Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Kesalehan Sosial dan Spirit Ramadan

Agama | Friday, 24 Mar 2023, 10:48 WIB
Memberi makan orang lemah dan miskin, adalah bagian dari ajaran ibadah puasa untuk membangun kepedulian sosial atas dasar kepekaan. Foto: Republika

Tokoh Islam Quraish Shihab mengungkapkan puasa bukan hanya ibadah ritual, namun juga sarat dengan pesan-pesan kesalehan sosial. Selain menahan lapar dan dahaga, puasa sejatinya adalah ibadah berdimensi peduli terhadap sosial kemasyarakatan. Memberi makan orang lemah dan miskin, adalah bagian dari ajaran ibadah puasa untuk membangun kepedulian sosial atas dasar kepekaan.

Apa yang hilang dari kemanusiaan kita di abad 21? Ketidakpedulian, egoisme, lebih mementingkan pribadi dan tamak adalah sederet perilaku manusia abad 21. Hipokrisi adalah tabiat yang melekat, bahkan mungkin pada diri kita. Kita bisa saja sadar akan hal itu, namun tidak peduli.

Sikap demikian tentunya bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang bertujuan untuk menyelamatkan, membela dan menghidupkan keadilan dalam bentuk yang paling konkrit. Hakikatnya, penindasan yang terjadi di muka bumi adalah bentuk ketidakadilan sosial. Manusia akan selalu untuk berjuang menuju kebebasan dan keadilan. Perjuangan itu untuk mengembalikan harkat kemanusiaan yang hilang.

Ramadan adalah upaya humanisasi melalui ajaran agama. Humanisasi menjadi upaya mengembalikan keadaan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. Bentuk paling kecil adalah memberi makan orang yang lapar. Sementara, dalam bentuk besarnya adalah menciptakan kondisi yang aman, berkeadilan, kesetaraan, dan keamanan antar individu manusia. Interaksi ini yang kemudian membentuk kesalehan sosial yang bermanfaat bagi hidup manusia itu sendiri.

Dalam konteks Indonesia, kita harus berpegang pada cita-cita dan tujuan yang rumusannya dipatrikan dalam UUD 1945 dan Pancasila. Meski bukan negara agama, nilai-nilai religiositas sangat kental dalam konstitusi dan perundang-undangan kita. Indonesia adalah negara berdasarkan Pancasila yang memiliki tujuan pada keadilan sosial.

Untuk mewujudkannya, Indonesia di masa depan harus memiliki dan memenuhi kriteria universal yaitu: berkembangnya masyarakat yang baik (good society), berkembangnya perekonomian yang baik (good economy), hadirnya proses-proses politik yang baik (good political process) dan terpeliharanya lingkungan yang baik (good environment).

Dengan semangat Ramadhan dan kesalehan sosial di dalamnya, Indonesia harus menjadi negara sukses yang memiliki tiga ciri. Pertama, mampu menjaga kelangsungan dan keberlanjutan NKRI secara utuh tanpa adanya disintegrasi. Ini menjadi menarik karena upaya menjaga keutuhan NKRI bisa mengadopsi di era sebelum reformasi, tentu dengan modifikasi mengikuti perkembangan zaman. Prinsipnya adalah yang baik diambil, yang buruk ditinggalkan.

Kedua, mewujudkan keadilan dan kebebasan. Pengertian dan pemahaman terhadap kata kebebasan, tidak boleh terlepas dari sesuatu pembatasan yang sifatnya mengandung unsur nilai dan tanggung jawab. Jujur saja, mempertanggung jawabkan sikap, perbuatan, dan perkataan di era reformasi saat ini, hilang dengan mengatasnamakan kebebasan.

Kelompok sipil tidak merasa bersalah menyebarkan hoaks, membuat pernyataan bohong hingga menghina Kepala Negara, misalnya. Kebebasan seperti ini tentu menjadi sampah peradaban yang harus dibuang rakyat Indonesia, di era apa pun juga.

Ketiga, kita harus mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Hanya gara-gara dianggap tidak reformis, kita meninggalkan haluan negara yang berakibat arah pembangunan negara tidak jelas dan kehilangan panduan. Tentu tidak demikian memahami reformasi. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita membutuhkan pedoman menatap masa depan yang lebih baik. Dan, pedoman itu adalah Pancasila dan UUD 1945.

Tiga ciri di atas sebaiknya tidak perlu diperdebatkan. Dia harus dipahami sebagai konsensus dasar setiap generasi, kapan pun dan di mana pun. Indonesia juga harus mempertahankan keberlanjutan sebagai negara modern yang relijius yang mampu merespon perkembangan lingkungan strategis, global, regional dan nasional.

Tentunya, kita berharap semangat Ramadan ini tidak hanya di bulan puasa. Namun, memiliki efek panjang dan berkelanjutan di setiap denyut nadi kehidupan sosial kita. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image