Kekerasan Anak dalam Pendidikan dan Suramnya Masa Depan
Pendidikan dan Literasi | 2023-04-11 14:49:20Kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja sering kali terjadi dikalangan masyarakat, kekerasan yang dilakukan biasanya berupa kekerasan seksual, stigma, bahkan sampai dengan menghilangkan nyawa korban. Kekerasan antar remaja biasa disebut dengan bullying. Data remaja yang mengalami bulliying banyak didapatkan dan menjadi perbincangan utama di dunia pendidikan, baik dari pemerintah secara langsung maupun lingkungan kehidupan pendidikan. Hal ini didukung oleh Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang bertujuan untuk melindungi anak sebagai korban.
Hukuman untuk memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan sering sekali tidak tepat, sehingga pelaku masih memiliki kemungkinan melakukan hal tersebut kembali. Ketua dewan pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti memberikan kritikan mengenai hukuman yang kurang tepat bagi pelaku kekerasan. Adapun kritisi dari FSGI adalah jenis hukuman ini yang tidak memperhitungkan kondisi psikologis korban. Kemungkinan besar, guru pelaku masih bisa melakukan hal yang sama, namun kepada anak lain. Tidak ada prospek proteksi," ujarnya, Senin (20/2/2023).
Pemerintah telah mengantisipasi kekerasan di sekolah, antara lain dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan enanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Tetapi masih banyak sekolah yang belum menerapkan aturan tersebut dalam kegiatan belajar-mengajar. Akibatnya, kasus kekerasan masih sering terjadi.
Menciptakan suasana positif di sekolah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Pembelajaran yang aman dan damai yang mendukung keberhasilan akademik siswa dan meningkatkan keterampilan sosial siswa harus dilaksanakan. Banyaknya peristiwa kekerasan dalam satu tahun terakhir patut dicermati melalui beberapa analisis sosiologis dan pedagogis. Ini harus dilakukan untuk mengurangi kekerasan.
Berikut tujuh kasus kekerasan remaja yang menjadi headline di media sosial. Baik pelaku maupun korban tidak membedakan jenis kelamin, korban biasanya seumuran, dan alasan kekerasan adalah emosi, kemarahan, atau kecemburuan. Beberapa kekerasan dilakukan untuk menunjukkan dominasi atas orang atau kelompok lain.
Alimatul mengatakan bahwa, Catahu Komnas Perempuan menemukan banyak bentuk kekerasan mulai dari berbasis gender terhadap perempuan sampai dengan didominasi oleh kekerasan seksual. Pertama-tama, harus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, atau 87,91%. Korban umumnya perempuan dengan kerentanan ganda,” jelasnya.
Alimatul juga mengatakan bahwa pelaku kekerasan dalam dunia pendidikan umunya adalah laki-laki yang mempunyai beran sebagai tenaga pendidik.
“Pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan muda di bidang pendidikan biasanya adalah laki-laki seperti guru, dosen atau ustadz. Dampak dari kekerasan ini membuat korban merasa tidak nyaman, terancam, tidak aman, sulit dihadapi dan tidak layak untuk melanjutkan hidupnya,” ujarnya. ditambahkan.
Berdasarkan fase-fase perkembangan psikososial yang dirumuskan oleh Erik Erikson, usia remaja berkisar antara 12-18 tahun. Anda saat ini sedang mengalami krisis identitas. Secara fisik, ia memasuki usia dewasa, yang membuatnya tidak nyaman dengan perubahan fisiknya yang semakin matang.
Perubahan hormonal menuju kedewasaan dan munculnya perasaan romantis terhadap lawan jenis menyebabkan kecemasan pada remaja. Psikolog anak Amerika Stanley Hall menyebut kekacauan batin seperti itu sebagai masa badai dan stres, yang dapat menyebabkan konflik dengan orang tua dan teman sebaya. Kaum muda memiliki kemungkinan untuk mengikuti nilai-nilai baru dan perkembangan zaman teman-temannya untuk menjadi bagian dari kelompok atau yang disebut lingkaran ini. Sebaliknya, remaja mengalami kebingungan dalam peran sosialnya (role kebingungan). Mereka tidak yakin bagaimana orang-orang di sekitar mereka akan membawa mereka.
Pendidikan Kekerasan Seksual adalah upaya untuk memberikan pendidikan kepada siswa, guru, dan sivitas akademika lainnya untuk memahami kekerasan seksual. Salah satu indikator suasana pendidikan yang bersahabat bagi para warganya adalah adanya kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi, trauma yang panjang dan penderitaan yang menyakitkan apalagi jika korban tidak ditangani dengan baik, contoh penanganan yang salah terhadap korban, seperti baju yang dianggap memancing hawa nafsu orang lain, dan Peluang korban bunuh diri sangat besar jika insiden seksual ditangani secara tidak tepat, dan tentunya hal ini dapat menghambat kemungkinan pelaporan.
Orang tua memiliki kewajiban sosial dan moral yang penuh untuk membimbing anaknya menjadi orang yang berguna dalam lingkungan pendidikan dan sosial, menanamkan dalam diri mereka nilai-nilai kehidupan. Semua orang tua melakukan tugas mulia dan memanfaatkan waktu ini dengan sebaik-baiknya bersama. Sistem pendidikan Indonesia masih berorientasi peringkat, ketika siswa menggunakan kekerasan diyakini dapat merusak reputasi sekolah.
Tanpa melupakan pendekatan lainnya, strategi terpenting untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual di lingkungan sekolah adalah penerapan pendidikan nilai. Sekolah harus mendukung program pendidikannya dengan kurikulum yang memuat nilai-nilai kemanusiaan positif universal seperti rasa hormat, kejujuran, integritas, dan kasih sayang. Kekerasan terhadap anak harus segera dihentikan, kita harus membantu korban anak, memperjuangkan haknya dan melindungi privasinya
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.