Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kang Guru

Kontroversi Hukuman Mati sebagai Cara Efektif dalam Memberantas Korupsi

Guru Menulis | Thursday, 30 Mar 2023, 05:54 WIB

Hukuman mati adalah hukuman yang sangat berat dan kontroversial di banyak negara di dunia. Beberapa negara menerapkan hukuman mati untuk tindakan korupsi yang dianggap merugikan negara secara besar-besaran. Namun, apakah hukuman mati bisa menjadi efek jera dalam pemberantasan korupsi? Sebagai awal, hukuman mati merupakan bentuk hukuman pidana yang paling berat dan kontroversial di dunia. Beberapa negara seperti China, Arab Saudi, dan Iran menerapkan hukuman mati bagi koruptor yang terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara secara besar-besaran. Tujuan dari penerapan hukuman mati adalah untuk memberikan efek jera bagi koruptor dan mencegah terjadinya tindakan korupsi di masa yang akan datang. Namun, pertanyaannya adalah apakah hukuman mati dapat benar-benar memberikan efek jera bagi koruptor dalam pemberantasan korupsi? Beberapa pengamat berpendapat bahwa hukuman mati tidak efektif sebagai efek jera bagi koruptor. Sebab, korupsi pada dasarnya merupakan tindakan yang sangat terencana dan tidak dilakukan secara spontan. Koruptor biasanya mempertimbangkan risiko dan ketidakseimbangan sebelum melakukan tindakan korupsi. Dengan kata lain, hukuman mati mungkin tidak efektif sebagai bentuk pencegahan, karena koruptor telah mempertimbangkan kemungkinan hukuman sebelum melakukan tindakan korupsi. Selain itu, ada juga argumentasi bahwa hukuman mati tidak akan memberikan efek jera bagi koruptor, karena tindakan korupsi dilakukan bukan semata-mata untuk mencari keuntungan material, tetapi juga untuk mendapatkan kekuatan dan status sosial. Hukuman mati mungkin tidak berpengaruh pada orang yang sudah memiliki status sosial yang tinggi atau merasa terlindungi oleh kekuatan politik. Tentunya, penerapan hukuman mati untuk koruptor juga menuai kritik dari sejumlah pihak, terutama kelompok-kelompok hak asasi manusia. Beberapa kritikus mengatakan bahwa hukuman mati melawan hak asasi manusia dan tidak berperan dalam memberikan efek jera bagi koruptor. Selain itu, di beberapa negara, proses pengadilan dan pemberian hukuman mati seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan koneksi yang kuat. Hal ini membuat penerapan hukuman mati untuk koruptor tidak selalu adil. Dalam konteks Indonesia, meskipun tidak menerapkan hukuman mati untuk tindakan korupsi, Indonesia memiliki hukuman yang sangat berat bagi koruptor. Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menentukan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Hukuman ini tergolong sangat berat dibandingkan dengan hukuman pidana lainnya di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah menerapkan berbagai upaya lainnya untuk pemberantasan korupsi, seperti membentuk lembaga antikorupsi yang independen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, meskipun Indonesia memiliki hukuman yang sangat berat bagi koruptor dan telah menerapkan berbagai upaya pemberantasan korupsi, korupsi masih menjadi masalah yang besar di Indonesia. Tindakan korupsi masih sering terjadi di berbagai sektor, seperti pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan. Ini menunjukkan bahwa hukuman yang sangat berat atau bahkan hukuman mati tidak selalu efektif dalam memberikan efek jera bagi koruptor. Sebagai alternatif, beberapa ahli menyarankan agar fokus pada tindakan pencegahan korupsi yang lebih efektif, seperti mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik, meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang bahaya korupsi, dan meningkatkan kerja sama antara lembaga pemerintah dan masyarakat sipil dalam pemberantasan korupsi. Dengan menerapkan pencegahan yang lebih efektif, diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya tindakan korupsi dan menciptakan efek jera bagi pelaku korupsi. Kesimpulannya, hukuman mati bukanlah jaminan efektivitas dalam memberikan efek jera bagi koruptor dalam pemberantasan korupsi. Selain hukuman, hukuman mati juga tidak selalu efektif dalam mencegah terjadinya tindakan korupsi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan efektif dalam pemberantasan korupsi, yang mencakup pencegahan yang lebih baik, hukuman yang lebih adil dan transparan, serta kerja sama antara lembaga pemerintah dan masyarakat sipil. Dengan cara tersebut, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dan memberantas tindakan korupsi di Indonesia dan di seluruh dunia.*

Oleh
Kang Guru 03
Artikel ini telah diterbitkan juga melalui Gurusiana

Ilustrasi demo menuntut Hukum Mati Bagi Koruptor

Referensi

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Amnesti Internasional. (2017). Hukuman Mati dan Eksekusi Tahun 2016. Diakses dari https://www.amnesty.org/download/Documents/ACT5030562017ENGLISH.PDF

Transparansi Internasional. (2020). Indeks Persepsi Korupsi 2020. Diakses dari https://www.transparency.org/en/cpi/2020/index/nzl

Berita BBC Indonesia. (2020). Apakah hukuman mati efektif atasi korupsi? Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53352864

KPK. (2021). Tentang KPK. Diakses dari https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image