Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ubayien Yusuf

Melawan Malas Diri Bersama Imam Syafii

Agama | Tuesday, 28 Mar 2023, 18:59 WIB

Melawan Malas Diri Bersama Imam Syafi’i

Kesungguhan Imam Syafi’i dalam meraih ilmu sangat patut diapresiasi dan dijadikan sebagai pelajaran. Ia dikenal sebagai ulama besar yang begitu cerdas, bahkan pada usianya yang masih berumur 15 tahun keilmuan beliau setara dengan seorang mufti yang memiliki wewenang fatwa dalam berbagai kasus hukum islam. Untuk mencatat ilmu yang dipelajari, beliau menuliskan di tulang-tulang besar dan mengumpulkan kertas bekas karena harga kertas yang mahal pada saat itu. Karena sulitnya mendapatkan kertas, maka beliau lebih memilih untuk menghafalnya. Alhasil Imam Syafi’i menjadi penghafal Al-Qur’an sejak anak-anak dan sanggup menghafal seluruh hadits yang ada sehingga bergelar Al Hakim, yaitu gelar yang diberikan bagi mereka yang telah menghafal dan menguasai seluruh hadits. Dari kisah tersebut, hikmah yang dapat diambil adalah agar tidak mengeluh dalam menghadapi segala rintangan dalam menuntut ilmu. Selain itu, berikut ini sembilan nasihat terbaik dari Imam Syafi’i untuk menumbuhkan semangat belajar dan melawan rasa malas.

Dibawah ini 9 poin inspirasi melawan malas yang penulis kutip dari buku Syarah Diwan Asy Syafi’i.

1. Bersedia Bersusah-susah Terlebih Dahulu

Salah satu nasehat dari Imam Syafi’I yang paling popular adalah “bila kamu tidak tahan penatnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan”. Imam Syafi’i menyadarkan kita bahwa tidak ada suatu ilmu yang mudah diraih tanpa bersandar pada kesungguhan untuk memahaminya. Enggan dan malas harus dilawan demi menghilangkan kebodohan dalam diri kira. Lelah dan penatnya menuntut ilmu akan menyelamatkan kita dari ketidaktahuan dan kebodohan.

2. Menulis Hal yang Dipelajari

Nasehat yang lain dari Imam Syafi’i adalah “ilmu bagaikan hewan buruan, dan tulisan adalah ibarat tali pengikatnya. Oleh karena itu, ikatlah hewan buruanmu itu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalau engkau memburu rusa kemudian setelah rusa itu berhasil ditangkap, kamu biarkan saja dia tanpa diikat di keramaian”. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW yaitu, “Ikatlah ilmu dengan menulisnya.”

Karena keterbatasan fasilitas belajar yang dimilikinya pada waktu muda, Imam Syafi’i menyimpan ilmu dengan cara menghafalkannya. Meskipun demikian Imam Syafi’i tetap menganjurkan ilmu pengetahuan untuk ditulis karena apa yang kita telah tulis dalam secarik kertas akan membuat ingatan kita bertahan lebih lama. Hal ini disebabkan lemahnya kemampuan ingatan sehingga kegiatan menulis tersebut akan menyelamatkan diri dari penyakit demensia atau pikun sejak dini.

3. Enam Syarat Menuntut Ilmu

Nasehat lain yang diberikan Imam Syafi’i adalah: “Saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan rinciannya: kecerdasan, semangat, bersungguh-sungguh, ada bekal, digurukan, dan memerlukan waktu yang lama.

Ada enam syarat seseorang agar berhasil dalam menuntut ilmu. Pertama, modal awal untuk menuntut ilmu adalah kemampuan atau kecerdasan. Kecerdasan yang dimaksud bukan berarti harus memiliki prestasi yang tinggi atau juara kelas, tetapi memiliki kemampuan berpikir yang logis dan akal yang sehat atau tidak gila, sehingga setiap orang bisa menuntut ilmu. Kedua, semangat yang tinggi dan kemauan untuk benar-benar menguasai ilmu. Ketiga, bersungguh-sungguh dan rela berkorban demi memperoleh ilmu pengetahuan. Keempat, memiliki bekal untuk belajar. Artinya berani meluangkan harta, waktu, dan pikiran untuk digunakan menuntut ilmu. Kelima, digurukan atau memiliki sumber pengetahuan yang benar, baik, dan jelas. Keenam, membutuhkan waktu yang lama atau mau bersabar untuk menuntut ilmu hingga pandai, bahkan sepanjang hayat. Dari sekian modal kesuksesan ilmu diatas, semangat dan sungguh-sungguh menjadi modal yang penting karena rasa malas menjadi kendala yang menyebabkan kebodohan dan kesengsaraan. Rasa malas hanya bisa dilawan oleh diri sendiri.

4. Melakukan Rihlah Ilmiah

Imam Syafi’i berkata: “orang yang berilmu dan beradab, tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu, merantaulah ke negeri orang”. Imam Syafi’i tidak hanya belajar di Mekkah saja. Setelah menguasai kitab Al-Muwatta karangan Imam Malik beliau langsung berhijrah ke Madinah berguru kepada pengarang kitab tersebut. Tak hanya berhenti di situ, beliau juga bekelana ke Yaman, Baghdad, Persia, hingga Mesir. Menurut Imam Syafi’i, orang-orang yang merantau demi sebuah ilmu tak ubahnya seperti kayu gaharu. Jika hanya berdiam diri di hutan, maka mustahil ia menjadi parfum yang tinggi nilainya. Menggali ilmu pengetahuan harus dilakukan sedalam mungkin agar kelak berguna untuk kemaslahatan diri sendiri dan orang lain.

5. Melakukan Tirakat

Imam Syafi’i berkata: “Aku tidak pernah kenyang selama 16 tahun karena memperbanyak makan membuat ingin minum, banyak minum membuat ingin tidur, kedangkalan, dan kemalasan”. Imam Syafi’i melawan malas dengan bertirakat memperbanyak berpuasa.

6. Menikmati Proses Belajar

Imam Syafii berkata: “Memahami ilmu yang sulit itu lebih nikmat dari pada sempoyongannya orang yang mabuk”. Jika sudah terbiasa belajar maka belajar akan terasa nikmat, apalagi ketika menemukan hal yang baru.

7. Bersungguh-sungguh Meluangkan Waktu untuk Belajar

Imam Syafi’i berkata: “Aku begadang di malam pekat, sedangkan engkau bermalam dengan tidur, lalu kamu ingin menyusulku kemudian?

Orang yang sudah demikian cintanya dengan mendalami ilmu pengetahuan akan rela meluangkan waktunya dengan mengurangi waktu tidurnya. Imam Syafi’i mendapatkan ilmu yang begitu banyak sampai mencapai tingkat mujtahid mutlak. Itu semua tidak didapat dengan berpangku tangan. Tiada waktu kecuali untuk belajar. Imam Syafi’i membagi malamnya menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk menulis, sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk shalat. Imam Ar Rabi berkata bahwa Imam Syafi’i adalah orang yang sedikit tidurnya.

8. Menjauhi Maksiat

Imam Syafii berkata: “Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat”. Seringkali untuk memahami suatu ilmu yang baru masuk begitu sulit dilakukan, sehingga lebih bijaksana jika seseorang melakukan intropeksi diri terlebih dahulu. Apakah selama ini kita belum juga berpaling dari kemaksiatan? Untuk itu, seseorang hendaknya meninggalkan segala kemaksiatan agar dimudahkan dalam menerima dan memahami berbagai ilmu.

9. Memanfaatkan Masa Muda untuk Belajar

Imam Syafii berkata: “Dan siapa yang tidak belajar di waktu mudanya, bertakbirlah empat kali (sebagai shalat jenazah) atas kematiannya” . Masa muda adalah masa yang paling baik untuk akal dan tubuh supaya senantiasa melakukan hal yang bermanfaat dan menjauhkan diri dari berbagai kemudharatan. Imam Syafi’i beranggapan anak muda yang malas belajar dan tidak mau belajar sebagai orang yang sudah mati. Pada dasarnya, manusia hidup dengan memberdayakan akal dan hatinya. Ketika potensi akal tidak digunakan maka esensi kemanusiaanya tercerabut bagaikan orang yang sudah mati,

Semoga dari Sembilan poin diatas menjadi inspirasi untuk menjadi pribadi yang bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image