Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Apriana Susaei

AC Milan, Lebaran dan Nostalgia Kampung Halaman

Curhat | Friday, 28 Apr 2023, 17:46 WIB
Ilustrasi AC Milan (pixabay.com/jorono)

Di tanah kering di pinggir rumah, yang sebelumnya masih berupa sawah, yang patahan batang-batang padinya masih berserakan, gundukan dan timbul di tanah. Bersorak anak kecil, kurus, menggiring bola sambil berlari mengusap ingus.

Dia tertawa lepas, riang bersama teman-temannya yang sebaya, bermain dengan bola yang kulitnya sudah mengelupas, jahitan benangnya hampir lepas. Bola yang sudah lama dipakainya bermain bersama teman-teman, ditendang ke sana ke mari, tak pernah ada ganti.

Berbeda dengan temannya, dia menggunakan baju bergaris hitam merah berkerah, berbahan seperti kulit jeruk, yang dahulu dia titip kepada ibunya yang sedang belanja di pasar.

“Tak terlalu buruk.” Ujarnya.

Baju dengan logo AC Milan, dia tulis sendiri nama di punggungnya menggunakan spidol abu-abu dengan merek Snowman.

Albertini, nomor punggung empat. Begitu dia ingat. Pemain bola yang hebat. Larinya sangat cepat dan operan bolanya juga tepat, akurat. Saat di lapangan Albertini berada dimana-mana, di sisi lapangan, di tengah mengatur serangan, di belakang menghalau dengan sundulan.

Dia adalah satu dari sekian banyak anak-anak yang menikmati kejayaan AC Milan pada tahun 90-an. Menikmati sepakbola ala pelatih Fabio Capello di setiap malam senin di layar televisi berlogo RCTI.

Di samping bapak dan juga kakaknya, dia menonton bersama, sambil tiduran di lantai beralas tikar pandan yang ujungnya rusak tak bersulam jahitan. Terkadang dia membuat bapaknya marah, karena lupa besok harus sekolah.

Saat beranjak dewasa, beberapa puluh tahun berselang, ketika teringat AC Milan tahun 90-an, dia ingat kampung halaman. Ketika dia ingat kampung halaman, dia teringat lebaran.

AC Milan saat itu tak terkalahkan, menguasai Liga Italia sampai tahunan. AC milan saat itu menjadi klub impian. Dalam sepakbola, orang bisa berganti istri, politik dan juga agama, tetapi tidak akan pernah berganti klub idola.

Sebut saja duo ganteng Alessandro Costacurta dan Paolo Maldini, ada juga tembok Franco Baresi. Si lincah Donadoni dan mesin gol Dejan Savicevic.

AC Milan adalah kesenangan, seperti juga halnya lebaran. Bicara AC Milan saat itu adalah kemenangan, begitu juga lebaran, bukan?

Seperti hari ini, ketika lebaran tiba. Ingatan tentang kejayaan AC milan 90-an dan nostalgia kampung halaman, terungkit dalam sel-sel otak di dalam kepala, membangkitkan senyuman, kesenangan bermain bola bersama teman-teman sebaya di kampung halaman tercinta.

Bermandi keringat saat senja turun melukis jingga pada langit yang mulai temaram menunggu malam, kami berhenti bermain bola saat azan maghrib terdengar di telinga. Tak peduli hari biasa atau sedang puasa. Kami bahagia bermain bola.

“Aih, Nostalgia.” Gumamku.

Kesenangan yang selalu datang dengan riang tawa, masa kecil yang bahagia.

Kembali ke kampung halaman, melihat sawah yang telah berubah menjadi rumah, lapangan yang dahulu tempat bermain bola. Menemui bapak, ibu dan saudara. Berkumpul dengan teman-teman lama sepermainan, yang saat ini telah terpisah meninggalkan kampung halaman, menempuh jalan hidup masing-masing demi masa depan.

Tahukah kamu, mengapa memori itu begitu terpatri.

Iya, karena kenangan dan kesenangan adalah bahan-bahan yang mudah berkelindan menancap dalam ingatan. Berapa banyak lagu anak-anak yang kita ingat? Mengapa hal itu tidak mudah kita lupakan? Apakah karena saat itu kita bernyanyi dalam kesenangan? Mungkin begitulah dia menjadi ingatan.

Pengalaman menyenangkan lebih mudah diingat, bukan?

Ingatan tentang kampung halaman, ingatan tentang lebaran dan ingatan tentang AC Milan tahun 90-an. Ah, masa kecil yang bahagia. Nostalgia.

Pandeglang, 22 April 2023.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image