Menyelami Konflik Batin dalam Novel Pukul Setengah Lima dengan Kacamata Psikologi Sastra
Sastra | 2024-07-03 21:11:00Apakah kalian pernah membaca sebuah karya sastra yang menggambarkan kejiwaan tokoh utamanya begitu apik? Apakah kalian pernah menemukan sebuah karya sastra yang mampu membawa pembacanya, menyelami keadaan jiwa para tokoh dengan baik? Apakah kalian mempunyai satu atau lebih karya sastra, yang tokoh di dalamnya mengalami masalah psikologis yang rumit? Mengapa hal-hal terkait kejiwaan atau psikologi dapat ditemukan pada setiap tokoh dalam karya sastra? Karena, pada dasarnya para pengarang berusaha merepresentasikan kondisi kejiwaan yang tepat dalam menggambarkan setiap tokoh. Respon atau sikap yang acapkali digambarkan pengarang pada setiap tokoh, merupakan bentuk akibat dari kondisi kejiwaan, psikologis, atau perasaan yang dirasakan sesuai dengan konflik dalam cerita.
Seperti yang diketahui bersama, bahwa karya sastra merupakan bentuk representasi nyata kehidupan manusia. Representasi tersebut tidak hanya dalam aspek sosial atau agama, tetapi juga dalam aspek kejiwaan atau psikologi. Jadi, untuk menyelami keadaan psikologis para tokoh dalam karya sastra seperti cerpen atau novel, diperlukan suatu ilmu yaitu psikologi sastra. Psikologi sastra merupakan keilmuan yang dapat digunakan untuk menelusuri kondisi psikologi dalam karya sastra, baik psikologi pembaca, psikologi tokoh atau karya itu sendiri, maupun psikologi pengarangnya.
Kondisi kejiwaan atau psikologi dalam karya sastra, misalnya yang terlihat dari para tokoh dapat dipengaruhi dari konflik yang dimunculkan. Kondisi tersebut dapat didasari dari konflik fisik maupun konflik batin. Konflik fisik yaitu, konflik psikologis yang dialami dari luar diri. Sedangkan konflik batin merupakan konflik psikologis yang dialami dari dalam diri. Jadi, konflik batin berasal dari dalam diri sendiri, atau perkelahian di antara diri sendiri.
Salah satu karya sastra yang di dalamnya tercermin bentuk konflik batin yang pelik, ialah novel “Pukul Setengah Lima” karya Rintik Sedu. Novel tersebut terbit di Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2023. Novel dengan 208 halaman tersebut ditulis langsung oleh Rintik Sedu yang memiliki nama asli Tsana. Novel tersebut merupakan novel populer yang berhasil dicetak hingga ribuan eksemplar hingga saat ini. Novel ini sangat digandrungi oleh masyarakat, terutama remaja dan dewasa dikarenakan ceritanya yang begitu relate dengan kehidupan.
Novel “Pukul Setengah Lima” karya Rintik Sedu menceritakan tentang seorang perempuan bernama Alina yang mengalami banyak konflik dalam kehidupan, sehingga perlahan ia kehilangan jati dirinya sendiri. Alina selalu mempertanyakan apa yang sebenarnya ia inginkan? dan apa yang seharusnya ia lakukan? Alina mengalami banyak hal dalam kehidupannya, mulai dari masalah keluarga hingga asmara. Perjalanan Alina dimulai dari dirinya sendiri, hingga harus menyamar menjadi orang lain hanya untuk menikmati kebahagiaan dalam hidup. Perempuan yang kehilangan rumah, dan mencoba untuk mencari pijakannya sendiri.
Kelebihan dalam novel ini, yaitu bahasanya mudah dipahami, walaupun tidak menghilangkan kesan estetika dari beberapa kosakata yang indah. Selain itu, ceritanya tidak membosankan dengan pembawaan alur yang menarik. Cara pengarang menggunakan alur maju-mundur sangat menarik, pembaca harus benar-benar fokus agar tidak terkecoh ketika tiba-tiba saja berhadapan dengan alur mundur, dan tiba-tiba maju kembali. Cerita dalam novel ini pun tidak bertele-tele. Sedangkan, kekurangan dalam novel ini terletak saat mendekati akhir cerita yang terkesan buru-buru, dan meninggalkan banyak hal yang belum terjawab.
Konflik Batin Tokoh Alina dalam Novel “Pukul Setengah Lima”
Pada novel “Pukul Setengah Lima” karya Rintik Sedu, pengarang menggambarkan kondisi psikologis tokoh utama dengan sangat jelas. Setiap respon dan sikap tokoh Alina dalam novel tersebut merupakan gambaran dari kondisi kejiwaannya saat menghadapi konflik batin dengan dirinya sendiri. Tokoh Alina berkali-kali mengalami pertentangan dan konflik dengan dirinya sendiri, sehingga menjadikan sosoknya terkesan jahat.
Konflik batik tokoh Alina dalam novel “Pukul Setengah Lima” merupakan bentuk pertentangan antara dirinya sendiri. Berikut adalah penjelasan mengenai konflik batik yang dialami oleh tokoh Alina.
Pertama, tokoh Alina merasa asing dengan dirinya sendiri. Setelah mengalami konflik dengan keluarganya juga, Alina merasa dirinya berbeda dengan orang lain. Ia merasa tidak berhak memiliki rumah. Alina merasa dirinya kehilangan pijakan yang tepat dalam kehidupannya.
Kedua, ketidakmampuan Alina dalam menghargai kekasihnya yaitu Tio, merupakan bentuk pertentangan Alina dengan dirinya karena merasa tidak pantas disayangi oleh orang lain. Alina merasa dirinya adalah seseorang yang tidak pantas dicintai dengan tulus. Ia selalu berpikir bahwa dirinya begitu jahat kepada sang kekasih.
Ketiga, Alina tidak mempercayai cinta yang tulus. Dikarenakan permasalahan keluarga yang menimpa kedua orang tuanya, Alina jadi merasa kehilangan kepercayaan akan cinta. Hal tersebut membuat Alina tidak memberikan ruang sedikitpun bagi dirinya untuk menerima bahkan menyayangi Tio dengan sangat tulus.
Keempat, Alina selalu menutupi segala permasalahan dalam kehidupannya, bahkan terhadap sang kekasih. Ketika Tio berusaha untuk menjadi seseorang yang mampu menampung segala kesedihan dan permasalahan Alina, tetapi Alina memilih untuk menutup diri dan menghindari perhatian Tio.
Kelima, Alina harus menjadi orang lain dan menikmati suatu kebohongan untuk merasakan kebahagiaan yang telah lama tidak dirasakan. Alina berkali-kali bertengkar dengan dirinya sendiri, di antara pilihan mengakui kebohongannya atau menikmati kebohongan yang mampu memberikannya sepotong kebahagiaan.
Konflik batin yang dialami oleh tokoh Alina dalam novel “Pukul Setengah Lima” karya Rintik Sedu merupakan gambaran kejiwaan atau psikologis dalam karya sastra. Sikap yang digambarkan oleh pengarang pada tokoh Alina sangat menggambarkan konflik batin yang pelik dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu psikologi sastra, kita dapat menyelami segala kondisi kejiwaan tokoh dalam karya sastra. Kondisi kejiwaan atau psikologis tokoh dalam karya sastra dapat menjadi gambaran nyata suatu kondisi yang sering dirasakan oleh manusia, atau bahkan diri sendiri. Hal ini lah yang menjadikan sebuah novel terkadang sangat relate dengan kehidupan.
Adinda Destiana Aisyah, mahasisiwi Fakultas Sastra, Sastra Indonesia, Universitas Pamulang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.