Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Ketenagakerjaan

Info Terkini | Tuesday, 09 May 2023, 10:38 WIB
Bendera negara dalam KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo

Liberalisasi sektor ketenagakerjaan di Indonesia semakin gencar. Proses liberalisasi salah satunya lewat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Seluruh negara ASEAN sudah tentu mengedepankan keunggulan komparatif masing-masing. Perlu strategi yang jitu untuk mengantisipasi pergerakan pekerja ahli atau terampil bagi kawasan dengan penduduk sekitar 600 juta orang.

MEA adalah sistem perdagangan pasar bebas yang dilakukan oleh semua negara anggota ASEAN. Adapun negara-negara anggota ASEAN adalah Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Laos, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Timor Leste. Tujuan MEA dibentuk adalah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di kawasan ASEAN dan diharapkan bisa mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi.

MEA merupakan gagasan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kuala Lumpur pada 1997. Hasil dari konferensi tersebut adalah suatu kesepakatan untuk memajukan ASEAN menjadi kawasan yang lebih makmur, stabil, dan mampu bersaing dalam perekonomian.

Keunggulan komparatif dalam MEA sangat tergantung kepada produktivitas dan kompetensi tenaga kerja. Selain itu juga tergantung kepada agilitas dunia usaha. Serta daya kreativitas dan inovasi produk, proses bisnis dan inovasi layanan konsumen atau pelanggan. Seperti tahun lalu, tingkat global dan lokal masih diwarnai dengan tren negatif terkait adanya disparitas atau ketimpangan pasar tenaga kerja. Ketimpangan pasar itu berupa kurangnya tenaga kerja terampil atau ahli utamanya di sektor industri.

Disisi lain spesifikasi penganggur sebagian besar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kondisi timpang di atas sesuai dengan laporan konsultan terkemuka dunia Hays. Saatnya menggenjot etos kerja dan produktivitas. Serta menata portofolio ketenagakerjaan agar masalah ketimpangan tenaga kerja terampil bisa diatasi. Penataan portofolio itu sebaiknya disertai dengan memperbaiki etos kerja. Selama ini etos kerja bangsa Indonesia masih berada di urutan nomor sepatu di kawasan Asia tenggara. Karena masih dibawah etos kerja bangsa Vietnam.

Sementara di Indonesia belum juga menemukan cara yang efektif untuk menggenjot etos kerja bangsa. Untuk itulah para pejuang buruh di Indonesia sebaiknya bercurah pikir untuk merumuskan garis besar perjuangan buruh yang bisa membangkitkan etos kerja bangsa dan mewujudkan tatanan keadilan sosial. Tatanan tersebut bisa terwujud jika alokasi sumber daya bangsa dan politik anggaran nasional yang berupa APBN struktur alokasinya pro keadilan sosial.

Sektor ketenagakerjaan di negeri ini sangat sensitif dengan kondisi makro ekonomi dan kondisi perekonomian global. Hanya karena kebijakan Bank Sentral Tiongkok saja sektor ketenagakerjaan di tanah air sempat mengalami guncangan yang cukup serius. Hal itu menyebabkan kasus PHK meningkat dan terjadi penyempitan lapangan kerja. Sungguh ironis jika terjadi guncangan ketenagakerjaan hanya gara-gara kebijakan kontroversial Bank Sentral Tiongkok yang mendevaluasi atau melemahkan mata uangnya sendiri, yakni yuan.

Selama lima tahun terakhir elastisitas ketenagakerjaan atau employment elasticity terus berkurang. Sehingga pemerintah terpaksa menurunkan proyeksi elastisitas penyerapan tenaga kerja setiap satu persen pertumbuhan ekonomi. Penurunan elastisitas ketenagakerjaan juga disebabkan oleh kurangnya perlindungan terhadap pasar domestik dari kegiatan impor ilegal. Selain itu jenis investasi yang masuk ke Indonesia persentasenya lebih banyak ke sektor yang padat modal dan teknologi. Sementara penyerapan tenaga kerja yang bersifat padat karya mengalami tekanan yang luar biasa selama ini. Selain itu tingginya impor bahan baku dan barang modal membuat pertumbuhan industri domestik semakin terpuruk. Jika itu tidak segera diantisipasi para produsen dalam negeri akan tergulung dan beralih menjadi sekedar pedagang.

Pemerintah harus konsisten mengambil tindakan tegas terus menerus terkait impor ilegal berbagai komoditas, seperti pakaian bekas, tekstil, produk pangan agar industri dalam negeri tidak semakin terpuruk. Sungguh menyedihkan melihat produk ilegal seperti produk TPT, alas kaki, makanan dan minuman, barang elektronik dan aneka logam telah membanjiri pasar domestik. Kondisi diatas telah nyata-nyata menghancurkan produk dalam negeri sekaligus mempersempit lapangan kerja.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image