Wage tetap menjadi pilihan utama bagi konsumen, meskipun di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Menurut Wulan, salah satu pedagang baju bekas di Pasar Wage, sepinya pembeli bukan hanya disebabkan oleh musim hujan yang menghambat aktivitas perdagangan, tetapi juga karena sulitnya bersaing dengan pasar online yang semakin diminati konsumen. "Sekarang cenderung sepi pembeli. Kami kalah saing dengan online shop dan banyaknya penjual baju bekas dari luar negeri atau yang dikenal dengan thrift store. Pembeli merasa lebih mudah berbelanja secara daring tanpa perlu datang ke pasar," ujarnya.
Penulis : Fadila Prita Ayu Wulandari, Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.