
Menerapkan Prinsip Mudharabah dalam Manajemen Keuangan Syariah
Ekonomi Syariah | Wednesday, 12 Apr 2023, 04:55 WIB
Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat dari orang Islam yang ingin terhindar dari transaksi bank yang dipandang mengandung unsur riba. Adanya pelarangan riba dalam Islam merupakan pegangan utama bagi bank syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sehingga kontrak utang piutang antara perbankan syariah dengan nasabah harus berada dalam koridor bebas bunga. Sistem perbankan syariah merupakan bagian dari konsep ekonomi Islam yang memiliki tujuan untuk membumikan sistem nilai dan etika Islam dalam wilayah ekonomi. Perbankan syariah di tanah air telah mendapatkan pijakan kokoh setelah adanya paket deregulasi, yaitu yang berkaitan dengan lahirnya Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992 yang direvisi melalui Undang-Undang No.10 tahun 1998, yang dengan tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya bank syariah. Peranan perbakan syariah dalam aktivitas ekonomi Indonesia tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Keberadaaan bank syariah diharapkan dapat mendorong perkonomian suatu ne- gara. Tujuan dan fungsi perbankan syariah dalam perekomomian adalah: kemakmuran ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh dan tingkat per- tumbuhan ekonomi yang optimum, keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata, stabilitas nilai uang, mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin adanya pengembalian yang adil, serta pelayanan yang efektif. Selain itu, dalam kenyataannya, keberadaan perbankan syariah masih berpusat di masyarakat perkotaan dan lebih melayani pada usaha-usaha golongan menengah ke atas. Bank Islam ini beroperasi dengan prinsip bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan istilah profit sharing. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan dikeluarkannya fatwa bunga bank haram dari MUI Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Seiring dengan hal tersebut, lembaga keuangan syariah yang ruang lingkupnya mikro yaitu Baitul Maal wal Tamwil (BMT) juga semakin menunjukkan eksistensinya. Seperti halnya bank syariah, kegiatan BMT adalah melakukan penghimpunan (prinsip wadiah dan mudharabah) dan penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah) kepada masyarakat. Sejak saat itu, perbankan syariah yang lahir dari rahim umat Islam menjadi dikenal oleh masyarakat muslim dan non muslim. Hingga saat ini banyak bank-bank konvensional yang mempunyai unit khusus bank syariah.
Pembiayaan Bank Syariah
Menurut UU No.21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah pasal 1 butir 7, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah, sedangkan pembiayaan menurut UURI No. 21 Th.2008 tentang bank syariah berdasarkan pasal 1 butir 25 adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, pertama pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, kedua pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, sedangkan menurut keperluannya pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, pertama pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata.
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al mudharabah. Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-mudharabah berasal dari kata dharab, yang berarti berjalan atau memukul. Secara teknis, al-mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua orang dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut,Beberapa segi penting dari al-mudharabah adalah pembagian keuntungan di antara dua pihak harus secara proporsional dan tidak dapat memberikan keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada shahibul maal/ rabb al-mal atau pemilik modal. Rabb al-mal tidak bertanggung jawab atas kerugian di luar modal yang telah diberikannya. Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah harus dipenuhi rukun mudharabah, yaitu: shahibul maal ; mudharib; amal (usaha/peker- jaan), dan ijab qabul. Landasan hukum Al-qur’an: dan jika dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT (QS. Al-Muzzamil (73): 20).Ada dua jenis mudharabah, pertama mudharabah muthlaqah merupakan mudharabah yang sifatnya mutlak dimana shohibul maal tidak menetapkan res- triksi atau syarat-syarat tertentu kepada mudharib. Kedua, mudharabah muqayyadah, yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja.
Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk penghimpunan dana dan pembiayaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada: (1) tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; (2) deposito biasa, deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja (modal kerja perdagangan dan jasa) dan investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah.Risiko mudharabah, diantaranya: side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak, lalai dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur. Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu tonggak ekonomi syariah yang mewakili prinsip Islam untuk mewujudkan keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil. Menurut Muhammad (2005), prinsip utama yang harus dikembangkan oleh bank syariah dalam kaitannya dengan manajemen dana adalah, bahwa bank syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional, dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang diberlakukan di bank konvensional.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Menurut Antonio (2001), perhitungan bagi hasil pada bank syariah ini berpengaruh oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Faktor langsung, meliputi: (a) investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80% hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuidasi. (b) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode, yaitu: rata-rata saldo minimum bulanan, rata-rata total saldo harian. (c) Nisbah (profit sharing ratio) : salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian, nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda, nis- bah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, nisbah juga dapat berbeda antara satu rekening dengan rekening lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya. (2) Faktor tidak langsung, meliputi: (a) penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah, bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya, jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing. (b) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi): bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biayaNisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek berikut ini: data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan atau tingkat return aktual bisnis, tingkat return yang diharapkan, nisbah pembiayaan, distribusi pembagian hasil.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.