Desakralisasi Agama di Balik Perilaku Pengaku Nabi
Agama | 2023-05-15 12:02:31Berita penembakan di kantor MUI tengah menjadi sorotan publik, pasalnya pelaku penembakan mengaku sebagai wakil nabi. Dilansir dari Warta Ekonomi.co.id (07/5/2023) disebutkan bahwa pelaku, Mustopa NR (60 tahun) pada tahun 1997 lampau pernah mengumpulkan penduduk sebuah desa di Lampung dan mendeklarasikan dirinya sebagai wakil nabi, usai dirinya bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Hal ini berdasakan keterangan dari sang istri pelaku, yang disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi saat ditemui di Polda Metro Jaya pada Jum’at (05/5/2023).
Waketum MUI Anwar Abbas pun membenarkan bahwa memang sebelumnya Mustopa pernah datang dua kali guna bertemu dengan Ketua MUI K.H. Miftachul Akhyar, dengan mengaku wakil nabi. Maklumat Mustopa sebagai wakil nabi mengindikasikan adanya fenomena krisis akidah dalam diri umat, karena perilaku ini jelas bertentangan dengan akidah Islam. Meski bukan suatu yang mustahil seseorang bisa bermimpi berjumpa Rasulullah Muhammad SAW.
Terlebih dalam Al-Qur’an dan Sunah tidak ditemui satu ayatpun yang menerangkan adanya wakil nabi Muhammad SAW yang akan menggantikan tugas beliau sebagai Nabi dan Rasul di akhir zaman ini. Hanya disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Allah berfirman, “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami.”(QS.Fathir[35]:32)
Dalam tafsir Ibnu Katsir diuraikan bahwa melalui ayat tersebut diatas Allah menjelaskan akan menjadikan orang-orang pilihan diantara hamba-hambaNya, yang menegakkan dan mengamalkan Al-Qur’an Al Karim sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya. Mereka adalah para ulama. Sebagaimana pula sabda Rasulullah dalam riwayat At-Tirmidzi, Ahmad, A-Darimi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah) yang menyebutkan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Warisan yang ditinggalkan bukanlah dinar dirham hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambil warisan itu berarti ia telah mengambil bagian yang banyak.
Di ayat lain Allah SWT juga berfirman yang di sebutkan dalam Al Qur’an surah Al-Ahzab[33]: 40 bahwa Muhammad adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi, dia juga sekali-kali bukan bapak dari seorang laki-laki di antara manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Surah ini menegaskan bahwa Muhammad Nabi dan Rasul terakhir, tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelah beliau. Pun tidak ada wakil baginya yang menggantikan tugasnya sebagai Nabi dan Rasul. Maka jika ada seseorang yang kemudian mengaku sebagai wakil nabi, sungguh ia telah mengabaikan ayat tersebut dan meremehkan ajaran Islam. Ada upaya desakralisasi Islam atau peremehan dan pengabaian ajaran Islam.
Munculnya orang-orang sejenis pengaku nabi atau wakil nabi bukanlah kali pertama terjadi, bahkan suatu keniscayaan tidak berulang di sistem sekuler saat ini. Fenomena krisis akidah dan desakralisasi Islam sangat rentan terjadi di bumi sekuler, dengan pemikiran liberal (serba bebas) yang dimilikinya. Sekalipun pemikiran ini merusak umat, namun ia akan selalu diterima dan mendapatkan ruang di masyarakat. Sekuler selain memisahkan agama dari kehidupan, juga menganggap agama hanya sebatas urusan pribadi masing-masing individu dan negara tidak boleh ikut campur mengaturnya. Disinilah letak lemahnya perlindungan negara terhadap kemuliaan Islam. Padahal Islam adalah aturan yang mulia dan tinggi, tidak ada yang lebih tinggi dari Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah :” Islam itu agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam.”(HR.Baihaqi). Maka Islam wajib dibela dengan keyakinan, yang dapat menumbuhkan konsekuensi adanya penjagaan terhadap akidah Islam secara sistemis.
Fenomena mengaku nabi cerminan adanya penistaan dan meremehkan agama (desakralisasi agama) di negara ini. Hal semacam ini terus terjadi dan berulang disebabkan karena dangkalnya pemahaman umat terhadap agamanya sendiri, ditambah tidak adanya sanksi hukum yang mampu memberikan efek jera pada pelakunya. Aturan kebebasan yang dianut sistem sekuler membuat negara tak bisa menjatuhkan sanksi yang jelas pada pelaku pengaku nabi. Jika fenomena ini dibiarkan terus terjadi, akan sangat membahayakan umat serta upaya perubahan untuk menerapkan Islam kaffah (menyeluruh). Maka di perlukan peran negara dalam menghentikan arus fenomena mengaku nabi.
Sebagaimana negara Islam di masa pemerintahan Abu Bakar ra tatkala beliau mendengar ada nabi palsu di Yamamah, beliau segera mengirim utusan untuk mengetahui kebenarannya dan memberikan klarifikasi langsung terhadap pelaku sebagai upaya menyadarkannya dari pemahaman yang salah. Bahkan beliau juga mengirimkan utusan untuk mediasi melalui jalur korespondensi secara persuasif terhadap pelaku. Lantas beliau menurunkan pasukan di perang Yamamah untuk memerangi Muzailamah al Kadzdzab (laknatullah) yang mengaku nabi dan berusaha memberontak kepada daulah Islam.
Islam tidak hanya sebagai agama tetapi juga sebuah ideologi yang sangat menjaga akidah dan melindungi pemeluknya. Ajaran Islam yang paripurna dan komprehensif sangat tegas mengantisipasi perilaku penistaan, peremehan agama. Jika pelaku penyimpangan agama tidak menghiraukan berbagai upaya penyadaran, maka negara sebagai pemilik hak otoritas akan menjatuhkan hukuman sesuai syariat Islam. Alhasil tidak akan ada yang berani lagi melakukan penyimpangan pada agama dan keselamatan umat.
Disamping itu daulah akan melaksanakan fungsinya sebagai penjaga dan pelindung umat, negara memastikan nyawa, harta, dan kehormatan apalagi akidah umat akan terjaga dan terlindungi dari segala ancaman yang membahayakannya. Negara akan menjamin suasana keimanan umat tetap kondusif, kondisi lingkungan masyarakat yang aman dan saling peduli.
Selayaknya orang meyakini Allah SWT sebagai pencipta, harusnya terikat tunduk serta patuh juga terhadap aturan-aturan yang ditetapkanNya atas kita secara total, baik ranah pribadi maupun umum, begitu pula dalam bermasyarakat dan bernegara tanpa pilah pilih. Maka selayaknya pula umat muslim di muka bumi ini terus memperjuangkan tegaknya hukum-hukum Allah. Tentunya harus dalam naungan institusi daulah Islam, di bawah satu kepemimpinan Khalifah demi terwujud keamanan dan perlindungan hakiki bagi seluruh umat manusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.