Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Urgensi Pelaksanaan SDGs dan Keterkaitannya dengan Kejadian Diare pada Balita di Indonesia

Politik | Thursday, 27 Apr 2023, 13:16 WIB

Berakhirnya Millennium Development Gaols (MDGs) menjadi pendorong utama munculnya Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang disepakati dalam Sidang Umum PBB pada September 2015. Kehadiran SDGs ini merupakan komitmen global dan nasional untuk menyejahterakan masyarakat melalui 17 tujuan yang sudah direncanakan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat hingga tahun 2030 mendatang. Diketahui bahwasanya SDGs/TPB merupakan penyempurnaan dari agenda MDGs sebelumnya. Meskipun begitu, di Indonesia masih terdapat beberapa indikator dari MDGs yang harus dilanjutkan dalam pelaksanaan SDGs/TPB, salah satunya yaitu Clean Water and Sanitation.

Ketersediaan layanan air bersih dan sanitasi merupakan aspek yang sangat penting bagi kesehatan manusia. Namun di Indonesia penyediaan air bersih dan sanitasi masih dihadapkan pada beberapa isu dan tantangan yang masih belum dapat teratasi, salah satunya pencemaran air. Menurut data Kemenkes (2020) menyebutkan setidaknya terdapat 8,6 juta rumah tangga Indonesia masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Dimana perilaku tersebut dapat memicu munculnya permasalahan kesehatan, salah satunya yaitu diare.

Kondisi belum tersedianya jamban yang layak di beberapa daerah di Indonesia

Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasite, protozoa dan penularannya secara fekal atau oral. Diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun umumnya terjadi pada anak-anak terutama anak umur 1 sampai 4 tahun. Pada anak usia tersebut, diare merupakan penyebab kematian kedua di dunia. Di Indonesia, prevalensi diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan kasus pada 2018 sebanyak 37,88% atau sekitar 1.516.438 kasus pada balita. Pada 2019 mengalami peningkatan menjadi 40% atau sekitar 1.591.944 kasus.

Keterkaitan antara air bersih dan sanitasi dengan kejadian diare didasari pada kualitas fisik air. Kualitas air yang jelek seperti berbau, berasa, berwarna, keruh dan pH di bawah 6,5 atau di atas 8 banyak mengandung kuman dan bakteri yang dapat menyebabkan diare. Dimana kualitas air tersebut dapat ditemui pada air yang tercemar. Perlu diperhatikan higenitas dan sanitasi pada sumber air untuk mencegah pertumbuhan bakteri sehingga tidak terjadi kontaminasi.

Adanya fakta besar angka kejadian diare pada balita di Indonesia dan keterkaitannya dengan air bersih dan sanitasi khususnya tercemarnya air. Secara tidak langsung juga menunjukkan masih belum terwujudnya SDGs 6 yaitu Clean Water and Sanitation di Indonesia. Perlu adanya uluran tangan dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkan hal tersebut. Bukan hanya pemerintah tanpa masyarakat atau masyarakat tanpa pemerintah, tetapi harus menjadi fokus keduanya.

Oleh: Nadira Gadis Safa Ianda Putri, Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image