BPP Wilayah 12 Terus Kawal Petani untuk Cegah Risiko Gagal Panen
Info Terkini | 2023-03-14 13:07:20Kabupaten Bogor, Tanjungsari - Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian wilayah 12, Kecamatan Cariu dan Kecamatan Tanjungsari beri keterangan terkait berita gagal panen pada bulan februari kemarin, yang terjadi di sejumlah wilayah Kecamatan Tanjungsari. Penyebab utama gagal panen disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), hama wereng batang coklat (WBC) menyerang sejumlah lahan pertanian di Desa Antajaya dan Desa Tanjungsari. Selain itu, penyakit blas menyerang sejumlah lahan pertanian di Desa Cibadak dan di Desa Tanjungrasa.
Penyebab gagal panen secara umum terjadi karena dua hal, yaitu Dampak Perubahan Iklim (DPI) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Koordinator BPP Wilayah 12 menyebutkan penyebab utama yang terjadi di Kecamatan Tanjungsari diakibatkan oleh Organisme Pengganggu Tumbuhan, karena hanya sebagian kecil wilayah pertanian yang terkena Dampak Perubahan Iklim saat memasuki musim kemarau.
“Ada petani padi yang mengalami gagal panen, kegagalan itu disebabkan oleh OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan), ada yang terkena oleh Hama dan ada yang kena oleh penyakit. Untuk hamanya WBC (Wereng Batang Coklat) yang terletak di Desa Antajaya dan ada yang di Desa Tanjungsari, kemudian ada yang terkena oleh penyakit yaitu blas yang ada di Desa Cibadak dan Tanjungrasa diantaranya”. Tutur Tera (43) selaku Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Wilayah 12.
Untuk mengantisipasi dan mengurangi risiko gagal panen, Balai Penyuluhan Pertanian Wilayah 12 terus melakukan upaya pencegahan agar petani mendapat hasil panen yang optimal. Setiap desa memiliki penyuluh yang memegang wilayah binaan satu sampai dua desa. Penyuluh ini nantinya akan membantu secara teknis kepada petani, yang dilakukan setidaknya setiap musim tanam. Namun, hubungan penyuluh dengan petani di Tanjungsari memiliki hubungan yang akrab sehingga saat petani memiliki masalah yang terjadi di lahan pertanian mereka langsung menghubungi penyuluh.
“Jadi kami, BPP memiliki beberapa penyuluh yang masing-masing penyuluh mempunyai wilayah binaan, ada yang satu desa ada yang dua desa. Minimal pertemuan kelompok itu setidak-tidaknya setiap musim tanam harus dilakukan penyuluhan. Tetapi, karena para penyuluh itu sudah terikat hubungan baik dengan para petani pas ada keluhan langsung menanggapi ke lokasi.” Ucap Tera (43) selaku Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Wilayah 12.
Upaya cegah gagal panen dari BPP wilayah 12.
1. Menanam benih padi dengan varietas yang unggul dan resisten terhadap WBC
Penggunaan benih dengan varietas unggul menjadi faktor yang sangat penting dalam meningkatkan produksi petani. Benih dengan varietas unggul dan resisten memiliki banyak kelebihan, seperti tahan terhadap hama dan penyakit, tahan dengan tekanan lingkungan, dan menghasilkan potensi hasil panen yang tinggi. Tim penyuluh BPP Wilayah 12, menyarakan petani untuk menggunakan benih yang memiliki label dan bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM).
“Petani disarankan menggunakan benih yang telah memiliki label dan sertifikasi. Sekarang ini yang paling disenangi oleh petani adalah inpari 32, baik petani maupun penjual beras, penjual beras suka karena rasanya pulen dan ukuran gabahnya relatif tinggi. Untuk petani kenapa seneng yang pertama karena resisten terhadap hama, kemudian produksinya lumayan bagus”. Ujarnya.
2. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
Badan Penyuluh Pertanian Wilayah 12 melakukan penyuluhan terhadap petani-petani yang berada di Kecamatan Tanjungsari, salah satunya untuk pengendalian hama dan penyakit. Penyuluh menekankan untuk menganalisis terlebih dahulu penyebab gagal panen lahan pertanian mereka sebelum melakukan tindakan.
“Penggunaan peptisida di Kecamatan Tanjungsari digunakan sebagai senjata pamungkas, namun hal ini menjadi sebuah kebiasaan bagi petani. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi pihak BPP dan penyuluh , bagaimana petani mampu mengamati dan mendeteksi sebelum menggunakan petisida jangan sampai menggunakan peptisida padahal terkena penyakit bukan hama”. Ucap Tera (43) selaku Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Wilayah 12.
3. Mitigasi kekeringan
Produksi padi di beberapa wilayah Kecamatan Tanjungsari merupakan sawah tanah hujan yang dimana hanya mengandalkan pengairan dengan air hujan. Untuk mengantisipasi kekeringan saat memasuki musim kemarau, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura melakukan beberapa upaya untuk mitigasi kekeringan dengan kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT).
“Selain menggunakan varietas yang unggul dan resisten, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dinas tanaman pangan dan hortikultura melakukan beberapa upaya untuk mitigasi kekeringan ada yang namanya RJIT”. Ucap Tera (43) selaku Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Wilayah 12.
4. Mengikuti program AUTP
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga telah melakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi dampak yang terjadi akibat gagal panen dengan program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Asuransi ini dibuat untuk membantu para petani yang gagal panen sebagai modal menanam kembali, hanya dengan membayar Rp160.000/ha setiap musim tanam petani akan mendapat kompensasi sebesar Rp6.000.000/ha apabila terjadi gagal panen. Khusus petani yang berada di Kabupaten Bogor tidak perlu membayar premi karena telah disubsidi oleh Pemerintah sebesar Rp144.000 rupiah lewat APBN dan disubsidi kembali oleh pemerintah daerah sebesar Rp36.000 rupiah lewat APBD. Tentunya dengan memprioritaskan kepada desa yang rentan gagal panen.
“Balai Penyuluh Pertanian baik pusat maupun wilayah memiliki program AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi) untuk memberi kompensasi kepada petani yang lahan pertaniannya tidak mengeluarkan hasil atau puso yang disebabkan karena gagal panen, mendapat premi sebesar 6 juta rupiah/ha. Untuk mengikuti AUTP ini petani memiliki kewajiban membatar premi sebesar Rp.180.000/ha, tetapi sudah disubsidi oleh pemerintah pusat lewat APBN dan petani hanya membayar sebesar Rp36.000/ha, dikhususkan oleh kabupaten bogor pada tahun 2022 yang Rp36.000 juga disubsidi oleh pemerintah daerah lewat APBD, jadi gratis. Tinggal kewajiban para petugas untuk mendata petani dan mendaftarkan asuransi tersebut. Tetapi harus dipilah pilih dahulu kepada daerah mana atau desa apa yang sekiranya akan berdampak gitu atau memprioritaskan kepada wilayah lahan pertanian yang sekiranya akan mudah gagal panen. Soalnya, anggaran sendiri tidak banyak ya pastinya jadi sangat diprioritaskan kepada daerah yang emang berpotensi terkena dampak OPT dan DPI”. Ujarnya.
Tera menegaskan bahwa upaya tersebut tidak menjamin akan berhasil panen sepenuhnya, hasil panen tentunya kembali lagi kepada perilaku petani. Bagaimana petani melakukan mulai dari tahap pemupukan, menanam benih padi, penanganan saat terkena penyakit atau hama, hingga melakukan perawatan pasca panen.
“Tidak semua benih yang ditanam akan berhasil panen, ada beberapa tempat yang gagal panen akibat hama atau penyakit. Setelah benih yang baik, tempat yang mendukung, kembali ke perilaku petani rajin atau tidak. Bagaimana cara dia melakukan pemeliharaan terhadap pemupukan, penanganan hama, dan hal lainnya. Jangan sampai habis selesai panen dibiarkan harus kita cek kering atau tidak airnya, ada hama atau tidak”. Tutur Tera (43) Koordinator BPP Wilayah 12.
Petani di Tanjungsari mengatakan bahwa penyuluh sangat membantu mereka dalam kegiatan bertani. Kesaksian ini didukung oleh pernyataan dari salah satu petani di Desa Antajaya, Pak Asep.
“Kalau penyuluh itu kebanyakan di lapangan, bahkan jam kerjanya lebih banyak dibanding orang yang kerja di kantor. Misalkan hari minggu , kadang-kadang kalau panen kan ga pasti harinya. Makanya saya kadang-kadang kasihan gitu”. Ucap Asep (43) Petani di Desa Antajaya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.