Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mirna Kamisabila

Filsafat UGM x UNESCO Susun Prinsip Etika Penggunaan AI di Indonesia

Teknologi | Wednesday, 12 Apr 2023, 03:27 WIB
Mirna Kamisabila - Mahasiswa FISIP UMJ - Filsafat dan Etika Komunikasi - Dr. Nani Muksin, M.Si

Penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin berkembang pesat dan memiliki dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Namun, penggunaan AI juga menimbulkan tantangan etika yang perlu dipertimbangkan dengan matang, termasuk dalam konteks Indonesia.

Dalam rangka mengatasi tantangan etika dalam penggunaan AI, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan UNESCO menyusun prinsip etika penggunaan AI di Indonesia. Prinsip etika ini diharapkan dapat memandu pengembangan dan penggunaan AI di Indonesia agar berjalan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menjaga hak asasi manusia.

Tepatnya pada bulan Maret 2021, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) untuk menyusun prinsip etika penggunaan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia. Kolaborasi ini menghasilkan dokumen yang berisi prinsip-prinsip etika yang disusun oleh para ahli filsafat, teknologi, dan hukum yang dapat dijadikan acuan bagi penggunaan AI di Indonesia.

Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat memiliki peran penting dalam mengembangkan prinsip-prinsip etika yang menjadi landasan dalam penggunaan teknologi, termasuk AI. Menurut David J. Gunkel, dalam bukunya yang berjudul "Robot Rights" (2018), prinsip-prinsip etika yang berkaitan dengan pengembangan teknologi harus memperhatikan tujuan dari teknologi itu sendiri, siapa yang menggunakan teknologi, dan siapa yang terkena dampaknya.

Dalam konteks penggunaan AI di Indonesia, prinsip etika yang disusun oleh Fakultas Filsafat UGM dan UNESCO dapat dianggap sebagai panduan bagi para pengembang dan pengguna AI untuk mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi. Salah satu prinsip yang disebutkan dalam dokumen tersebut adalah prinsip keadilan. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya penggunaan AI yang adil dan merata bagi semua orang tanpa terkecuali.

Selain itu, prinsip etika lainnya yang dijelaskan adalah prinsip tanggung jawab, dimana setiap pihak yang terlibat dalam pengembangan dan penggunaan AI harus mempertanggungjawabkan dampak dari teknologi yang mereka hasilkan. Selain itu, prinsip kehati-hatian juga dijelaskan, di mana penggunaan AI harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari dampak buruk yang tidak diinginkan.

Menurut Kaelan Yu, seorang ahli filsafat di Universitas California, Berkeley, "Filosofi AI" adalah bidang studi yang berfokus pada etika pengembangan dan penggunaan AI. Dalam bukunya, "The Ethics of AI Ethics: An Introduction", Yu menunjukkan bahwa bidang studi ini menekankan pada pemikiran etis yang mendalam, sehingga kebijakan yang dibuat dapat mempertimbangkan semua perspektif yang terlibat dalam pengembangan dan penggunaan teknologi AI.

Prinsip-prinsip etika yang dirilis oleh UGM dan UNESCO sendiri didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang telah ditetapkan oleh Dewan Eropa pada tahun 2019. Prinsip-prinsip ini dijabarkan oleh Jose-Luis Pazos, Presiden Dewan Pengawas European Association for the Study of Science and Technology (EASST) dalam bukunya "Technology, Ethics and Society: New Challenges and Solutions". Prinsip-prinsip tersebut mencakup pengembangan teknologi AI yang berkelanjutan, keamanan data, transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.

Selain prinsip-prinsip etika yang diterapkan, perlu juga untuk memperhatikan konteks budaya dan sosial di Indonesia. Menurut Raja Adil Satria, dosen filsafat di UGM, penggunaan teknologi AI di Indonesia harus mempertimbangkan nilai-nilai lokal dan keseimbangan dengan alam. Dalam bukunya, "The Cultural and Social Impacts of AI Technologies", Keith Miller menekankan pentingnya mempertimbangkan implikasi sosial dan budaya dari penggunaan teknologi AI di suatu negara.

Dengan demikian, pengembangan dan penggunaan teknologi AI di Indonesia harus mempertimbangkan berbagai perspektif dan nilai yang berbeda. Prinsip-prinsip etika yang diterapkan harus dapat mempertimbangkan konteks budaya dan sosial di Indonesia serta memperhatikan dampaknya pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Menurut beberapa artikel berita, prinsip-prinsip etika yang disusun oleh Fakultas Filsafat UGM dan UNESCO tersebut telah diresmikan pada acara virtual pada tanggal 26 Maret 2021. Dilansir dari CNN Indonesia, dekan Fakultas Filsafat UGM, Dr. Muhammad Najib Azca, menyatakan bahwa dokumen tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan bagi para pengembang dan pengguna AI di Indonesia.

Dokumen ini merupakan salah satu upaya penting dalam memastikan bahwa penggunaan AI di Indonesia dilakukan dengan mempertimbangkan dampak dan implikasi etis yang mungkin terjadi. Sebagai negara yang sedang berkembang dalam penggunaan teknologi, peran dari filsafat dan etika sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi digunakan dengan cara yang benar dan bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image