Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aidah Azzah

Pentingnya Larangan Kantong Plastik Sekali Pakai

Gaya Hidup | Monday, 15 May 2023, 18:09 WIB
Ilustrasi orang membawa kantong plastik sekali pakai dengan jumlah banyak yang susah di daur ulang.

Kebersihan lingkungan di Indonesia memiliki masalah serius, terutama dengan kantong plastik. Penggunaan kantong plastik saat ini sangat pesat, tidak hanya di pasar tradisional melainkan juga di pasar modern. Plastik merupakan bahan yang dapat ditemukan pada pembungkus makanan, pembungkus alat elektronik, dan juga pada alat-alat rumah tangga seperti piring, gelas, sendok, dan sebagainya. Pemakaian bahan plastik yang tidak sesuai dengan standar dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia. Plastik merupakan bahan yang sangat sulit untuk diurai oleh mikroorganisme. Selain itu, plastik tidak mudah hancur di dalam tanah sehingga butuh waktu 100 hingga 500 tahun untuk dapat terurai dengan sempurna. Sampah plastik tidaklah bijak jika dibakar karena akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara dan membahayakan pernafasan manusia, dan jika sampah plastik ditimbun dalam tanah maka akan mencemari tanah.

Saat ini, penggunaan kantong plastik masih banyak di temukan di pasar tradisional, rumah makan, penyedia plastik, warung, dan pedagang di pinggir jalan (pedagang kaki lima). Pembuangan sampah rumah tangga juga masih banyak menggunakan pembungkus dari plastik daripada kardus. Hal ini memperlihatkan bahwa pembinaan dari Pemerintah terkait pengurangan pemakaian plastik belum maksimal. Sosialisasi yang dilakukan haruslah melibatkan semua pihak dan level social class.

Sampah menjadi masalah besar yang dihadapi manusia saat ini. Kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton/tahun. Tahun 2025 diperkirakan akan bertambah hingga 2,2 miliar ton/tahun. Di Indonesia tahun 2008 sampah plastik mencapai 280.500 ton/hari. Rata-rata individu menghasilkan 0,12 kg sampah plastik/

hari atau lebih dari 100 milyar kantong plastik setiap tahunnya. Pemakaian kantong plastik di Indonesia mencapai 700 kantong/orang/tahun. Data KLHK menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan sampah kantong plastik sebanyak 10,95 juta lembar/tahun/100 gerai. Fakta tersebut menempatkan Indonesia sebagai peringkat kedua di dunia penghasil sampah plastik ke laut (187,2 juta ton) setelah Tiongkok yang mencapai 262,9 ton

Indonesia memiliki masalah serius dengan sampah. Banyak dari sampah kantong plastik tidak sampai ke tempat pembuangan sampah dan hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga banyak sampah kantong plastik tersebut berakhir di saluran air, sungai, sampai akhirnya ke laut. Kondisi tersebut menimbulkan banyak permasalahan lingkungan karena kantong plastik memerlukan waktu yang sangat lama untuk terurai di alam. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan beberapa Surat Edaran dan merancang Peraturan Menteri terkait kebijakan penggunaan kantong plastik di pasar modern. Kebijakan tersebut menjawab pertanyaan yang salah, tidak tepat sasaran, karena hanya ditujukan untuk ritel dan pasar modern.

Kebijakan ini akan memperberat para pelaku usaha kecil. Seharusnya ekonomi yang ditingkatkan saat COVID-19, kemudian lingkungan. Pemprov juga tidak menyediakan alternatif, apalagi untuk membungkus produk-produk yang cair atau berkuah. Kalaupun ada, ragu tersedia alternatif yang semurah dan semudah plastik. Akhirnya para pedagang akan kesulitan karena terpaksa menjual lebih mahal dan mungkin ditinggalkan para pelanggan. Pelarangan ini juga akan memukul industri dan berpotensi membuat sekitar 5.000 orang kehilangan pekerjaan. Angka itu diperoleh dari perhitungan Pemprov DKI jika per harinya ada sekitar 300 ton sampah yang dibuang, dikali 30 hari untuk jangka waktu sebulan, dan asumsi industri bahwa tiap 2 ton plastik memerlukan satu orang tenaga kerja. Jika memperhitungkan jumlah pemulung, akan ada 1 juta orang lagi yang akan berkurang penghasilannya. Pihak lain yang dirugikan adalah industri yang bergerak di bidang pengolahan dan daur ulang.

Dampak kebijakan ini akan meluas sampai ke industri bahan baku. Diperkirakan industri bahan baku plastik bisa kehilangan pasar senilai Rp2,1 miliar per tahun untuk DKI Jakarta dan sekitarnya saja. Bila larangan serupa meluas, maka ada potensi kehilangan pasar sampai Rp6 miliar per tahun. Hal ini ironis karena di saat yang sama pemerintah justru getol membangun pabrik petrokimia untuk menekan impor bahan baku plastik dari 40 persen ke 30 persen. Pembangunan dan investasi puluhan miliar dolar pun bisa sia-sia jika salah satu pasar industrinya justru ditutup.

Aidah Azzah

Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image