Kembangkan Desmigratif dan Sistem Kontrak Mandiri
Eduaksi | 2023-03-31 15:39:44Bagi keluarga buruh migran selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan saat memetik rezeki globalisasi yang bernama remitansi. Saatnya mendayagunakan remitansi serta menyelenggarakan program capacity building atau pengembangan kapasitas buruh migran beserta keluarganya di kampung halaman lewat pelatihan wirausaha. Program capacity building atau pengembangan kapasitas bertujuan memberikan ketrampilan praktis untuk berusaha.
Bank Indonesia mendorong pengembangan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang dicanangkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Program Desmigratif sangat strategis mengingat besarnya kontribusi penghasilan TKI terhadap devisa Indonesia. Desmigratif merupakan program lintas kementerian bersama Bank Indonesia. Yaitu Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Badan Ekonomi Kreatif.
Sasaran Program Desmigratif adalah kantong TKI dan memiliki tujuan utama berupa solusi praktis sosial dan ekononi seperti menjaga keutuhan keluarga TKI. Dalam pelaksanaannya, terdapat 4 pilar kegiatan utama, yaitu layanan migrasi, usaha produktif, community parenting, dan pembentukan Koperasi Desmigratif.
Bank Indonesia mendukung Desmigratif dengan langkah nyata, antara lain memudahkan remitansi bagi TKI. Mekanisme pengiriman uang dari TKI kepada keluarganya saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti masih banyak dilakukannya remitansi melalui perantara serta proses remitansi yang kurang efisien dan efektif.
Untuk itu, BI mendorong dikembangkannya model bisnis remitansi yang lebih efisien, efektif, mudah, dan terjangkau. Model bisnis tersebut terdiri dari kerja sama dengan pihak penyedia jasa untuk memfasilitasi remitansi, yaitu berupa transfer melalui telepon genggam ke telepon genggam, secara host to host, dari agen ke agen, transfer menggunakan Cash Deposit Machine, serta transfer dari kantor pos ke kantor pos.
Program lain yang didorong Bank Indonesia dalam pengembangan Desmigratif adalah melaksanakan pengembangan UMKM Desmigratif, dengan mengambil peran sebagai narasumber pendidikan dan pengembangan UMKM, pelatihan kewirausahaan dan pendampingan klaster ketahanan pangan. BI dan Perbankan nasional perlu memperbanyak skema atau insentif terkait dengan buruh migran Indonesia. Langkah Bank Mandiri yang telah mendesain program yang bertujuan untuk membuat para buruh migran mandiri setelah selesai kontrak sangat tepat dan perlu ditiru. Program yang diselenggarakan bersama Mandiri University telah melatih kewirasauhaan bagi puluhan ribu buruh migran yang tersebar di Hong Kong, Malaysia, dan Korea Selatan. Program diatas memiliki empat prinsip utama, yaitu mengubah buruh menjadi majikan, mempersatukan keluarga melalui entrepreneurship atau kewirausahaan. Prospek wiraswasta buruh migran saat ini mendapat perhatian serius di seluruh dunia. Saatnya bagi Indonesia untuk mendorong buruh migran dan keluarganya untuk bertransformasi menjadi pengusaha atau wirausaha.
Selama ini buruh migran menuntut agar pemerintah menuntaskan sistem perlindungan buruh migran serta membuat berbagai terobosan seperti mewujudkan sistem kontrak mandiri. Kontrak mandiri merupakan proses penempatan tanpa memakai jasa komersial PJTKI/PPTKIS di Indonesia atau pun agensi di negara penempatan.
Kontrak mandiri sangat dibutuhkan, salah satunya agar buruh migran tidak lagi terkena overcharging sebagai imbas langsung penempatan oleh PJTKI dan agensi. Bisa menghemat biaya penempatan buruh migran. Kontrak mandiri juga bisa membuat BMI menjadi lebih cerdas karena tertantang untuk terus banyak belajar tentang hak dan hukum ketenagakerjaan.
Pemerintah Indonesia mestinya mencontoh Filipina yang telah memberi kebebasan bagi warganya melakukan kontrak mandiri jika bekerja di luar negeri. Perlu kepastian perlindungan BMI karena kini rentan dijerumuskan sebagai pelaku tindak kejahatan. Semakin banyak BMI yang terjerat kasus hukum. Menurut catatan Direktur Perlindungan WNI dan buruh migran Kementerian Luar Negeri dalam tempo enam bulan saja terjadi ribuan kasus yang menjerat TKI di luar negeri.
Selama ini pihak Kemlu mengakui banyak kesulitan dalam menangani kasus yang melibatkan BMI seperti kasus pembunuhan, perzinahan, pelacuran, pencurian, pengedaran narkoba dan lain-lain. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah terbatasnya SDM sebagai perwakilan RI; peraturan setempat yang mempersulit akses perwakilan asing dalam penanganan kasus; dan kasus hukum yang menjerat BMI dikategorikan sebagai permasalahan domestik, sehingga pemerintah tak bisa menanganinya secara langsung.
Banyaknya BMI yang terjerat kasus hukum di negara lain harusnya menyadarkan bangsa Indonesia untuk mempersiapkan sebaik-baiknya program nasional Zero Domestic Worker. Program tersebut bertujuan hentikan pengiriman pembantu rumah tangga atau penata laksana rumah tangga. Juga untuk membendung jumlah tenaga kerja ilegal yang jumlahnya kian meningkat.
Pemerintah mesti menuntaskan Peta Jalan Tiada Pekerja Rumah Tangga ( Roadmap Zero Domestic Worker ) bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Hal itu juga membutuhkan strategi dan skema pembiayaan yang konsisten. Program untuk mentransformasikan penata laksana rumah tangga (PLRT) berubah menjadi TKI formal juga membutuhkan kajian dan data yang akurat serta hubungan kelembagaan profesi yang sebaik-baiknya.
Sudah saatnya membuat proyeksi dan aksi untuk menangkap peluang ketenagakerjaan formal di luar negeri sekaligus mewujudkan program Zero Domestic Worker yang mestinya menurut rekomendasi DPR RI sudah harus terlaksana pada 2017. Para tenaga kerja pembantu rumah tangga bisa ditransformasikan dengan cara diajari ilmu atau ketrampilan bidang keperawatan. Salah satu contoh yang bisa dijadikan model adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja yang dikelola oleh KBRI di Singapura yang antara lain menjalin kerjasama dengan Borderless Healthcare Group (BHG) yang bergerak dibidang jasa perawat lansia. Mengingat di negara-negara maju penanganan kaum lansia membutuhkan jasa perawat dalam jumlah yang banyak.
Kini di tanah air banyak tenaga kesehatan atau SDM kesehatan khususnya perawat yang menganggur atau kerja tak menentu sebagai pegawai honorer. Sebaiknya mereka didorong menjadi pekerja migran. Hal ini perlu pemberian fasilitas kredit lunak oleh perbankan nasional. Sehingga mereka bisa bekerja di luar negeri tanpa ada kendala pembiayaan. Kredit lunak tersebut digunakan untuk biaya keberangkatan dan untuk keperluan hidup bagi keluarganya yang ditinggalkan. Sudah waktunya perbankan nasional menyiapkan plafon kredit kepada tenaga honorer kesehatan yang akan bekerja di luar negeri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.