Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image bunga rampai anum

Impor Gula Makin Menggila

Bisnis | Saturday, 08 Apr 2023, 21:59 WIB

Melonjaknya harga kebutuhan pokok saat bulan Ramadhan tidak menghentikan pemerintah untuk melakukan impor gula. Padahal saat ini Indonesia sudah mengimpor berbagai jenis pangan dari negara lain. Namun ternyata untuk jenis gula pun tidak mau kalah dengan jenis barang lain yang diimpor dari negara lain. Maka impor gula dinyatakan akan masuk ke dalam Republik Indonesia secara bertahap pada Maret-Mei 2023 yang ditargetkan sekitar 99 ribu ton gula kristal putih (GKP).

Hal ini disampaikan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA) yang akan menambah pasokan gula pasir dari luar negeri. Keputusan impor gula ini merupakan hasil perhitungan Prognosa Neraca Pangan yang disusun oleh Badan Pangan Nasional. Pasalnya, produksi gula dalam negeri yang telah dimaksimalkan oleh pemerintah pada periode Januari-Desember 2023 diperkirakan sekitar 2,6 juta ton, sedangkan kebutuhan akan gula nasional pada 2023 sekitar 3,4 ton. Sehingga kekurangan tersebut harus ditutup dengan impor (detikfinance.com, 26/03/2023).

Impor nyatanya menjadi tradisi yang sulit untuk dihilangkan di negeri ini, dari mulai bahan bakar hingga pangan. Impor menjadi solusi praktis bagi pemerintah untuk menyelesaikan problem kekurangan dalam pemenuhan pasokan pangan di dalam negeri. Padahal Indonesia punya lahan yang luas dan subur yang seharusnya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Seandainya ada i’tikad baik untuk tidak impor, sebenarnya bisa saja dilakukan berbagai macam cara agar Indonesia tidak mengimpor gula dari negara lain. Beberapa diantaranya adalah dengan intensifikasi lahan tebu dengan menggunakan benih unggul, peningkatan kualitas dan produktivitas, serta peningkatan rendemen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata rendemen adalah keuntungan atau kelebihan dalam pendapatan suatu perusahaan. Dalam konteks industri gula, rendemen adalah persentase hasil yang diperoleh dari berat hasil awal dibagi berat hasil akhir. Misalnya jika berat tebu awal adalah 100 kg dan berat gula akhir adalah 10 kg, maka rendemen gula adalah 10%. Rendemen gula ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kualitas tebu, proses penggilangan dan teknologi pabrik gula (cybex.pertanian.go.id, 23/08/2022)

Kemudian bisa juga dengan ekstensifikasi lahan tebu dengan mengidentifikasi kesesuaian lahan baru untuk tebu, memanfaatkan lahan HGU yang terlantar, dan melakukan kemitraan dengan petani tebu. Kemudian melakukan revitalisasi pabrik gula yang tidak efisien dengan perbaikan alat produksi, modernisasi pertanian tebu, dan pembangunan industri hilir pabrik gula. Selain itu kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) perlu dikaji ulang ulang untuk memberikan insentiff bagi petani dan produsen gula lokal (idntimes.com, 02/04/2022)

Namun, alih-alih menunjang produksi pertanian, yang ada negara justru kian membebani petani dengan mencabut berbagai subsidi dengan berbagai dalih, mulai dari subsidi pupuk, bibit dan lain-lain. Hal ini jelas membuat petani kelabakan, biaya ongkos mahal sedangkan hasil panen sangat minim yang berimbas pada kurangnya hasil produksi.

Kemudian, adanya alih fungsi lahan yang mengakibatkan lahan pertanian kian hari kian sempit. Akibatnya para petani merasa rugi dengan hasil panen mereka, biaya modal besar sedangkan hasil panen minim. Alhasil, tidak sedikit para petani yang banting setir untuk mencari pekerjaan lain agar terus bertahan hidup dan terkadang harus rela menjual tanah mereka pada korporasi sebagai modal usaha yang lainnya. Sehingga para korporasi menyulap dengan cepat lahan tersebut menjadi perumahan atau industri.

Selain itu, produksi industri lokal para petani pun harus bersaing dengan gula impor. Biaya produksi yang mahal membuat industri lokal harus menekan harga tebu dari para petani yang mengakibatkan para petani kecewa. Hingga terkadang mereka membabat tebu dan membakar hasil panen untuk melampiaskan kekecewaan mereka.

Inilah kejamnya penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menyandarkan segala sesuatu berdasarkan keuntungan dan kebebasan kepemilikan. Sehingga membuat negara tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat akan gula. Sehingga pada akhirnya gula hanya mampu dijangkau oleh orang-orang kaya saja, sedangkan rakyat miskin harus gigit jari.

Sistem ekonomi kapitalisme pun erat kaitannya dengan pasar bebas serta liberalisasi perdagangan, yang hal ini membuat produk dalam negeri cenderung kalah dengan produk luar negeri yang lebih murah dan berkualitas. Sehingga ini jelas akan menggerus kedaulatan negara berkembang seperti Indonesia.

Hal ini berbeda ketika sistem ekonomi Islam menjadi pijakan. Negara diwajibkan agar mampu menciptakan ketahanan pangan tanpa bergantung kepada negara lain. Islam memandang jika pemenuhan hajat hidup orang banyak, termasuk pemenuhan gula pasir merupakan kewajiban negara untuk memastikan jika seluruh rakyat dapat menjangkaunya. Sehingga negara bisa memastikan setiap orang yang memiliki lahan harus mengelolanya, dan tidak akan membiarkan ada lahan pertanian yang terlantar.

Agar hasil panen besar, negara memberikan berbagai sarana pertanian yang canggih, serta membangun infrastruktur untuk menunjang keberhasilan panen tersebut, seperti bendungan. Kemudian negara juga memberikan subsidi berupa bibit yang unggul serta pupuk dan lainnya. Negara pun memfasilitasi laboratorium dan universitas pertanian untuk melakukan berbagai penelitian di dalam bidang pertanian, seperti menemukan bibit unggul, cara bercocok tanam yang bagus dan cepat panen, obat pembasmi hama, dan lainnya.

Dengan demikian, swasembada pangan akan mampu diwujudkan. Sehingga impor gula yang menggila bukanlah solusi jangka panjang, melainkan hanya sebagai lagkah darurat yang sifatnya sementara. Impor gula harus diimbangi dengan upaya-upaya untuk mengembangkan industri gula dalam negeri yang mandiri dan berdaya saing. Hanya dengan begitu, kita dapat mencapai ketahanan pangan yang sejati.

Oleh. Munawaroh

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image