Puisi untuk Menegakkan Gelanggang serta Kemerdekaan Kebebasan Dalam Tiga Menguak Takdir
Sastra | 2023-05-05 18:36:02Novel Tiga Menguak Takdir ditulis oleh pengarang ternama Angkatan 45. Novel ini berisikan kumpulan puisi dengan tiga penulis yang datang dari latar belakang yang berbeda, tetapi pemikiran dan perasaan mereka menyatu demi mencapai suatu cita-cita. Saat membaca novel ini, kita dapat menyelami pemikiran dan perasaan Chairil anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani. Pertukaran jiwa yang mempertanggungjawabkan takdir dari adanya orang-orang yang berkumpul sekeliling dan dalam kumpulan itu.
Demi mencapai cita-cita yang mereka sebut sebagai ”suatu tujuan takdir” dengan melupakan perbedaan yang ada pada mereka. Seperti puisi ”Tugu” karya Rivai Apin.
Jangan ada yang pulang dengan darah dan air mata
Tapi sirami bumi, semuanya ini akan bangunkan kegemilangan
Batu kekalahan di atas batu kekalahan
Sekali waktu nanti akan menuju
Di mana kita yang mengukir kemenangan
Generasi Gelangga atau yang dikenal dengan Angkatan 45, lahir dalam kecamuk dan kegetiran perang kemerdekaan. Dalam kutipan sajak di atas, tersirat tujuan akhir yang hendak dicapai, yaitu kemenangan. Kemenangan yang mengantar mereka pada gerbang kemerdekaan. Hal yang diungkapkan oleh Chairil Anwar dalam puisinya ”Karawang – Bekasi”.
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kebebasan dan harapan atau tidak untuk apa-apa
Tekanan-tekanan perasaan dan pikiran serta keadaan ekonomi yang mengguncang pada saat itu, memenjarakan kemerdekaan mereka. Puisi yang menjadi jalan pembebasan dan pelarian ke dasar jiwa sebagai benteng yang tidak dapat direbut. Kemerdekaan kebebasan yang dimaksud oleh Rivai Apin dimaknai sebagai kebebasan berpikir, berkata, atau berkspresiyang harus diperjuangkan sendiri. Seperti yang diungkapkan Rivai Apin dalam karyanya ”Anak Malam”.
Manusia tidak kuasa ikat aku
Melepas aku juga tidak
Dan bukan saja tidak kuasa, tapi tidak bisa
Sedangkan Asrul Sani memaknai kemerdekaan kebebasan dengan menggambarkan ke dunia luas dan alam bebas, seperti yang is tulis dalam pusinya ”Surat dari Ibu”.
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
Pergi ke hidup bebas!
Pergi ke lau lepas, annku sayang
Pergi ke alam bebas!
Puisi juga menjadi sarana mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh para pejuang. Mereka yang rela mengorbankan nyawanya demi tercapainya kemerdekaan yang dicita-citakan bersama. Puisi ”Elgi” karya Rivai Apin yang ditulis untuk mengapresiasi pengeorbanan para pejuang kemerdekaan bangsa.
Kami tak akan lupakan kau, ketika memburu dan berlari
Karena apa yang kami buru dan apa yang kami lari
Untuk itu kau mau serahkan nyawa
Dan kami yang menimbang jasamu
Tidak salah jika ada perkataan ”’Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan-pahlawannya”. Bahkan, Asrul Sani secara khusus menulis ”Sebagai Kenangan kepada Amir Hamzah, Penyair yang Terbunuh”, puisi yang ditulis untuk mengapresiasi perjuangan Amir Hamzah yang terbunuh dalam usahanya memerdekan bangsa lewat sajak-sajaknya.
Kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir terbit pertama kali di Balai Pustaka tahun 1950. tahun yang sama, surat ”Kepercayaan Gelanggang” diterbitkan di majalah. Surat yang menjadi jawaban Polemik Kebudayaan generasi Pujangga Baru. Sebuah upaya menguak Takdir, sang pelopor angkatan Pujangga Baru. Angkatan yang baru pun ditegakkan. Chairil, Rivai, dan Asrul mengjawantahkan sikap berperngarangan serta gerak estetika melalui buku Tiga Menguak Takdir. Sehingga sajak-sajak ini berkatalah dengan sendirinya.
Puisi yang tulis agar generasi bangsa tidak akan lupa akan jasa-jasa perjuangan pahlawan yang berusaha mencapai kemerdaan. Kisah yang dituang dalam puisi agar menarik banyak orang dengan sajak-sajak yang indah.
Surat Kepercayaan Gelanggang
Kami adalah ahli waris jang sah dari kebudajaan dunia dan kebudajaan ini kami teruskan dengan tjara kami sendiri. Kami lahir dari kalngan orang-banjak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan tjampur-baur dari mana dunia-dunia baru jang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesia-an kami tidak semata-mata karena kulit kami jang sawo-matang, rambut kami jang hitam atau tulang pelipis kami jang mendjorok ke depan., tetapi lebih banyak oleh apa jang diutarkan oleh wudjud pernjataan hati dan pikiran kami.
Kami tidak akan memberikan suatau kata-ikatan untuk kebudajaan indonesia. Kalau kami bitjara tentang kebudayaan indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudajaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudajaanbaru jang sehat. Kebudajaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara jang disebabkan suara-suara jang dilontarkan dari segala sudut dunia dan jang kemudian dilontarkan kembali dalam suuara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha jang mempersempit dan menghalangi tidak betulnja pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang jang harus dihantjurkan. Demikian kami berpendapat bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu aseli; jang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam tjara kami mentjari, membahas., dan menelaah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang jang mengetahui adanja saling pengaruh antara masjarakat seniman.
Djakarta, 18 Perbruari 1950
Demikian kisah Perjuangan Menegakkan Gelanggang dari Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani yang tertuang dalam novel Tiga Menguak Takdir karya Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani yang dituang dalam puisi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.