Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asep Saeful Azhar

Apa Kabar Al-Hijrah?

Agama | Wednesday, 12 Apr 2023, 02:23 WIB
sketsa Masjid Al-Hijrah

Apa Kabar, Al-Hijrah?

Oleh: Asep Saeful Azhar

Dalam pembendaharan gelap dalam sunyi remang cahaya rembulan, aku pulang ke tempat lahir melewati jalan berbatu di pinggir sungai baru, sungai Cimande. Konon sungai baru ini dibuat sebagai pemecah masalah rutinitas banjir tahunan ketika musim penghujan tiba.

Setibanya kendara di gang perkampungan, aku teringat masa lalu, masa kanak-kanak, masa di mana semua terasa gembira dan bebas. Kegembiraan dan kebebasan itu tercipta ketika kutemui wujud masjid yang sudah terenovasi serta lebih lebar. Masih tersirat dalam benakku, dulu masjid ini adalah masjid kecil, di mana para jamaahnya lintas genarasi; tua, muda, dan kanak-kanak saling berdempetan ketika tiba waktu shalat berjamaah, bahkan di bulan ramadhan seperti ini, jamaah shalat tarawih sampai meluber ke luar bangunan masjid. Yang lebih unik adalah ketika waktu mengaji alif ba ta dalam sorot lampu kuning 5 watt sehingga maghrib begitu riuh, silih bersahut anak-anak kecil mengeja aksara dalam bimbingan Akang dan Tétéh remaja.

Jauh dari itu, ketika listrik padam dan kondsi masjid gelap, Kakek Moen membawa lilin putih 17 centimeter dan menyalakaannya dari batang korek Cap Tiga Durian, lalu kami para anak kecil itu pun sesegera berdesakkan mendekati lilin berapi dan melanjutkan hanca­ bacaan alif ba ta. Ya, seperti silalatu yang terbang berjamaah mengerubungi sinar sorot cahaya.

Ingatanku berhenti sejenak, kutepikan kendara di dekat pagar masjid berbahan baja ringan. Beberapa detik aku berdiri di depan masjid menatap dua pintu berwarna putih yang sebentar lagi akan ku buka juga. Allahummaftahli abwaba rahmatika, pintu satu masjid terbuka, “Cetrék!” lampu menyala. Apa Kabar, Al-Hijrah?

Aku disambut gemercik air dan detak-detik jarum jam dingding yang menunjukkan pukul 00.15 WIB pagi buta. Kulihat sebelah kiri belakang tempat di mana biasa dulu aku bersandar; untuk duduk atau sekedar ngopi sambil baca-baca. Ini tanggal berapa Ramadhan? Kulihat layar smartphone mencari tanggal, ini tanggal 20 Ramadhan, tepatnya di hari kesepuluh terakhir dan inilah waktu yang tepat.

Kusimpan tas dipundak di samping jendela berkaca, sambil mecari tempat duduk, sejadah kuamparkan di sudut kiri belakang. Sejenak kunikmati waktu melihat jarum jam. Secara tiba-tiba teringatlah pada suatu fragmen kisah cerita dalam cerpen karya A.A Navis “Robohnya Surau Kami” yang terbit tahun 1955, di mana tokoh Kakek sebagai seorang garin yang mendedikasikan hidup dan baktinya untuk tuhan sebagai penjaga surau, namun diakhir hidupnya tokoh Kakek ini mati bunuh diri, karena mendengar cerita seorang pembual bernama Ajo Sidi. Ia becerita tentang percakapan Haji Saleh dengan tuhan yang mempertanyakan dirinya itu dikirimkan ke neraka, ia tidak bisa menerima atas keputusan tuhan padanya, padahal Haji Saleh adalah seorang yang rajin beribadah. Namun dari kisah yang diceritakan oleh Ajo Sidi itu bahwa Haji Saleh masuk ke neraka disebabkan oleh ia beribadah hanya untuk kepentinganya sendiri. Cerita Ajo Sidi itu seakan merobohkan keyakinan tokoh Kakek.

Memang sastra itu “berbahaya!” Kataku.

Kembali kulihat jarum jam yang terus berputar mengelilingi angka-angka. Sejenak aku terdiam, apa yang selanjutnya kami lakukan?

Bersambung

Rancaekek, 12 April 2023

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image