Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Brigade Mahendra Dharmalaksana

Childfree: Mengapa Pilihan untuk Tidak Punya Anak Harus Dihormati?

Parenting | Sunday, 14 May 2023, 12:54 WIB
https://geotimes.id/wp-content/uploads/2017/08/WhatsApp-Image-2022-07-09-at-13.36.25_waifu2x_art_noise2_scale_tta_1-1.png

Memiliki anak adalah salah satu hal yang dianggap sebagai bagian dari tahap kehidupan yang wajar dan diharapkan oleh masyarakat. Namun, banyak orang yang memilih untuk tidak memiliki anak, dan keputusan ini masih dianggap tabu atau bahkan dianggap egois oleh sebagian orang. Padahal, menjadi childfree bukanlah suatu hal yang salah atau buruk. Sebaliknya, memilih untuk tidak memiliki anak adalah pilihan yang sah dan harus dihormati.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang yang mulai mempertimbangkan untuk tidak memiliki anak atau lebih dikenal dengan istilah "childfree". Ini adalah sebuah pilihan yang cukup kontroversial, karena memiliki konsekuensi yang besar baik dari segi sosial maupun budaya. Di sisi lain, ada juga yang menilai bahwa hal ini seharusnya dihormati, dan tidak ada yang salah dalam memilih untuk tidak memiliki anak.

Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa memiliki anak bukanlah satu-satunya pilihan dalam hidup seseorang. Ada banyak hal lain yang dapat dijalani dan dicapai tanpa harus memikirkan keberadaan anak. Misalnya, seseorang dapat mengejar karir, melakukan perjalanan, atau memperdalam hobi tanpa harus terikat dengan tanggung jawab seorang orang tua. Alasan untuk memilih childfree sangatlah bervariasi. Beberapa orang mungkin tidak memiliki keinginan untuk memiliki anak karena alasan finansial atau kesehatan. Ada juga yang merasa bahwa tanggung jawab sebagai orang tua terlalu besar dan mereka tidak ingin mengambil risiko atau mengorbankan gaya hidup mereka.

Namun, keputusan untuk menjadi childfree seringkali dianggap sebagai "tidak normal" atau bahkan "egois" oleh sebagian orang. Hal ini menyebabkan stigma negatif bagi mereka yang memilih untuk tidak memiliki anak, bahkan seringkali disalahkan sebagai "tidak berkontribusi dalam pembangunan bangsa". Sebenarnya tidak semua orang cocok untuk menjadi orang tua, dan hal ini juga dapat dipertimbangkan sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Beberapa orang bahkan menganggap bahwa memilih untuk tidak memiliki anak berarti tidak menghargai nilai keluarga dan mengabaikan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Padahal, memilih untuk tidak memiliki anak bukan berarti tidak memahami arti keluarga atau tidak peduli terhadap masyarakat.

Childfree juga dapat menimbulkan tantangan dan prasangka dari masyarakat. Terkadang, orang yang childfree dianggap orang yang tidak mengerti arti kehidupan atau bahkan dianggap tidak dewasa. Hal ini dapat membuat mereka merasa terasing dan sulit untuk diterima dalam lingkungan sosial yang umunya memprioritaskan kehadiran anak. Masyarakat seharusnya memahami bahwa memiliki anak bukanlah suatu kewajiban, melainkan sebuah pilihan. Masyarakat juga harus memahami bahwa memilih untuk tidak memiliki anak bukan berarti seseorang kurang mempunyai tanggung jawab atau tidak memiliki nilai keluarga. Sebaliknya, keputusan ini harus dihormati dan dianggap sama sahnya dengan keputusan untuk memiliki anak. Selain itu, keputusan untuk menjadi childfree juga dapat bermanfaat bagi lingkungan dan planet kita.

Semakin banyak manusia yang lahir, semakin banyak juga sumber daya manusia yang pada akhirnya berdampak terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Hal ini dapat diatasi dengan membatasi jumlah populasi manusia, dan menjadi childfree adalah salah satu cara yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan adanya chilfree dapat mengurangi dampak lingkungan. Anak-anak membutuhkan sumber daya alam yang besar seperti air, pangan, dan bahan bakar fosil. Mengurangi populasi manusia dapat membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam dan lingkungan. Dalam era perubahan iklim dan krisis lingkungan, menjadi childfree dapat menjadi pilihan yang cerdas dan bertanggung jawab. Memilih untuk tidak memiliki anak adalah keputusan yang besar dan harus dipertimbangkan dengan matang.

Namun, hal ini bukanlah sesuatu yang harus dianggap sebagai "tidak normal" atau bahkan "egois". Sebaliknya, kita harus menghormati keputusan ini sebagai sebuah pilihan yang sah, dan memberikan dukungan dan penghargaan bagi mereka yang memilih untuk menjadi childfree. Di samping itu, masyarakat juga harus memahami bahwa keputusan untuk menjadi childfree dapat memberikan dampak positif baik itu pada lingkungan maupun dalam masyarakat. Tanpa harus mengeluarkan biaya untuk membesarkan anak, seseorang dapat menggunakan waktu dan uang untuk mendukung kegiatan amal, misalnya. Selain itu, tanpa memiliki anak, seseorang dapat lebih leluasa untuk berkontribusi pada masyarakat dan fokus pada karier atau minat pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti berkegiatan sosial atau bahkan relasi interpersonal. Oleh karena itu tidak memiliki anak bukan berarti tidak memiliki tanggung jawab dan kontribusi pada masyarakat.

Dalam akhir kata, keputusan untuk menjadi childfree adalah pilihan yang tidak mudah, namun itu adalah hak yang harus dihormati. Kita harus menghilangkan stigma negatif dan memberikan dukungan bagi mereka yang memilih untuk memilih pilihan mereka ini. Dan juga, untuk menjadi childfree bukanlah hal yang buruk atau egois. Ini adalah pilihan yang sah dan harus dihormati oleh masyarakat. Seseorang tidak perlu memiliki anak untuk membuktikan bahwa ia memiliki nilai keluarga atau tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Sebaliknya, keputusan ini harus dipandang sebagai pilihan yang personal dan individu, yang memiliki dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. Kita harus membuka pikiran dan memahami bahwa setiap orang memiliki hal untuk memilih jalannya sendiri dalam hidup, termasuk pilihan untuk tidak memiliki anak. Dalam masyarakat yang inklusif dan beragam, kita harus menghargai perbedaan dan menekankan bahwa pilihan hidup seseorang tidak menentukan nilai atau kualitas keberadaan orang tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image