Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amelia Arum Ramadhani

Ironi Hari Buku Sedunia dan Kurangnya Minat Baca

Sastra | Tuesday, 02 May 2023, 08:22 WIB

23 April lalu diperingati sebagai Hari Buku Sedunia, dikenal juga sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia yang ditetapkan pada tanggal 23 April 1995 oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Pemilihan tanggal ini merupakan bentuk penghormatan kematian tiga penulis besar dunia, Miguel de Cervantes, William Shakespeare, dan Inca Garcilaso de la Vega. Setiap tahunnya, UNESCO akan memilih World Book Capital atau ibukota negara untuk melakukan promosi buku dan membaca selama satu tahun. Pada tahun 2023, Accra (Ghana) dipilih sebagai The World Book Capital.

World book day. Sumber: bintang pustaka.com

Buku merupakan jendela dunia, kita dapat berkeliling dan mengetahui isi dunia dengan hanya membaca. Buku juga menjadi jembatan bagi suatu bangsa untuk maju, karena perkembangan suatu negara tidak terlepas dari sumbangsih orang-orang yang rajin dan membaca buku. Finlandia yang merupakan negara maju di Eropa menyabet penghargaan sebagai penduduk dengan minat baca tertinggi di dunia. Peraihan prestasi ini tidak terlepas dari peran negara dalam menjadikan kegiatan membaca sebagai budaya dan menyediakan semua fasilitas membaca secara lengkap, tercatat terdapat 738 perpustakaan yang terbagi menjadi perpustakaan umum dan perpustakaan universitas di seluruh Finlandia.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, Indonesia memiliki 10.794 perpustakaan yang didominasi oleh perpustakaan sekolah sebanyak 80,24% atau setara dengan 8.662 perpustakaan. Bila dilihat berdasarkan angka telanjang, jumlahnya memang terlihat banyak, namun bila ditinjau kembali rasanya belumlah cukup untuk negara dengan jumlah penduduk yang mencapai 270 juta jiwa. Data yang disampaikan oleh duniaperpustakaan.com menunjukkan bahwa jumlah buku yang beredar hanya mencapai 22.318.083. Apabila digambarkan dengan rasio antara buku dengan jumlah penduduk nasional, nilainya hanya sekitar 0,09, artinya 9 orang menunggu 1 buku.

Tidak hanya ditunggangi oleh keterbatasan ketersediaan buku, minat baca yang rendah juga menjadi momok pelengkap ironi hari buku. Terdapat beberapa sumber yang menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat. Pertama, UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi kedua terbawah berdasarkan bidang literasi dunia. UNESCO juga menambahkan bahwa minat masyarakat di Indonesia sangatlah memperhatikan, jumlahnya hanya 0,001%. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa dari 1000 orang di Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Kedua, berdasarkan survei tiga tahunan dalam Program for International Student Assesment (PISA) yang diinisiasi oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Indonesia menempati posisi ke-62 dari 70 berdasarkan kemampuan literasi siswa. Penyebab masalah ini dikarenakan kurangnya akses anak terhadap buku, ditambah kurangnya kebiasaan membaca dari masyarakat serta kondisi geografis Indonesia yang unik memberikan tantangan dalam pemerataan distribusi buku.

Penilaian internasional PISA. Sumber: kompasiana.com

Kedua data yang telah dirangkum menunjukkan bahwa literasi menjadi permasalahan penting yang harus dibenahi, mengingat buku merupakan suatu hal yang vital dalam keberlangsungan perkembangan negara. Hanya bangsa dengan minat baca tinggi yang dapat mengantarkan suatu negara bergerak menuju negara maju. Rendahnya minat baca menjadi tamparan bahwa sistem pendidikan Indonesia belum cukup dalam menumbuhkan budaya membaca. Guna membentuk Indonesia sebagai bangsa yang literat, maka kita perlu menanamkan budaya membaca sejak dini hingga kini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image