Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Camat Bukan Pemimpin Wilayah?

Rembuk | 2023-03-23 21:46:30
Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat. (istimewa)

Oleh H. Dadang A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)

Selama beberapa minggu ini, waktu terisi dengan berbagai asupan materi tentang pemerintahan. Berbagai materi pemerintahan disampaikan oleh begitu banyak narasumber yang sangat mumpuni. Mereka menyampaikan materi dengan lugas karena dilatarbelakangi pengalaman kontekstual pada berbagai lembaga dan kementerian di negeri ini. Dari berbagai asupan materi yang dilesakkan, ada kesamaan pandangan berdasarkan ketentuan regulasi bahwa status camat bukanlah pemimpin wilayah seperti yang berlangsung pada beberapa tahun sebelumnya. Camat berposisi sebagai pimpinan organisasi perangkat daerah berbasis kewilayahan yaitu kecamatan. Camat adalah kepanjangan tangan bupati atau walikota pada wilayah kecamatan. Diskursus tentang status demikian cukup hangat terjadi karena status tersebut tidak linier dengan kondisi kontekstual yang terjadi selama ini.

Sejalan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan, berbagai perubahan terjadi, teramasuk perubahan dalam kaitan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat. Kelahiran regulasi tersebut memastikan perubahan yang cukup signifikan, yaitu pemosisian kecamatan dengan camat sebagai pimpinannya menjadi salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) pemerintahan kabupaten/kota. Kecamatan terposisikan sebagai OPD seperti halnya sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas, dan badan pada pemerintahan kabupaten/kota.

Keberadaan regulasi menjadi dasar pijakan bagi para pemangku kepentingan untuk menentukan berbagai kebijakan yang diambilnya, demikian pula dengan kedua regulasi di atas. Dalam regulasi dimaksud tidak secara eksplisit mengungkapkan bahwa camat adalah pemimpin kewilayahan seperti yang selama beberapa puluh tahun ke belakang disandangnya. Dalam puluhan tahun belakangan, camat menjadi simbol pemimpin dalam wilayah yang dipimpinnya. Kecamatan menjadi sentral organisasi berbagai kebijakan dalam konteks wilayah kecamatan dengan camat sebagai pemimpin kewilayahan. Dalam kapasitas sebagai pemimpin wilayah, berbagai hal terkait dengan berbagai fenomena yang terjadi di wilayahnya harus disikapi dan diantisipasi dengan baik dan bijak oleh seorang camat.

Berkenaan dengan kenyataan pada regulasi dimaksud, seorang camat terposisikan sebagai pimpinan OPD yang memfasilitasi kebijakan pemerintah daerah dengan tugas atributif dan tugas delegatif yang harus dilaksanakannya. Tugas atributif adalah tugas umum pemerintahan sedangkan tugas delegatif adalah pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota kepada camat. Penyandangan kedua tugas dimaksud dalam upaya meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan.

Posisi kecamatan sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) kabupaten/kota sekaligus penyelenggara urusan pemerintahan umum. Sebagai perangkat daerah kabupaten/kota, camat melaksanakan sebagian kewenangan bupati/wali kota yang dilimpahkan melalui regulasi yang diberlakukan, sedangkan sebagai penyelenggara urusan pemerintahan umum, camat secara berjenjang melaksanakan berbagai tugas pemerintah pusat atau daerah di wilayah kecamatan yang dipimpinnya.

Pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota kepada camat dilaksanakan untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah di kecamatan serta mengoptimalkan pelayanan publik di kecamatan. Langkah demikian diambil karena kecamatan merupakan OPD yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Dengan posisi demikian, berbagai kebijakan pemerintahan kabupaten/kota dapat dengan cepat diimplementasi dan direalisasikan. Bahkan, berbagai aspirasi atau tuntutan masyarakat dimungkinkan dapat terfasilitasi melalui kebijakan dan program yang layak.

Pemahaman akan tugas pokok dan fungsi ini harus dimiliki oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan pemangku kepentingan di kecamatan. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan tidak terjadi conflik interes di wilayah kecamatan yang akan mengakibatkan ketidakharmonisan dalam melaksanakan penugasan.

Sekalipun demikian, dalam konteks pemerintahan pada level kecamatan yang berlangsung saat ini, camat masih terposisikan sebagai pemimpin kewilayahan. Pemosisian demikian didasari kenyataan bahwa berbagai aktivitas kemasyarakat di wilayah kecamatan, masih menempatkan camat dalam posisi demikian. Masyarakat dan para pemangku kepentingan di kecamatan masih memosisikan camat sebagai pemimpin kewilayahan yang secara legalitas formal tidak memiliki dasar yang kuat. Bahkan, memperhatikan penugasan atributif yang disandangnya, nuansa camat sebagai pemimpin kewilayahan masih terasa, karena berbagai penugasan yang sifatnya menyentuh berbagai kebijakan umum yang tidak tersentuh oleh pemerintah daerah.

Kenyataan demikian tidak bisa dihindari, tatapi harus disikapi dengan bijak dalam upaya memosisikan kecamatan sebagai OPD yang bersinggungan secara langsung dengan masyarakat. Kecamatan dengan camat sebagai pimpinan OPD harus dapat merepresentasikan pemberian pelayanan optimal terhadap masyarakat dengan jargon negara harus hadir di tengah masyarakat. ***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image