Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shoofiyah Nabilah

Dampak Tradisi Pemberian THR Saat Lebaran terhadap Perkembangan Karakter Anak

Edukasi | Monday, 01 May 2023, 08:17 WIB

Oleh : Shoofiyah Nabilah

Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Illustration by Shoofiyah Nabilah

Perayaan Idul Fitri tidak luput dengan tradisi pembagian THR (Tunjangan Hari Raya). Setelah sebulan penuh berpuasa, THR telah dinanti-nanti oleh kalangan masyarakat. Tunjangan Hari Raya atau THR adalah pendapatan di luar gaji atau non-upah yang wajib dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan. Pemberian THR tidak hanya pada hari raya Idul Fitri, tetapi hari raya Natal dan Imlek juga memiliki tradisi pembagian THR yang biasa disebut angpau. Namun, apakah pembagian THR pada anak wajib dilakukan? Hal tersebut dapat kita lihat pada hari raya Idul Fitri dimana semua keluarga besar saling berkumpul dan pastinya pada momen tersebut mereka membagikan uang THR.

Dari kebiasaan tersebut dapat dipertanyakan: apakah tradisi pemberian THR yang berulang ini ini dapat memberikan efek pada anak-anak? Pasalnya, ketika pemberian THR ini dilakukan biasanya anak-anak akan menjadi peminta. Kebiasaan meminta-minta pada anak didasari oleh lingkungan sekitarnya. Tidak hanya itu, dasarnya kebiasaan meminta-minta juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua terhadap anaknya. Tidak sedikit orang tua yang menuruti segala keinginan terhadap anaknya dengan alasan menebus rasa bersalah kepada anak dikarenakan waktu yang dihabiskan untuk bekerja lebih banyak dan juga rasa tidak siap menghadapi anak tantrum.

Menurut Berk dalam Yulsyofriend (2013:1), mengatakan bahwa anak usia dini merupakan individu yang sedang menjalani proses tumbuh kembang yang pesat dan fundamental dalam keberlangsungan hidup kedepannya. Dapat kita simpulkan bahwa anak usia dini merupakan pribadi yang unik, dinamis, dan juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sehingga mempraktekan apa yang ia lihat tanpa mengetahui benar dan salahnya. Oleh karena itu, pentingnya peran orang tua dalam pola asuh terhadap anak.

Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya merupakan parental control yaitu bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua untuk beradaptasi dengan lingkungan, mengenal dunia sekitar, dan juga pola pergaulan hidup di lingkungan. Pola asuh orang tua pada anak akan membentuk karakter pada anak, dengan ini orang tua hendaknya memberikan stimulasi yang cukup pada anaknya karena jika kurang atau tidak memenuhi akan berdampak pada kemampuan sosialnya dan diperlukan juga lingkungan yang mendukung proses pertumbuhan pada anak.

Oleh karena itu, peran orang tua serta lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Jika pola asuh orang tua dan juga lingkungan baik pada anak, kebiasaan buruk meminta-minta tidak akan terealisasikan. Dengan kata lain, seharusnya orang tua memberi pemahaman terhadap anak bahwa meminta-minta merupakan kebiasaan yang tidak baik dan juga menerapkan etika yang baik, seperti tidak mengharapkan pemberian apapun dari orang lain dan juga memberikan pemahaman bahwa hari raya Idul Fitri bukan ajang pencarian uang melainkan ajang untuk saling memaafkan dan juga bersilaturahmi terhadap sesama sanak keluarga.

Referensi

dr. Rizki Pradana Tamin (2021). Ketahui Dampak Menuruti Semua Keinginan anak dan Cara Menghentikannya. Alodokter. Available at: https://www.alodokter.com/menuruti-semua-keinginan-anak-dapat-berdampak-negatif-ini-cara-menghentikannya (Accessed: April 30, 2023).

Rani Handayani (2021) “Karakteristik Pola-Pola Pengasuhan Anak Usia Dini Dalam Keluarga,” Kiddo: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(2), pp. 159–168. Available at: https://doi.org/10.19105/kiddo.v2i2.4797 (Accessed: April 30, 2023).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image