Menumbuhkan Growth Mindset Ibu Rumah Tangga
Edukasi | 2023-04-21 05:42:04Buat apa perempuan sekolah tinggi kalau ujung-ujungnya hanya mengurus dapur, sumur, dan kasur? Lulus kuliah kok hanya jadi ibu rumah tangga? Dan berbagai pernyataan lain yang membuat ciut hati seorang perempuan yang mengambil amanah peran sebagai ibu rumah tangga.
Peran menjadi ibu yang mengelola urusan rumah tangga bukan peran sampingan. Ibu tak hanya menjalani rutinitas harian. Di sinilah pentingnya ibu rumah tangga memiliki growth mindset. Memperingati hari Kartini pada 21 April, mari mengenal growth mindset untuk ibu rumah tangga.
Jenuh dengan Rutinitas Ibu Rumah Tangga
Saya tak pernah bercita-cita jadi ibu rumah tangga. Ketika menemukan teman yang punya cita-cita menjadi ibu rumah tangga, saya terkejut sekaligus kagum. Masya Allah, kepikiran ya profesi tersebut.
Berbeda dengan teman saya di atas, saya termasuk yang kagok dan butuh proses adaptasi lama menjalani peran menjadi ibu rumah tangga. Keterampilan hidup mengurus tetek bengek urusan rumah sangat kurang. Selama ini saya lebih banyak belajar akademik, bagaimana mendapat nilai bagus dan meraih ranking.
Rupanya tugas rumah tangga itu banyak dan ada setiap hari. Contohnya, membersihkan rumah. Memiliki anak balita membuat rumah jarang rapi karena ada saja air tumpah, mainan berserakan, baju terkena coklat, dan sebagainya. Saat anak beristirahat, waktunya saya membersihkan rumah walau enggak rapi-rapi banget.
Namun, lama-kelamaan muncul rasa jenuh karena mengerjakan rutinitas yang itu-itu saja. Bangun, menyiapkan sarapan, memandikan anak, menyuapi, bermain dan belajar bersama anak, menyiapkan makan siang, dan seterusnya.
Kadang di sela-sela pekerjaan tersebut saya pakai internet cepat untuk scrolling media sosial. Bukan hiburan, malah muncul rasa insecure melihat perempuan lain yang bekerja di ranah publik. Ada teman-teman kuliah yang lanjut studi ke luar negeri, ada yang menjadi head di corporate kenamaan, sementara saya .
Growth Mindset vs Fixed Mindset
Astaghfirullahaladzim. Tak ada ujungnya jika membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Ada sisi positifnya membandingkan dengan orang yang berada di atas, membuat kita terpacu. Akan tetapi, lihat juga orang di bawah supaya kita bersyukur. Lebih baik lagi membandingkan diri hari ini dengan hari lalu, apakah ada kemajuan?
Ngomongin tentang membanding-bandingkan, hal ini berhubungan dengan mindset. Mari kita mengenal fixed mindset dan growth mindset yang dipopulerkan oleh psikolog Carol Dweck. Apa perbedaannya?
Fixed Mindset
Dalam bahasa Indonesia, fixed mindset disebut pola pikir tetap. Orang dengan fixed mindset meyakini bahwa bakat dan kecerdasan merupakan hal mutlak yang menentukan kesuksesan seseorang.
Pemilik fixed mindset cenderung menjauhi risiko, memiliki pikiran negatif, mengesampingkan feedback, dan merasa terancam bila orang lain sukses. Ia mudah pesimis ketika ada tantangan.
“Dia memang dari sononya pintar, jelas saja menang. Apalah dibandingkan dengan saya,” mungkin seperti itu kata-kata seorang fixed mindset.
Growth Mindset
Growth mindset merupakan pola pikir bertumbuh. Kecerdasan dapat dikembangkan, bukan bersifat statis. Kesuksesan dapat diraih mempertimbangkan faktor lain, tak hanya bakat dan kecerdasan.
Orang dengan growth mindset memiliki keinginan belajar, menyukai tantangan, terus berusaha mencari solusi, tak mudah menyerah, melihat usaha merupakan proses supaya meningkatkan kemampuan, belajar dari kritik, dan terinspirasi kesuksesan orang lain.
Growth Mindset Ibu Kartini
Mengenai penerapan growth mindset di kalangan perempuan, saya teringat saat berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional. Salah satu diorama menunjukkan seorang wanita sedang berdiri mengajar di depan. Di sekelilingnya ada wanita-wanita lain duduk lesehan menyimak. Itulah sosok Kartini dengan sekolah wanita yang ia dirikan.
Pada masa itu, ada tradisi perempuan tidak boleh dididik di luar rumah. Akses pendidikan sangat terbatas terutama untuk kaum perempuan pribumi. Belum ada internet provider seperti sekarang, yah.
Sebagai anak bangsawan, Raden Ajeng Kartini beruntung sempat mengenyam pendidikan di Europese Legere School. Namun, di usia 12 tahun ia dipingit sehingga tidak bisa melanjutkan sekolah.
Pingitan tersebut tak menyurutkan semangat Kartini untuk belajar. Ia berkirim surat dengan teman-temannya di Belanda, membaca buku-buku dan koran Eropa, serta menulis sehingga wawasannya luas.
Dari sinilah timbul keinginan Kartini memperjuangkan emansipasi wanita dengan membuat sekolah wanita untuk pribumi. Di sekolah ini para wanita belajar membaca, menulis, menggambar, memasak, tata krama, dan sebagainya.
Di tengah keterbatasan, Kartini mencari cara untuk terus belajar dan mewujudkan emansipasi perempuan. Andai beliau hidup di zaman sekarang yang sudah ada internet provider, belajar dari rumah menjadi lebih mudah pakai akses internet cepat.
Growth Mindset ala Ibu Rumah Tangga
Ibu rumah tangga juga bisa, dong, terus belajar dengan menumbuhkan growth mindset. Mengenal growth mindset melalui internet cepat membuka mata saya bahwa pekerjaan ibu rumah tangga perlu dipelajari. Kejenuhan yang muncul menjalani rutinitas ibu rumah tangga mungkin karena kita melakukan hal itu-itu saja dengan cara yang sama. Ibaratnya, sambil mata tertutup pun bisa karena sudah hafal.
Albert Einstein berkata, “Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda.”
Perkataan fisikawan asal Jerman ini berkaitan dengan peran sebagai ibu rumah tangga. Betul pekerjaan IRT mengelola rumah, yang perlu dicermati bagaimana mengelolanya? Urusan sumur, dapur, dan kasur bukan perkara sepele. Butuh ilmu menjadi ibu rumah tangga profesional.
Kalau selama ini menu masakan hanya sekitar soto, bakso, nasi goreng, telur ceplok, telur dadar, berulang. Ibu dapat belajar menu masakan lain yang lebih bervariasi atau memasak lebih enak dan sehat memanfaatkan internet.
“Mana sempat belajar, IRT kan sibuk!”
Kita perlu mengatur waktu. Ini juga bagian dari growth mindset, lho, bagaimana manajemen waktu yang baik karena 24 jam rasanya tak pernah cukup.
Selanjutnya, mau belajar apa? Di sini kita menyusun prioritas dengan mempertimbangkan faktor penting dan mendesak. Kuadran prioritas memudahkan dalam mengambil keputusan. Lakukan segera kegiatan di kuadran penting - mendesak dan belajarlah hal-hal di kuadran penting - tidak mendesak. Kuadran tidak penting - mendesak dapat didelegasikan sementara tidak penting - tidak mendesak sebaiknya dihindari atau dilakukan setelah kuadran lain selesai.
Merasa hal tersebut receh? Masa’ begini saja perlu belajar? Hindari pikiran seperti ini. Marie Kondo senang beberes rumah dan menjadi ahli di bidang tersebut hingga menghasilkan uang dari sana.
Susah keluar rumah? Belajar juga bisa dari rumah menggunakan Wi-Fi IndiHome. Misalnya di awal Ramadan saya belajar meal preparation melalui webinar, bagaimana menyiapkan masakan supaya tidak perlu lama di dapur. Pekerjaan di dapur menjadi lebih efisien sehingga kita punya waktu lebih untuk kegiatan lain.
Jurus andalan saya untuk belajar adalah bluetooth headset. Saya bisa mendengar webinar atau podcast sambil mengerjakan pekerjaan domestik karena pakai headset tersebut. Waktu favorit saya belajar yaitu pagi hari saat mencuci piring. Caranya, pasang headset, gunakan internet cepat Telkom Indonesia untuk streaming podcast, lalu dengarkan sambil mencuci piring kotor.
Kita ingin anak rajin belajar supaya pintar. Ibunya juga, dong! Asyik, kan, punya ibu yang up-to-date dan enggak gaptek. Jadi nyambung ngobrol.
Alhamdulillah internet cepat sekarang ini mudah diakses. Pendidikan untuk kaum perempuan juga makin mudah, salah satunya tercermin dari data BPS tahun 2022 bahwa 95,26% perempuan Indonesia berumur 15 tahun ke atas melek huruf.
Menjalani peran ibu rumah tangga penting memiliki growth mindset. Pola pikir bertumbuh membuat ibu terus belajar, menambah maupun memperbaiki keterampilan diri. Berbagai cara belajar untuk ibu rumah tangga dapat dilakukan termasuk dari rumah. Dampaknya positifnya ibu makin percaya diri menjalani peran tersebut.
Bagaimana denganmu, cenderung fixed mindset atau growth mindset?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.