Bersiap Atasi Karhutla
Info Terkini | 2023-04-27 17:34:47
Datangnya musim kemarau dan fenomena cuaca panas di berbagai daerah berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Hiruk pikuk tahun politik hendaknya tidak mengurangi kesiapsiagaan seluruh pihak untuk mencegah karhutla. Seperti tahun-tahun sebelumnya lima provinsi yakni Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi sangat rawan terjadi karhutla.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama ini tak pernah lepas dari kesiagaan mengatasi Karhutla. Bencana asap mengganggu aktivitas masyarakat dan perekonomian. Para pekerja yang dekat dengan sumber karhutla berpotensi mengalami gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja.
Balitbang Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa dampak kesehatan akibat menghirup asap kebakaran hutan dan lahan dikelompokkan tiga kategori. Pertama, tingkat kepekatan asap yang diukur melalui Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Kedua, berapa banyak asap yang dihirup, dan ketiga adalah tingkat kekebalan tubuh.
Meski risiko kematian kecil, namun ada tiga kemungkinan kabut asap bisa berakibat fatal bagi seseorang. Pertama, infeksi sistem pernapasan (ISPA) yang memburuk menjadi pneumonia. Bila tidak tertangani dengan baik dan pada kelompok dengan daya tahan tubuh lemah, maka bisa berakibat fatal.
Kemungkinan kedua bisa memperparah penyakit paru dan jantung kronik, apalagi pada lansia, tentu hal ini bisa sangat berbahaya. Kemungkinan ketiga bisa berakibat fatal bukan karena penyakit, tapi disebabkan oleh kecelakaan akibat asap yang menghalangi pandangan.
Bencana kabut asap sebagian besar disebabkan oleh terbakarnya lahan gambut yang selama ini tidak dikelola dengan baik. Perusakan lahan gambut yang sangat luas di negeri ini melahirkan kutukan yang menyengsarakan rakyat.
Akar penyelesaian darurat asap adalah mitigasi untuk penyelamatan lahan gambut yang setiap saat bisa terbakar hebat. Mitigasi tersebut melibatkan semua pihak, utamanya masyarakat lokal. Pemerintah daerah belum mampu mencegah perusakan ekosistem hutan gambut akibat perluasan perkebunan sawit dan bahan baku kertas. Hal itu tentunya akan melanggengkan bencana asap.
Langkah-langkah dasar dalam penanggulangan bencana yang seharusnya bersifat cepat dan tepat, koordinasi dan keterpaduan, transparan dan akuntabel selama ini belum belum bisa diwujudkan oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya tujuan penanggulangan bencana adalah untuk melindungi masyarakat dan membuat langkah-langkah yang terencana dan meneguhkan kearifan lokal hadapi bencana.
Mitigasi yang merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana ternyata masih belum bisa diterapkan oleh pemerintah daerah. Padahal kegiatan mitigasi seharusnya secara konsisten diterapkan melalui penataan ruang, pembangunan infrastruktur, tata bangunan, penyelenggaraan pendidikan, dan pelatihan.
Perlu program terpadu antara pusat dan daerah untuk mengatasi akar masalah kabut asap akibat kutukan lahan gambut. Program tersebut antara lain usaha rewetting atau pembasahan kembali kawasan gambut tropika yang telah terdegradasi. Pada prinsipnya gambut yang basah menghambat terjadinya kebakaran.
Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 20,6 juta hektar yang merupakan setengah dari luas lahan gambut di daerah tropika. Lahan gambut sebenarnya memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai habitat flora dan fauna yang spesifik bernilai ekonomi tinggi. Seperti pohon seperti Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera costulata), Meranti , dan bermacam satwa seperti orang utan dan sebagainya.
Selain itu lahan gambut mempunyai peran penting ekologi dan kemampuan menyimpan air dan karbon dalam jumlah yang besar. Sayangnya peran tersebut kini terganggu oleh agroindustri. Semua pihak perlu memahami fungsi ekologis hutan gambut. Dimana fungsi alamiah itu sebenarnya mirip dengan fungsi gunung yang menjadi mata air beberapa sungai. Fungsi gunung yang menampung dan menyerap air adalah identik dengan fungsi hutan gambut yang secara geologis berbentuk kubah gambut.
Sebenarnya fungsi gunung-gunung dalam menampung dan menyerap air tawar, hal itu di kawasan gambut seperti di pulau Kalimantan, Sumatera dan Papua, digantikan oleh gambut yang memiliki kandungan karbon sangat besar. Kemampuannya bagaikan spon raksasa yang bisa menampung dan menyimpan air pada musim hujan lalu melepaskan perlahan di musim kemarau. Itulah peran besar gambut, hutan gambut dan rawa gambut sebagai pemasok air tawar.
Perlu pelestarian dan pengelolaan ekosistem lahan gambut dengan pendekatan sosio ekologis dan penerapan inovasi teknologi irigasi gambut. Inovasi teknologi pengairan tersebut pada prinsipnya berperan ganda. Yakni mampu mengairi atau membasahi secara efisien lahan gambut yang kritis dan mudah terbakar dimusim kemarau. Selain itu jaringan pipa irigasi tersebut juga bisa berfungsi mengalirkan debit air yang tersimpan di hutan gambut yang masih lestari untuk keperluan tanaman pangan, peternakan, perikanan dan air baku untuk keperluan rumah tangga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
