Orang yang Menzhalimi Kita Adalah Orang Baik Lho!
Sinau | 2023-04-11 13:20:06ORANG YANG MENZHALIMI KITA ADALAH ORANG BAIK LHO!
Dalam kehidupan sehari-hari akan selalu ada orang-orang yang menyakiti kita. Baik menyakiti dalam bentuk perkataan, sikap, maupun perbuatan. Entah itu dilakukan oleh anggota keluarga kita sendiri, tetangga, maupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, kita tinggal di komplek perumahan Islami sekalipun, orang-orang yang menzhalimi kita pasti ada.
Sepanjang perjalanan hidup kita, kita sudah sering mengalami diremehkan, dihina, digunjing, ditipu, dan sebagainya. Ada pula yang mengalami kekerasan fisik seperti dipukul, dijewer, ditendang, hingga dibunuh.
Secara umum, ketika kita disakiti atau dizhalimi oleh orang lain adalah kita merasa sedih, kecewa, marah, atau sakit hati. Tak jarang kita membenci orang itu. Mendoakan agar hal-hal buruk terjadi padanya. Lebih dari itu, kita merasa dendam sehingga berniat untuk membalas perbuatan itu.
Perbedaan Awalan Me- dan Di-
Kalau kita bersedia merenung, ketika kita diremehkan, dihina, digunjing, ditipu, dan sebagainya; seharusnya kita merasa bersyukur. Mengapa demikian?
Kata kerja yang diberi awalan (di-) menunjukkan kita adalah sebagai obyek (korban). Jika berstatus sebagai korban, maka kita tidak akan dihisab, tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Sedangkan mereka yang meremehkan, menghina, menggunjing, menipu, dan sebagainya menunjukkan mereka adalah subyek (pelaku). Ini berarti kata kerja yang diberi awalan (me-).
Jika berstatus sebagai pelaku, maka mereka akan dihisab, akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Para pelaku juga mendapatkan dosa karena telah menzhalimi orarng lain. Nah, seharusnya yang mestinya bersedih adalah para pelaku ini, bukan para korban.
Oleh karena itu, sebaiknya berterima kasihlah kepada orang-orang yang telah menyakiti kita. Karena pada dasarnya, mereka yang menyakiti kita adalah orang-orang baik. Lho kok bisa?
Isteri yang cerewet melatih suami untuk mengabaikan;
Suami yang pemarah melatih isteri untuk bersabar;
Anak yang tidak penurut membuat orang tua untuk lebih memahami mereka;
Mertua/orang tua yang kolot dan otoriter mendidik kita untuk bisa menerima mereka apa adanya;
Tetangga yang suka menggunjing menjadikan kita tidak mudah terpancing emosi;
Dan masih banyak lagi.
Pada intinya, mereka yang menyakiti kita-yang menzhalimi kita telah berjasa mendewasakan kita, dengan catatan kita dapat merespon secara tepat. Keburukan yang menimpa kita apabila kita respon secara positif, maka akan mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, jika kita respon secara negatif maka akan mendatangkan penderitaan.
Pentingnya Merubah Cara Pandang
Cara pandang dalam melihat kehidupan ini amatlah penting. Cara pandang yang benar dan tepat akan mendatangkan kebaikan. Sedangkan cara pandang yang keliru akan menimbulkan keburukan. Cara pandang inilah yang pada akhirnya akan menentukan respon kita.
Orang yang memiliki cara pandang yang saklek, memandang kehidupan hanya hitam-putih, akan mudah sekali stres. Ia tidak memiliki fleksibilitas. Kalau tidak terlalu ke kanan, ya terlalu ke kiri. Tidak bisa tengah-tengah (moderat). Ia tidak bisa mencari jalan tengah (win-win solution).
Padahal, hidup ini seperti pelangi, berwarna-warni. Begitu indah. Orang ini bisa melihat sisi lain dari sebuah peristiwa. Ia bisa melihat sesuatu tidak hanya sebatas yang tampak di luar. Ia tidak sekedar menilai sesuatu dari permukaan. Ia tidak hanya melihat kulit luarnya.
Ia mampu menemukan hikmah di balik segala sesuatu. Ia mampu menemukan kebaikan dalam semua peristiwa.
Cara pandang yang tepat akan membuat badan sehat dan jiwa yang damai. Cara pandang merupakan sikap mental. Apabila mental (pikiran) seseorang sehat, secara otomatis badan dan jiwanya juga sehat.
(Sekali lagi, berterima kasihlah kepada mereka yang menyakiti atau menzhalimi kita).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.