Memaksimalkan Waktu Sahur, Bukan Hanya Untuk Makan Minum
Agama | 2023-03-23 08:12:55Pada umumnya orang memahami sahur identik dengan bulan Ramadhan, itu pun dimaknai sempit yakni makan dan minum sebagai bekal untuk melaksanakan ibadah puasa pada siang hari. Tidaklah mengherankan jika aktivitas makan dan minum menjadi fokus utama ketika waktu sahur tiba. Padahal, waktu sahur tidak hanya berkenaan dengan bulan Ramadhan saja, sepanjang masa waktu sahur itu ada dan memiliki keistimewaan dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya.
Jika kita menelusuri Al Qur’an, waktu sahur merupakan waktu yang dipakai orang-orang bertakwa yang memohon ampun atas beragam dosa yang telah diperbuatnya, dan mohon dijauhkan dari siksaan api neraka (Q. S. Ali Imran : 15-17; Addariyat : 14-18). Karena waktu sahur ada sepanjang masa, maka perbuatan yang dianjurkan pada waktu sahur berlaku sepanjang masa, hanya saja pada bulan Ramadhan terdapat aktifitas tambahan, yakni makan dan minum.
Diakui atau tidak, aktivitas makan dan minum sering membuat kita lupa akan amalan-amalan yang dianjurkan pada waktu sahur seperti melaksanakan shalat malam dan memperbanyak istighfar.
Suatu ketika, Ibnu Umar r.a bertanya kepada Nafi’. “Kamu sudah melaksanakan sahur? Ketika Nafi’ menjawab belum, ia menganjurkannya untuk segera melaksanakan shalat malam. Namun ketika, Nafi’ menjawabnya sudah, ia menganjurkan Nafi’ untuk membaca istighfar dan berdo’a hingga datangnya waktu shubuh” (Abi Yahya Muhammad al Husain bin Mas’ud Al Baghawy, Tafsir Al Baghawy/Ma’alimu at Tanzil, hal. 194).
Waktu sahur merupakan waktu yang istimewa. Allah akan mengampuni dosa-dosa orang yang istighfar dan mengabulkan permintaan orang-orang yang berdo’a atau meminta pada waktu sahur. Para nabi, para sahabat, tabi’in, dan para pengikutnya selalu memanfaatkan waktu sahur untuk bermunajat kepada-Nya.
Ketika Nabi Yakub a.s. memohonkan ampunan kepada Alloh bagi anak-anaknya yang berkhianat kepada Nabi Yusuf a.s., ia mengakhirkan istighfarnya sampai datangnya waktu sahur. Keistimewaan lainnya, pada waktu sahur, Allah turun ke langit dunia seraya berkata, “Akulah raja, Akulah raja. Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku aku akan mengabulkannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku, aku akan memberinya, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, aku akan memaafkannya.” Keistimewaan waktu sahur ini berlangsung sampai datangnya waktu shubuh (Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar Al Qurtubhy, al Jamiu al Ahkami al Qur’an, Juz ke-5, hal. 60).
Kini kita memasuki bulan suci Ramadhan, bangun sahur menjadi agenda rutin yang tak boleh terlewatkan. Hal ini merupakan kesempatan baik yang susah kita laksanakan di luar bulan Ramadhan. Oleh karena itu, keistimewaan waktu sahur ini harus kita manfaatkannya sebaik mungkin. Sambil menunggu sajian makan sahur, alangkah baiknya jika kita melakukan dzikir, berdo’a, dan istighfar, bahkan melakukan shalat malam.
Alhamdulillah, dari rangkaian ibadah Ramadhan, kita sudah terbiasa bangun sahur dan mengambil bagian berkah darinya dengan menyantap menu sahur sebagai bekal untuk melaksanakan shaum. Alangkah baiknya jika mengambil berkah yang lebih banyak dari sahur tersebut dengan memperbanyak shalat malam, dzikir, istighfar, dan berdo’a.
Rasulullah saw, usai menyantap menu sahur, ia melakukan dzikir dengan membaca Al-Qur’an sebanyak lima puluh ayat sampai tibanya waktu shalat shubuh.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat. Kami bertanya kepada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan shalat Shubuh. Anas menjawab, ‘Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Qur’an).’ (H. R. Bukhari - Muslim).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.