Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lilis Ummi Fa'iezah

Mengapa Madrasah Harus Berkualitas?

Eduaksi | Tuesday, 21 Mar 2023, 13:59 WIB

Banyaknya pemberitaan buruk di berbagai media terkait moralitas bangsa menandakan bahwa Indonesia tengah menghadapi krisis multidemensi yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa. Berbagai peristiwa buruk telah terjadi dengan puncaknya adalah peristiwa hukum yang dilakukan oleh seorang penegak hukum yang sangat viral dari pertengahan tahun 2022 sampai saat ini. Sungguh hal ini menjadikan tanda tanya bagi setiap orang. Apabila penegak hukum saja bisa menjadi seorang terdakwa, bagaimana dengan rakyat biasa?

Bila dirunut lebih jauh, seiring kemajuan ilmu dan teknologi, sifat individual semakin melekat dan menjadi ciri masyarakat tak terkecuali masyarakat Indonesia sampai ke tingkat generasi mudanya. Setiap orang semakin merasa mampu melakukan berbagai aktivitas tanpa bantuan orang lain hingga sampai pada pemahaman tidak membutuhkan orang lain. Keadaan masyarakat yang semakin individualis menyebabkan kontrol masyarakat semakin lemah. Orang semakin tidak peduli dengan perilaku baik atau buruk orang lain dengan dalih saling menghargai satu sama lain. Menurut Lickona (2012) apabila sifat individualisme masyarakat telah menjadi ciri budaya, artinya masyarakat tersebut tengah mengalami degradasi nilai yang parah.

Tentu menjadi keprihatinan kita semua karena sifat individualisme ini lebih kentara ditunjukkan oleh generasi muda. Disinyalir, kemudahan teknologi menjadi penyokong utama sifat ini. Bagaimana tidak, generasi muda yang sangat akrab dengan gawai tidak lagi merasa membutuhkan orang lain karena seolah semua probelematika hidupnya dapat diselesaikan dengan gawai. Walaupun tren ini tidak bisa dijadikan rujukan bahwa semua generasi muda mengalami penurunan nilai, namun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tren anak muda saat ini berada pada degradasi moral yang serius seiring kemajuan teknologi (Haryanto, 2012; Lickona, 2012).

Lickona (2012) menegaskan bahwa ada 9 hal yang menjadi indikasi penurunan nilai generasi muda. Kesembilan hal ini adalah kekerasan/anarki, pencurian, tindakan curang, pengabaian aturan yang berlaku, tawuran antar siswa, ketidaktoleran, penggunaan bahasa yang tidak baik, pengetahuan sexual yang terlalu dini dan sikap merusak diri sendiri. Kesembilan indikator penurunan nilai ini sudah tampak jelas terjadi pada generasi muda kita yang nantinya akan menjadi manusia-manusia masa depan.

Menurut Porter (2000), seiring kemudahan teknologi, beberapa indikasi penurunan nilai dari generasi muda ini memang tidak dapat dihindari, namun bisa diminimalkan. Karakter generasi muda menjadi target utama yang perlu dibenahi karena setinggi apapun ilmu seseorang tanpa didukung dengan karakter yang baik justru akan memberikan efek negatif dalam kehidupan. Tentu harus ada perencanaan matang dan upaya yang serius untuk mengatasi masalah ini. Pendidikan menjadi salah satu jalan untuk mengembalikan moral bangsa dengan memberikan pengetahuan dan tuntunan moral yang benar pada generasi muda.

Peran Madrasah untuk masa Depan

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menjadi andalan masyarakat ketika pendidikan nilai dari orang tua dan masyarakat dirasa kurang. Kemenag dengan lembaga pendidikan berbasis Islam yang dikenal dengan nama madrasah diharapkan mampu lebih berperan dalam mengatasi degradasi moral bangsa dibanding istitusi pendidikan yang lain. Mengapa madrasah? Madrasah menjanjikan pendidikan ‘plus’ yaitu pendidikan yang melampaui sekolah umum karena nilai-nilai ketuhanan dan akhlak sebagai dasar moral mendapatkan porsi yang besar.

Suprayoga (2005) menjelaskan bahwa madrasah adalah institusi pendidikan yang membangun ilmu pengetahuan berlandaskan keislaman (Islam-based knowledge). Artinya, output dari madrasah adalah para lulusan yang kompeten dalam bidangnya, melek literasi dan teknologi serta berakhlak mulia. Bila madrasah menjadi rujukan masyarakat untuk belajar, maka jaminan pengetahuan dan akhlak mulia sebagai landasan hidup bermasyarakat kelak dapat tertanam dalam diri generasi muda.

Untuk menyiapkan generasi muda yang berkualitas dan berakhlak, madrasah harus berkualitas. Mengapa madrasah harus berkualitas? Ada beberapa alasan. Yang pertama, wajah madrasah adalah wajah kementerian agama dan wajah umat Islam pada umumnya. Apabila madrasah baik, maka wajah umat Islam akan baik pula. Agar mampu mewakili wajah umat Islam, madrasah harus benar-benar menyiapkan lulusan dengan mutu yang tinggi agar percaya diri memasuki dunia persaingan kerja yang keras.

Alasan kedua dan yang terpenting adalah, madrasah diharapkan mampu menjadi mesin pencetek generasi muda yang andal dengan kecerdasan maksimal dan berakhlak mulia. Tujuannya, dengan jaminan pengetahuan maksimal dan akhlak mulia, generasi muda yang nantinya menjadi penerus bangsa benar-benar siap menjadi pemimpin bangsa yang berakal dan bermoral. Harapannya, negara ini menjadi negara besar dengan para pemimpin masa depan yang sebagian besar lulusan madrasah.

Kerja keras harus dilakukan oleh seluruh warga madrasah dan para pimpinan yang berwenang untuk mewujudkan suatu madrasah menjadi madrasah yang berkualitas. Untuk menjadikan madrasah sebagai pencetak siswa unggul dan berakhlak mulia, perlu pembenahan di berbagai sisi.

Pertama, pemimpin yang berkualitas. Dalam mengelola pendidikan, kepala madrasah dituntut untuk berkemampuan mengurus manajeman dan memimpin madrasah. Ia juga harus berkualitas dari segi keilmuan agar mampu mengelola madrasah dengan efektif. Mulyasa (2017) menjelaskan bahwa keefektifan sebuah madrasah ditandai dengan dengan efektivitas belajar dan pembelajaran yang tinggi, kepemimpinan yang kuat dan demokratis, manajemen tenaga kependidikan yang efektif dan profesional, tumbuhnya budaya mutu, serta team work yang cerdas, kompak, dan dinamis.

Kedua, meningkatkan kualitas guru yang dimiliki. Kualitas guru selalu menjadi bahasan publik yang tidak pernah ada habisnya. Menurut Indeks Profesionalisme dan Moderasi Beragama (IPMB) dari 1160 lokasi di seluruh Indonesia dengan Computer Assisted Test (CAT) yang diadakan hari Selasa (27/12/2022), terungkap bahwa 100.000 ASN Kemenag tidak profesional (KR, 30/12/2022). Tentu hasil ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Kemenag untuk melakukan langkah nyata membina para guru yang belum profesional. Bagi guru sendiri, tidak perlu menunggu uluran tangan pemerintah untuk menjadi profesional karena semboyan guru adalah belajar sepanjang hayat.

Ketiga, Kurikulum yang inovatif. Kurikulum yang dijalankan di madrasah harus dapat menjawab tantangan masa depan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Penguasaan teknologi dan kemampuan literasi harus menjadi ruh dalam menciptakan kurikulum yang inovatif ini. Dengan kurikulum yang inovatif, nantinya, lulusan madrasah akan mampu bersaing mendapatkan perguruan tinggi yang berkualitas dan akhirnya dapat bersaing atau menciptakan lapangan kerja.

Keempat, sistem manajemen yang kuat. Sekolah yang berkualitas harus didukung dengan sistem manajemen yang kuat. Manajeman pengelolaan dana yang andal dibutuhkan karena sekolah membutuhkan pembiayaan yang besar untuk menjalankan berbagai programnya. Selain itu, hal seperti manajemen kepegawaian, ketatausahaan, sarana-prasarana pendukung dan berbagai bagian lainnya juga menjadi bagian penting yang harus dibenahi karena bagian-bagian tersebut menjadi pendukung suksesnya sebuah institusi pendidikan.

Harapannya, madrasah yang berkualitas dapat memberikan solusi di tengah degradasi nilai moral di negeri ini. Walaupun tidak semudah membalik telapak tangan, berbagai cara dilakukan madrasah untuk ikut menjaga moral generasi muda. Paling tidak, di madrasah, pendidikan moral tidak berhenti sebatas teori saja, namun diterapkan melalui pembiasaan-pembiasaan positif sehari-hari.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image