
AI dan Masa Depan Pekerjaan: Antara Inovasi dan Pengangguran
Teknologi | 2025-03-28 09:27:16
Ditengah gelombang inovasi teknologi yang tak terbendung, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) muncul sebagai kekuatan transformatif yang dinilai mampu mengubah lanskap dalam berbagai bidang pekerjaan secara fundamental. Tidak hanya sekedar sebagai alat bantu, AI saat ini menjadi mitra kerja. AI kini dipercaya mampu menggantikan tenaga manusia untuk melakukan tugas-tugas yang biasa dikerjakan dalam skala besar. Namun, apa dampak yang ditimbulkan? Tanpa adanya regulasi yang bijak, AI akan membuat nilai tenaga kerja dan lapangan pekerjaan semakin terdegradasi. Kecanggihan yang ditawarkan oleh AI menuntut masyarakat untuk lebih adaptif serta terus meningkatkan keterampilan-keterampilan yang harus mereka miliki agar mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja yang kini semakin menunjukkan perubahan yang signifikan.
Bagaimana AI mengambil alih sektor ketenagakerjaan?
Kecerdasan buatan (AI) telah banyak merevolusi pekerjaan yang bersifat repetitif atau rutin di berbagai sektor. Dalam melakukan tugas repetitif, AI mampu bekerja dengan kecepatan dan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan manusia. AI dapat bekerja 24/7 tanpa henti, sehingga meningkatkan efisiensi operasional secara keseluruhan. Kecerdasan buatan tersebut dapat mengotomatisasi tugas-tugas yang membosankan dan memakan waktu untuk mengurangi risiko kesalahan manusia dan meningkatkan konsistensi dalam pelaksanaan tugas, dengan demikian tenaga kerja manusia tidak terbebani oleh tugas-tugas yang monoton. Dalam kata lain, AI dirancang untuk melakukan tugas manusia dengan lebih cepat dan akurat. Misalnya, dalam sebuah perusahaan memiliki pabrik yang sebelumnya membutuhkan ratusan atau tenaga kerja untuk merakit motor, sekarang dapat memproduksi motor menggunakan robot AI dengan lebih cepat dan minim tenaga kerja. Tentu saja perusahaan tersebut dapat menghemat biaya tenaga kerja secara signifikan. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar gaji, tunjangan, ataupun uang lembur.
Berbagai kemudahan, efisiensi, dan inovasi pada AI ternyata juga memunculkan kekhawatiran yang cukup serius terutama di negara Indonesia. salah satu isu utamanya yakni potensi hilangnya lapangan pekerjaan secara massif. Otomatisasi yang dilakukan dengan AI menciptakan kondisi melonjaknya angka pengangguran. International Labour Organization (ILO), menyebutkan bahwa lapangan kerja di negara-negara berpotensi akan memanfaatkan teknologi GenAI hingga mencapai 10,4%. AI dapat melakukan tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, sehingga mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual. Menurut survei World Economic Forum (WEF) pada Mei-September 2024 lalu yang diambil dari laman Kumparan.com, 41% perusahaan di dunia akan memangkas pekerja sebagai dampak dari perkembangan AI pada tahun 2030 mendatang. Hal ini mengakibatkan akan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka karena keterampilan mereka tidak lagi relevan. Perkembangan AI yang begitu pesat menciptakan kesenjangan keterampilan antara kebutuhan industri dengan ketersediaan tenaga kerja, sehingga pekerja tidak dapat beradaptasi dengan perubahan teknologi berisiko tertinggal. Pada sektor-sektor tertentu seperti manufaktur, transportasi, dan layanan pelanggan saat ini dinilai lebih rentan terhadap otomatisasi, sehingga para pekerja perlu meningkatkan keterampilan mereka.
Google, sebagai perusahaan multinasional AS yang bergerak pada bidang teknologi internet, memilih mengimplementasikan AI untuk mempertaruhkan masa depan mereka. Seperti yang telah dilansir dari Tempo.co, perusahaan induknya, yakni Alphabet Inc mengumumkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap kurang lebih 12.000 pegawai atau sekitar 6% dari jumlah total tenaga kerjanya. Hal serupa juga terjadi pada bidang-bidang pekerjaan lainnya yang telah mengadopsi AI, diantaranya Customer Service yang kini mulai beralih menggunakan teknologi Chatbot. Selain itu, pekerjaan yang bergerak dalam bidang transportasi seperti, taksi online yang saat ini telah banyak digunakan di negara-negara maju, serta pramusaji di berbagai restoran yang telah digantikan oleh robot-robot canggih yang dapat berjalan atau bergerak dengan sendirinya.
Lantas, apa saja solusi yang dapat dilakukan?
Semakin banyak tugas atau pekerjaan yang diambil alih AI, semakin banyak pula orang yang kehilangan pekerjaan. Jika tidak ada upaya untuk menciptakan lapangan kerja baru, maka angka pengangguran berpotensi melonjak dengan pesat. Isu mengenai polemik kecerdasan buatan (AI) sebagai solusi maupun sebagai ancaman bagi tenaga kerja saat ini memerlukan pendekatan yang komprehensif. Dengan adanya kondisi tersebut, investasi pendidikan dan pelatihan keterampilan baru yang relevan di era ini, seperti pemrograman, analisis data, manajemen AI, serta peningkatan literasi AI di lapisan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan pasar kerja, meningkatkan daya saing, mengurangi risiko pengangguran, mempersiapkan generasi mendatang agar mampu menghadapi masa depan yang didominasi dengan teknologi.
Disamping itu, sangat penting bagi pemerintah, perusahaan di bidang industri, serta pekerja untuk bekerjasama dalam mengatasi tantangan ini. Dampak yang ditimbulkan oleh kemunculan AI, terutama terhadap pasar kerja semakin kompleks, sehingga kerjasama yang. dilakukan ketiga unsur tersebut cukup memungkinkan untuk mengembangkan solusi yang lebih komprehensif. Pemerintah perlu Menyusun regulasi yang mendukung transisi tenaga kerja yang adil dan berkelanjutan; Perusahaan mengembangkan teknologi AI dengan tanggung jawab penuh dan berfokus pada peningkatan produktivitas manusia, bukan untuk penggantian; serta, pekerja yang aktif dalam meningkatkan keterampilannya untuk belajar teknologi. Jika kolaborasi antara ketiga unsur tersebut berjalan baik, niscaya akan menghasilkan kebijakan serta dapat mengembangkan strategi bersama untuk mengatasi tantangan ini.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin memicu kekhawatiran dalam sektor lapangan pekerjaan. AI hadir dengan berbagai potensi risiko-risiko yang ditimbulkan, namun kunci yang sesungguhnya ialah terletak pada posisi kita sebagai masyarakat berpartisipasi dan berkolaborasi untuk mengelola dan mengarahkan derasnya arus perkembangan teknologi agar menjadi sesuatu yang lebih positif dan bermanfaat. Dengan pendekatan yang bijak, kolaboratif, dan produktif, kita akan mampu mengubah tantangan dari AI menjadi peluang untuk masa depan yang lebih baik, menciptakan kondisi yang stabil inklusif bagi seluruh. Penting untuk diingat bahwa AI merupakan bukan sekedar alat biasa, namun juga memiliki dampak yang dapat menimbulkan perubahan di berbagai sektor secara signifikan.
Referensi
International Labour Organization (ILO). (2024). What Is The Possible Effect Of Generative AI On Employment?. Diakses pada 22 Maret 2025 pada https://www.ilo.org/resource/other/what-possible-effect-generative-ai-employment
Kumparan. (2025). Survei WEF: 41 Persen Perusahaan di Dunia Bakal Pangkas Pekerja Imbas AI di 2030. Diakses pada 22 Maret 2025 pada https://kumparan.com/kumparanbisnis/survei-wef-41-persen-perusahaan-di-dunia-bakal-pangkas-pekerja-imbas-ai-di-2030-24GlmzcTrB2/2
Tempo. (2023). Perusahaan Induk Google PHK 12.000 Karyawan karena Fokus pada Peningkatan AI. Diakses pada 22 Maret 2025 pada https://www.tempo.co/ekonomi/perusahaan-induk-google-phk-12-000-karyawan-karena-fokus-pada-peningkatan-ai--227212
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook