Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Adakah yang Salah dengan Penerapan Kebijakan Pendidikan Kita?

Edukasi | Friday, 28 Apr 2023, 10:53 WIB
Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat. (istimewa)

Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)

Dalam beberapa bulan belakangan ini, berita tentang penganiayaan oleh anak seorang pejabat terhadap anak petinggi organisasi keagamaan, selalu menjadi konsumsi harian. Dalam perjalanan mengikuti perkembangan penanganan kejadian tersebut, sempat menemukan fakta yang terungkap pada persidangan. Dalam proses persidangan diungkapkan bagaimana perilaku mereka. Ternyata, apa yang dilakukan, sudah di luar perkiraan semula. Dalam kapasitas sebagai siswa, perilakunya telah di luar norma yang berlaku. Sebuah perilaku yang tidak pantas dilakukan dalam kapasitas sebagai siswa. Sebuah potret miris yang harus mendapat perhatian ekstra. Kenyataan yang harus disikapi dengan bijak oleh para pemangku kepentingan.

Adakah yang salah dengan penerapan kebijakan pendidikan kita, sehingga kenyataan seperti diungkapkan di atas bisa terjadi? Tentunya pertanyaan itu patut dilontarkan karena fenomena degradasi karakter telah tersaji di depan mata. Sekalipun demikian, penggeneralisasian adanya kesalahan penerapan kebijakan pendidikan tidak dapat serta-merta disimpulkan sebagai penyebabnya. Pendidikan tidak dapat dipersalahkan karena banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena demikian. Penyimpangan tersebut masih bersifat kasuistis. Penyimpangan tersebut merupakan segelintir kecil dari berbagai keberhasilan yang diperlihatkan para siswa lainnya.

Sekalipun demikian, terjadinya fenomena demikian harus menjadi dasar pemicu penerapan kebijakan yang mengarah pada upaya perbaikan ke depan. Sebagai salah satu ranah yang berperan dalam membentuk dan menyiapkan para generasi penerus bangsa, pendidikan harus aware dengan fenomena yang tengah berlangsung. Pendidikan harus menjadi ranah terdepan dalam memosisikan mereka menjadi menjadi sosok tangguh dalam menghadapi dinamika kehidupan masa kini dan masa depan.

Langkah yang harus dilakukan dalam tataran mikro adalah meninjau dan memperkuat kebijakan pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Berbagai regulasi yang menjadi acuan pelaksanaannya telah mewarnai ranah pendidikan. Penerjemahan atas regulasi dimaksud harus dapat dilakukan oleh setiap pengelola satuan pendidikan. Demikian juga dengan penerapannya secara konsisten dalam bentuk kebijakan satuan pendidikan. Hal itu dimungkinkan menjadi alternatif dalam pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya pembelajaran pada setiap satuan pendidikan.

Kenyataan memperlihatkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan masih lebih menitikberatkan pada penguatan ranah kognitif, sehingga ranah lainnya tidak mendapat sentuhan secara proporsional. Padahal, pelaksanaan pembelajaran mengarah pada upaya penguatan ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan). Kedua ranah terakhir dipandang masih kurang mendapat sentuhan secara optimal.

Karena itu, salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah mencari formulasi dalam upaya melakukan pemasivan penguatan ketiga ranah secara proporsional. Salah satunya adalah penguatan ranah afektif. Dalam upaya melakukan penguatan ranah afektif, Kemendikbudristek sudah merilis regulasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sejak beberapa tahun lalu. Langkah mengoptimalkan PPK ini dimungkinkan dapat menjadi solusi dalam mengurangi merebaknya penyimpangan karakter siswa.

Sedikitnya ditemukan dua tipikal outcomes pendidikan yang dapat diimplementasikan oleh setiap satuan pendidikan. Pertama, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan ‘knowing’. Kedua, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan ‘being’. Pendidikan dengan tipikal insan ‘knowing’, mentreatment siswa untuk sekedar tahu pengetahuan tanpa menekankan lebih jauh tentang kebermaknaan dan keterpakaian pengetahuannya oleh setiap siswa. Dengan demikian, saat siswa sudah memahami pengetahuan yang diberikan, maka siswa sudah dianggap selesai mengenyam pendidikan. Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan ‘being’, memberi perlakuan yang lebih jauh. Pengetahuan yang diberikan tidak sebatas menjadi pengetahuan milik siswa, tetapi harus pula diimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Dengan demikian, pasca penerimaan pengetahuan oleh siswa, mereka memiliki kewajiban untuk mengimplemantasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya.

Seperti dipaparan di atas, penerapan pola pendidikan yang selama ini berlangsung, terlalu berat pada penguatan ranah kognitif, sedangkan ranah afektif, dan psikomotor seakan terabaikan begitu saja. Padahal, mengacu pada regulasi pembelajaran yang harus diterapkan setiap pendidik, mereka dituntut untuk melakukan pembelajaran dengan menyentuh ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian, satuan pendidikan sebagai bagian dari sistem pendidikan dituntut untuk melahirkan siswanya agar menjadi insan ‘being’ bukan menjadikan insan ‘knowing’ semata.

Siswa yang dititipkan orang tuanya pada setiap satuan pendidikan adalah karunia Allah SWT yang tak terhingga dan tak ternilai harganya. Mereka dititipkan dengan harapan menjadi sosok tanggung sehingga dapat survife dalam menghadapi dinamika kehidupan masa depan. Kepercayaan yang diberikan pada satuan pendidikan, sudah sepantasnya dimaknai sebagai kewajiban yang harus dijalankan melalui cara mendidik sebaik-baiknya. Kewajiban untuk menyiapkan mereka sehingga dapat bertumbuh dan berkembang menjadi generasi tangguh yang akan dapat berkiprah pada masa depan.

Penyadaran akan pentingnya perhatian optimal kepada siswa dari setiap sekolah perlu terus didorong dan diyakinan kepada seluruh ekosistem satuan pendidikan. Kesadaran akan pentingnya perhatian terhadap siswa yang tengah berada pada masa bertumbuh dan berkembang itu harus menjadi core berbagai kebijakan yang diterapkan satuan pendidikan. Mereka sedang berada pada moment terbaik dalam upaya membangun pondasi guna menghadapi dinamika kehidupan masa depannya. Melalui keterbangunan pondasi yang kuat, mereka diharapkan akan bertumbuh menjadi generasi harapan masa depan, sehingga dapat berkontribusi dalam membangun bangsa dan negara ini.

Dengan demikian, alangkah baiknya bila warna pendidikan yang diterapkan oleh satuan pendidikan lebih ditekankan pada upaya memberi penguatan terhadap bertumbuh dan berkembangnya karakter setiap siswa. Lewat upaya tersebut karakter yang dibangun diharapkan mengkristal pada diri setiap siswa.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image