Masjid: 'Maaf, Kami Tutup'
Agama | 2023-04-01 08:07:04Pukul 09:00, Satu demi satu lampu yang biasa menerangi ruangan itu pun mulai di padamkan. Terdengar sayu suara lirih lantunan ayat suci Al Qur'an dari sudut ruangan yang mulai samar dan akhirnya terpaksa di bungkam oleh kegelapan malam. Sosok yang sedari tadi bermesraan dengan sang Kholiq, perlahan menghilang bersama sejuta harapan yang telah di padamkan.
Tidak ada yang tahu, kalau saat itu, mereka telah mengakhiri momentum indah riyadhoh qolbu yang diselimuti rindu dengan Tuhannya; mereka telah menenggelamkan harapan menggapai kemuliaan, yang selama ini dirindukan selama sebelas bulan lamanya; dan mereka telah menutup pintu, yang selama ini bahkan di buka lebar oleh pemilik alam semesta yang mengatur segalanya.
Sedikit berlebihan memang, tapi kita pasti memahami bagaimana rasanya dipaksa untuk berpisah dengan yang terkasih ketika sedang mesra mesranya, dipaksa meninggalkan yang tersayang ketika baru akan mengobati hati yang rindu ingin berjumpa. Air mata, bahkan tidak dapat menggambarkan, bagaimana duka atas kepergiannya dari masjid dimalam itu, disaksikan oleh semesta raya yang sedang berdzikir mengagungkan asma-Nya.
Pemandangan seperti ini mungkin tidak banyak, tapi tidak dapat dipungkiri pula, sebagian masjid yang seharusnya ikut menghidupkan malam ramadhan, sebaliknya, nampak mati dan ditinggalkan sebagaimana malam malam diluar ramadhan. Tak ada suara dzikir, tak ada suara tilawah bahkan tak terdengar nafas kegiatan ibadah yang harusnya mudah ditemui di malam malam ramadhan. Mereka sesegera mungkin meninggalkan masjid, usai merampungkan administrasi infaq yang baru saja dikumpulkan. Lampu lampu pun mulai dipadamkan satu demi satu, memberi tanda bahwa ini sudah waktunya istirahat, dan secara halus, mengusir semua hamba Allah yang sedang bermesraan dengan Tuhannya kala itu.
Tak ada yang bersalah dalam hal ini memang, karena ini bukan 10 malam terakhir ramadhan. Ini bukan malam istimewa sebagaimana malam lailatul qodar. Ini hanya malam ramadhan biasa yang mungkin kepergiannya diharapkan sebagian orang yang merindukan lebaran. Malam yang bila beribadah didalamnya tidak mendapat pahala yang besar.
Dari itu, untuk membiarkan para hamba yang sedang hancur hatinya mengobati kerinduannya itu pun hanya akan menghabiskan tenaga saja. Belum lagi tagihan listik yang akan membengkak bila mereka berlama lama di masjid. Dan berbagai hal lain yang hanya akan mengurangi pendapatan masjid. "Lebih baik cepat matikan lampu, dan biarkan mereka melanjutkan ibadah dirumah saja"
Akhirnya, penulis berharap semoga ini hanya akan menjadi cerita fiktif belaka, tak ada yang berharap cerita diatas menjadi kenyataan bukan. Entah kapan, siapa, dimana, dan yang pastinya kita berharap bukan termasuk orang yang -naudzubillah- "merasa" diberikan kebaikan karena diberi kesempatan hidup sampai Ramadhan, bisa jadi ini ujian, nikmat, atau bahkan musibah bila salah menyikapinya.
Karena Ramadhan ini, bukan hanya milik kita saja, manusia, jin dan malaikat bahkan alam semesta pun menantikannya. wallahu 'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.