Metode-Metode Pembelajaran Pencegah Bully dan Pelecehan Seksual
Eduaksi | 2021-12-21 11:43:05Dalam tiga bulan terakhir jagat nusantara kembali diramaikan oleh berita kasus-kasus pelecahan seksual. Beragam tempat kejadiannya, ada yang di lembaga negara seperti KPI, tempat kerja, kampus dan lainnya. Yang paling menghebohkan adalah kasus yang terungkap pada dua pekan awal bulan desember tahun ini. Ya kita dikagetkan dengan viralnya kasus yang terjadi di Bandung, Depok, dan Tasikmalaya.
Kasus di ketiga wilayah tersebut viral lantaran tempat kejadian perkaranya di lingkungan lembaga pendidikan bernuansa keagamaan. Dan yang membuat miris adalah oknum pelaku merupakan sosok yang seharusnya menjadi teladan di lembaga pendidikan. Ada oknum guru, ada juga guru dan sekaligus pengasuh atau pemilik lembaga tersebut. Bahkan dalam kasus di boarding school (sekolah berasrama) di Bandung ada korban yang sampai melahirkan anak dari hasil kejahatan oknum yang bernama Hery Irawan.
Fakta mengejutkan dari kasus yang semua korbannya adalah para peserta didik ini bahwa kasus tersebut baru terungkap setelah sekian lama kejadiannya. Pada kasus di Depok dan Tasikmalaya, kasus terungkap setelah peristiwanya terjadi tiga dan empat bulan yang lalu. Tentu yang paling menggemparkan adalah kasus yang terjadi di Bandung. Kasus pelecehan seksual dan perkosaan di Bandung tersebut telah berlangsung dari lima tahun lalu.
Mengapa para siswi yang menjadi korban tersebut tidak segera menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orang tua atau orang dewasa lain di sekolah. Dari pengungkapan yang dilakukan kepolisian terkuak info bahwa para korban tidak segera bercerita atau melaporkan kejadian tersebut karena merasa takut akibat ancaman pelaku. Sebelumnya kepolisian pernah mengungkapkan bahwa para korban pelecehan enggan melapor antara lain karena malu dan takut di-bully teman (republika/berita, 26 Juli 2019)
Dari ungkapan-ungkapan yang diutarakan para korban atas kasus-kasus pelecehan tersebut perlu adanya upaya bersama semua elemen masyarakat agar kejadian serupa tidak terulang. Bagaimana pola pengajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan patut menjadi evaluasi baik oleh praktisi maupun para pemangku kepentingan. Hukum bagi pelaku juga perlu dipertimbangkan agar bisa memberi efek jera dan pelajaran.
Sebagai praktisi pendidikan saya merasa terpanggil untuk sharing terkait apa yang bisa sekolah lakukan dan ajarkan agar kasus-kasus yang mencoreng lembaga pendidikan ini tidak terjadi lagi. Kepribadian atau karakter adalah hal utama yang perlu ajarkan, dibentuk, ditumbuhkan pada anak agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Anak berkarakter disiapkan agar mereka bisa survive dalam menjalani kehidupan hari ini dan kedepannya.
Sejak anak usia dini perlu ditumbuhkan kepercayaan diri, daya kritis, berani bertanya dan mengungkapkan pendapat. Penumbuhan dan pengembangan sikap dan perilaku tersebut bisa didapatkan dan dilatih dalam proses belajar mengajar. Ya sarana untuk proses penumbuhan sikap adalah melalui pelatihan dan pembiasaan. Proses belajar mengajar (PBM) adalah kegiatan keseharian peserta didik dan tenaga pendidik. Oleh karena itu sangat pas proses penumbuhan sikap senantiasa dilakukan dalam proses belajar mengajar. Dalam proses PBM tentunya ada strategi, pendekatan, metode dan model pembelajaran.
Keefektifan proses belajar mengajar tergantung pada pemilihan dan penggunaan metode dalam pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan proses sistematis dan teratur yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswanya. Sesuai judul tulisan ini saya akan sharing terkait metode pembelajaran apa saja yang bisa diterapkan untuk penumbuhan sikap dan pembentukan karakter.
Diskusi klasikal (tanya jawab langsung dari guru ke siswa atau sebaliknya), diskusi kelompok, kerja kelompok dan presentasi adalah metode-metode yang bisa menumbuhkan kepercayaan diri, mengasah nalar dan daya kritis. Diskusi kelompok dan kerja kelompok juga akan mengasah keterampilan berorganisasi dan kolaborasi. Semua metode tersebut sejatinya akan membuat siswa aktif belajar dan menghidupkan proses pembelajaran. Metode ceramah bisa digunakan sebagai pelengkap untuk menguatkan hasil pembelajaran.
Peran guru sebagai pendidik tentunya lebih dikedepankan daripada sebagai pengajar. Sebagai pemimpin pembelajaran di kelas guru layaknya bisa bermain cantik dengan berperan sebagai fasilitator, dinamisator, serta katalisator. Bersikap terbuka dan memberi kesempatan yang luas untuk siswa bertanya menjadi bagian tak terpisahkan. Meyakinkan peserta didik untuk berani berbicara dan mengungkapkan buah pikiran senantiasa diulang-ulang agar menjadi karakter unggulan. Namun tak lupa untuk mengajarkan adab terkait interaksinya dengan semua orang.
Monitoring, pengawasan dan pembinaan kepada para tenaga pendidik dan kependidikan (PTK) harus rutin dilaksanakan oleh pimpinan sekolah. Rapat pekanan dewan guru dengan agenda evaluasi kinerja dan perkembangan siswa menjadi agenda untuk perbaikan berkesinambungan. Pembinaan oleh yayasan atau pejabat diatasnya bisa dalam bentuk pertemuan bulanan seluruh PTK. Agenda rapat atau pertemuan rutin tersebut diharapkan dapat mendeteksi permasalahan yang terjadi sekaligus solusi dan penanganan yang tepat dan cepat
Metode pembelajaran, peran-peran guru serta pengawasan yang telah dipaparkan tersebut diharapkan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Hasil proses pembelajaran sebagai karakter atau sikap anak didik dengan prinsip kepercayaan diri yang baik, kritis, serta berani bicara. Mereka diharapkan sanggup berkata tidak pada hal-hal yang janggal serta berani melawan dalam menegakkan kebenaran. Semoga dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh lembaga pendidikan ini bisa menghilangkan atau mempersempit celah agar perbuatan bullying dan asusila dari warga sekolah dapat dicegah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.