Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alfina Putri D

Menyontek Bukan Cerminan Nilai Luhur Bangsa

Edukasi | 2023-04-04 06:49:09
Foto: denpruut.blogspot.com

Untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, nyaman, dan damai, suatu negara perlu memiliki pondasi. Indonesia sendiri memiliki Pancasila sebagai dasar negara. Didalamnya ada nilai-nilai luhur yang tidak jauh dari kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Antara nilai yang satu dan yang lainnya memiliki korelasi yang tak dapat dipisahkan.

Mirisnya, masih banyak penyimpangan sosial yang terjadi di Indonesia. Menurut Robert M. Z. Lawang, penyimpangan sosial adalah tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. Menurut Bruce J. Cohen, penyimpangan sosial adalah perilaku seseorang yang tidak berhasil beradaptasi dengan keinginan masyarakat maupun kelompok-kelompok tertentu di dalam masyarakat. Menurut Gillin, penyimpangan sosial adalah perilaku menyimpang dari nilai sosial keluarga maupun masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya solidaritas kelompok. Menurut James Vander Zanden, penyimpangan sosial adalah perilaku yang sebagian besar dinilai sebagai hal yang tercela dan berada di luar batas toleransi. Menurut Ronald A. Hardert, penyimpangan sosial adalah setiap tindakan yang melanggar keinginan bersama sehingga dinilai menodai kepribadian kelompok dan akan diberikan sanksi tertentu. Salah satu contoh penyimpangan sosial yang dapat ditemui di lingkungan sekolah adalah mencontek.

Mencontek dalam konteks ini adalah perbuatan dimana seseorang melakukan kecurangan saat mengerjakan ujian. Dari realita yang ditemukan, baik dari berita maupun orang-orang sekitar, terdapat banyak faktor pendorong seseorang melakukan perilaku mencontek. Beberapa faktor tersebut diantaranya adanya dorongan berprestasi dari keluarga, malas sehingga mencari jalan pintas, takut gagal, tidak percaya diri dengan jawaban sendiri, dan lain-lain.

Jika dikaitkan dengan Pancasila, mencontek sangat tidak mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Contohnya, sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dapat bermakna ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mencontek merupakan suatu perbuatan tercela yaitu ketidakjujuran, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Dalam konteks agama, tentunya kita selalu diajarkan untuk memiliki akhlak yang baik. Oleh karena itu, mencontek tidak sesuai dengan nilai luhur yang ada pada sila pertama Pancasila.

Adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama di sekolah dapat menjadi salah satu cara penyampaian pemahaman mengenai nilai, norma, etika, dan pendidikan karakter. Lalu mengapa masih ada yang melakukan penyimpangan sosial seperti mencontek padahal 2 mata pelajaran tersebut sudah terselenggara sejak lama? Itu dikarenakan nilai-nilai dalam 2 mata pelajaran tersebut hanya disampaikan saja dan belum tentu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Agen sosialisasi seperti guru dan orangtua semestinya memberi dorongan agar seseorang yang dalam konteks ini adalah siswa, merasa memiliki tanggung jawab dan konsekuensi di setiap perbuatan yang dilakukan. Saat siswa melakukan pengamalan dari sosialisasi yang diberikan, perlu juga pengawasan dari orang sekitar.

Motivasi dari dalam diri sendirilah faktor pendorong terbesar dan paling berpengaruh terhadap penyimpangan sosial. Sekuat apa pun dorongan dari luar untuk membuat seseorang melakukan penyimpangan sosial, jika orang tersebut mempunyai motivasi dalam diri yang tinggi untuk menolaknya, maka penyimpangan sosial tidak akan terjadi. Jadi, penyimpangan sosial dapat diminimalisir jika sosialisasi dan nilai-nilainya dilaksanakan dengan baik, adanya kontribusi dari agen sosialisasi, dan motivasi diri yang tinggi untuk menolak pengaruh negatif dari luar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image