Menyoal Bima yang Menjandakan Mega
Politik | 2023-05-02 13:07:19Ramainya ekspresi tak santun dari seorang Bima sudah mulai mengganggu ketenangan publik. Bima yang awalnya mengomentari wilayah Lampung sebagai dajjal, belakang mulai berusaha mencari pengakuan dan pembenaran. Kali ini yang diusik ada status Ketua Umum PDI-P, Megawati Sukarnoputri.
Mega yang baru saja memberikan kepercayaan kepada Ganjar sebagai calon presiden 2024, dikomentari Bima melalui unggahan media sosialnya. Bima menyebut Mega dengan status janda.
Ungkapan ini, entah didasari oleh kekesalan atau murni untuk menegaskan status Mega, hanya Bima yang tahu maksudnya. Namun, jika ditilik dari adab ketimuran, sebutan janda sungguh tak layak untuk disematkan kepada siapa pun wanita itu, yang telah bercerai atau ditinggal wafat suaminya. Apapun alasannya, orang yang menjalani status ini pasti hatinya berat. Selalu saja ada upaya untuk menghibur diri agar kenangan lama menjadi sesuatu yang berharga.
Dari sisi aspek kesantunan, konteks janda yang diberikan kepada Megawati tidak patut untuk ditunjukkan. Toh semua orang sudah paham, lantas buat apa harus dijelaskan, diperjelas, bahkan ditegaskan? Buat apa?
Status janda bukan sebuah aib. Hanya mereka para perempuan yang berstatus itulah, yang paham lika-likunya. Bima pun tak seharusnya mengumbar kekesalan kepada Megawati - apapun alasannya - hanya sekadar untuk menegaskan status. Tak perlu itu dan tak akan menguntungkan buat lawan politik Mega.
Meskipun ia sudah minta maaf dan tak bermaksud menyerang atau merendahkan Mega. Tapi kali ini dia keliru, dan dinilai tak sopan oleh publik. Semoga saja tindakannya ini murni karena ketidakcermatannya, bukan karena sesuatu akibat ketenarannya sebelumnya.
Kini semua berbalik dengan cepat. Yang ada justru simpati. Yang awalnya ketika Ganjar mau dinobatkan sebagai capres, diketahui bahwa survei publik agak sentimen terhadap Ganjar dan PDI-P gegara U-20. Catat ya, kekesalan Bima bisa saja akan mendongkrak popularitas PDI-P dan Ganjar yang akan bertarung tahun depan.
Sepertinya Bima tidak menjangkau prediksi ini. Ternyata masih ada sisi dunia lain, yang belum terjamah Bima. Ia seharusnya berkaca dari pengalaman sentimen publik yang gampang beralih simpatinya kepada mereka yang harus diberi iba atau simpati.
Pengalaman Bima tentu masih jauh dibandingkan dengan para senior yang - tentu dan seharusnya tidak akan tersingguh oleh ekspresi anak sekelas Bima. Tidak sefrekuensi, katanya. Jika bisa demikian, andaikata ada pihak media yang menanyakan dan meminta pendapat tentang Bima, tak perlu digubris. Jika salah ucap, bisa hilang simpati yang mulai merapat. Eman-eman sebab partai mana pun saat ini lagi butuh pundi-pundi suara. Bagi partai, publik adalah berlian yang harus dibelai lembut dan jangan sampai tersakiti.
Cukuplah Bima dengan Dajjal-nya dan selebihnya adalah dagelan. Di kasus Dajjal, Bima sudah merasa didukung dan dia terbuai. Kali ini salah strategi dan berpeluang mendatangkan keuntungan buat Mega, termasuk Ganjar secara implisit.
Jadi jika ada partai politik yang ingin meng-endorse Bima sepertinya sudah habis masanya sebab followers-nya sudah mulai gerah dengan ketidaksantunannya. Terima kasih Bima, sudah membantu orang yang kau juluki janda. Walaupun janda bukanlah predikat, tetapi bagian dari kelas kata - yang dalam bahasa Indonesia, bisa merujuk pada orang, benda, tempat, atau konsep.
Ilustrasi: freepik
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.