Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Luthfiati Hanifah

Mudah Bagi Allah

Agama | Tuesday, 02 May 2023, 00:58 WIB

Ini adalah sepenggal kisah saat i’tikaf kemarin. Di masjid sebuah pondok pesantren yang telah berdiri sejak dua puluh sembilan tahun yang lalu.

credit: youtube Pondok Pesantren Darusy Syahadah
credit: youtube Pondok Pesantren Darusy Syahadah

Saat tengah asik menikmati menu buka puasa sambil berbincang dengan teman, tiba-tiba ikut bergabung bersama kami seorang ibu paruh baya dengan kurma dan cilok di tangan beliau.

“Saya boleh di sini ya?” tanya beliau.

Monggo, bu. Silakan,” jawab kami antusias karena kami pun hanya berdua saja saat itu.

“Ibu dari mana?”

“Jangan ibu, panggil Budhe Ning saja.”

Beliau lantas menuturkan perjalanannya. Berasal dari ‘Kota Garam’ alias Rembang, beliau bertekad menempuh perjalanan yang tidak sebentar, kurang lebih empat jam jika tidak macet. Tahun lalu beliau ‘tidak sengaja’ beri’tikaf di sini. Ceritanya, beliau sedang menginap di rumah saudaranya. Ketika beliau berniat untuk belanja ke pasar, beliau melihat beberapa perempuan bercadar yang menarik hati beliau. Setelah bertanya beberapa hal, akhirnya beliau memutuskan untuk ikut i’tikaf. Pengalaman tahun sebelumnya lah yang membuat beliau berazam untuk kembali beri’tikaf di tempat yang menurut beliau dapat menenangkan jiwa, walau harus meminta izin anaknya karena qodarullah anak beliau sedang sakit.

Meski parasnya terlihat lebih tua dari usianya, beliau masih ceria dan bersemangat mengikuti setiap kegiatan maupun ibadah mandiri. Beliau juga bercerita tentang jajanan dan makanan khas Rembang, salah satunya sayur mangut dengan iwak pe.

Hari berikutnya, saat kajian menjelang buka puasa, ustadz menyampaikan tentang tafsir Surat Maryam. Surat ini menjelaskan tentang rahmat dan kasih sayang Allah kepada Nabi Zakaria ‘alaihissalam. Di usianya yang sudah tidak lagi muda bahkan istrinya pun dikatakan mandul, Nabi Zakaria 'alaihissalam tidak berputus asa memohon kepada Allah agar diberi keturunan.

Lantas apa yang menjadikan beliau 'alaihissalam terus meminta keturunan kepada Allah? Mengapa memiliki keturunan menjadi sangat penting?

Beliau takut, di usianya yang sudah sangat tua, tidak ada lagi yang membimbing keluarganya ke jalan Allah. Beliau juga ingin agar keturunannya mewarisi aqidah, agama, ilmu, hikmah, kenabian dan perjuangan menegakkan agama Allah. MasyaAllah, sungguh visi yang luar biasa. Sebuah counter atas opini free child yang sedang digaungkan di tengah masyarakat kita. Cita-cita yang bervisi akhirat.

Maka dengan terus berprasangka baik kepada Allah dan mengharap rahmat-Nya, Nabi Zakaria 'alaihissalam berdo'a dengan suara yang lirih. Menunjukkan kelemahan diri dan merasa sangat membutuhkan Allah. Meskipun terasa mustahil, tapi bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin.

Maka Allah menjawab do'a beliau dengan kabar gembira, yakni memberikan keturunan yang shalih dengan kelahiran Nabi Yahya 'alaihissalam. Tentu meski sudah Allah kabulkan, beliau tetap merasa heran, karena usianya memang sudah renta dan istrinya pun mandul sejak semula. Tapi di sini Allah menunjukkan, bahwa mudah bagi Allah untuk menghendaki sesuatu, walau di luar nalar manusia.

{كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ}

Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku." (Maryam: 9)

Masih di Surat Maryam, Allah menceritakan kisah Ibunda Maryam (seorang wanita yang taat beribadah dan sangat menjaga kesuciannya) dan penciptaan putranya, Isa 'alaihissalam tanpa seorang ayah. Kedua kisah tersebut memiliki kemiripan dan kesamaan, yakni Allah membuktikan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Allah Maha Kuasa untuk menciptakan segala yang dikehendaki-Nya. Tidak ada hal mustahil bagi Allah.

Sungguh, selain suasana kekeluargaannya dan kegiatannya, recharge dan booster iman seperti inilah yang membuat betah dan tidak ingin pulang.

Oiya, qodarullah suara Budhe Ning serak sampai hampir tidak terdengar. Ibu-ibu peserta i'tikaf yang lain berusaha membantu beliau, ada yang memijat ada pula yang ngerokin. MasyaAllah baru sehari sudah seperti keluarga sendiri. Begitulah akhlak sesama muslim tercermin di sini.

Pagi harinya Budhe Ning menghampiri kami dengan barang bawaan yang sudah ter-packing rapi. Beliau mencoba tenang meski tampak sedikit kegelisahan di wajahnya.

"Budhe pamit pulang dulu ya."

"Kok sudah pulang Budhe? Ke Rembang ini?" tanya kami.

"Iya, anak Budhe sakit. Minta doa'nya ya, anak Budhe sakit leukimia," terang beliau sambil berpamitan dan memeluk kami.

Kaget. Tidak menyangka bahwa sakit anak beliau seserius ini.

Kami ikut menghantarkan beliau pulang hingga di depan masjid. Tak terasa hangat air mata menetes di pipi.

Momen i'tikaf ini pasti sangat beliau nanti. Momen untuk bermunajat kepada Allah, memohon kepada-Nya di bulan terbaik, di malam-malam terakhir yang mustajab. Meski jauh jarak yang beliau tempuh, Allah beri kekuatan dan harapan bagi beliau, melalui kisah Nabi Zakaria 'alaihissalam dan kisah Maryam. Dua kisah yang menunjukkan kuasa Allah. Mudah bagi Allah ketika sudah berkehendak. Kun fayakun.

Do'a kami untuk Budhe Ning, semoga Allah beri balasan terbaik atas kesabaran Budhe dan anaknya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image