
Mengelola Wakaf sebagai Warisan Bernilai untuk Daya Tahan Ekonomi Generasi Sandwich
Ekonomi Syariah | 2025-04-10 11:05:35
Istilah generasi sandwich semakin sering muncul dalam diskusi sosial ekonomi masa kini. Ini merujuk pada kelompok usia produktif yang berada dalam posisi serba tanggung, menyokong kebutuhan finansial orang tua yang telah lanjut usia sekaligus membiayai anak-anak yang masih bergantung. Kondisi ini menciptakan tekanan ekonomi dan emosional yang tidak ringan. Di tengah situasi harga-harga yang terus meningkat serta keterbatasan dukungan sosial dari negara, diperlukan solusi yang tidak hanya bersifat praktis, tetapi juga berkelanjutan dan sistemik. Pada titik inilah konsep wakaf keluarga muncul sebagai alternatif warisan produktif yang selaras dengan prinsip ekonomi syariah.
Berbeda dari harta warisan biasa yang cenderung habis digunakan, wakaf justru membuat aset tetap menghasilkan manfaat dalam jangka panjang. Dalam ajaran Islam, wakaf merupakan bentuk sedekah jangka panjang (sadaqah jariyah), yang pahalanya terus mengalir selama manfaat dari aset yang diwakafkan masih dirasakan. Catatan sejarah memperlihatkan bahwa para sahabat Rasulullah SAW seperti Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib telah mempraktikkan wakaf sejak masa awal Islam. Dalam realitas saat ini, wakaf bisa diwujudkan melalui properti, usaha syariah, hingga investasi halal yang hasilnya dipakai untuk membantu kebutuhan keluarga, terutama mereka yang terjebak dalam situasi sandwich.
Wakaf bukan hanya tentang berbagi, tetapi tentang menyusun sistem keberlanjutan ekonomi keluarga. Umer Chapra, salah satu tokoh penting dalam ekonomi Islam, menyampaikan bahwa sistem Islam menggabungkan efisiensi ekonomi dengan nilai moral dan keadilan sosial (Chapra, The Future of Economics, 2000). Melalui pengelolaan wakaf keluarga, nilai moral tersebut bisa berjalan berdampingan dengan strategi ekonomi yang kuat dan berorientasi masa depan. Artinya, wakaf memungkinkan keluarga tidak hanya mewariskan harta benda, tapi juga instrumen keuangan yang dapat menopang hidup generasi berikutnya secara berkelanjutan.
Implementasi wakaf keluarga dapat diarahkan untuk membiayai kebutuhan seperti pendidikan anak-anak, proteksi kesehatan, bahkan sebagai cadangan keuangan untuk keadaan darurat. Jika dikelola secara profesional oleh nazir atau lembaga wakaf terpercaya, aset ini bahkan bisa menciptakan pemasukan rutin yang menopang kebutuhan dasar keluarga. Secara tidak langsung, ini akan mengurangi ketergantungan pada individu muda yang biasanya memikul tanggung jawab finansial dalam keluarga sandwich.
Selain itu, wakaf memperluas makna dari kepedulian sosial dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai” (QS. Ali Imran: 92). Dalam perspektif ini, berwakaf untuk keluarga bukanlah bentuk kepentingan sempit, melainkan tindakan kasih sayang yang dipikirkan secara matang. Ia menjadi cerminan solidaritas dan cinta yang tidak hanya emosional, tetapi juga strategis.
Namun demikian, untuk mengoptimalkan potensi wakaf sebagai solusi, literasi masyarakat terhadap wakaf perlu ditingkatkan. Banyak Muslim yang masih berpikir bahwa wakaf hanya bisa dilakukan oleh orang kaya atau setelah meninggal dunia. Padahal, kini tersedia wakaf tunai yang memungkinkan setiap individu berpartisipasi, bahkan dengan nominal yang kecil sekalipun. Badan Wakaf Indonesia (BWI) telah mendorong berbagai inovasi digital agar wakaf lebih mudah diakses dan lebih transparan dalam pengelolaannya.
Wakaf keluarga sebagai bentuk warisan produktif sejalan dengan prinsip maqasid syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Jika prinsip ini dijadikan fondasi dalam manajemen keuangan keluarga, maka akan tercipta sebuah tatanan ekonomi yang adil, beretika, dan tahan lama. Bukan hanya menyejahterakan individu, tetapi juga memperkuat sistem sosial yang lebih inklusif.
Dalam tekanan hidup yang menimpa generasi sandwich, wakaf menjadi lebih dari sekadar ibadah, ia adalah strategi ketahanan. Melalui wakaf keluarga, kita bisa menciptakan warisan yang terus memberi, tidak hanya kepada satu generasi, tapi lintas generasi. Ini bukan sekadar tentang meninggalkan harta, melainkan meninggalkan sistem yang menopang dan mencerahkan jalan hidup keluarga di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook