Stunting di Sekitar Kita: Apakah Kamu Bisa Mengenalinya?
Eduaksi | 2025-01-09 22:26:34Stunting merupakan suatu kondisi serius yang mempengaruhi kualitas hidup anak di Indonesia. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, angka prevalensi stunting menunjukkan tren penurunan, yaitu dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Secara keseluruhan, prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dari 30,7% pada tahun 2018. menjadi 21,5% pada tahun 2023. Namun, meskipun penurunan ini menggembirakan, namun angka tersebut masih di atas standar WHO, yaitu kurang dari 20%.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024, yang berarti diperlukan penurunan rata-rata sebesar 3,8% per tahun. Meskipun upaya intensif telah dilakukan, namun masih terdapat beberapa tantangan serius. Data Riskesdas menunjukkan jumlah anak stunting pada tahun 2013 mencapai 8,9 juta jiwa. Angka ini mencerminkan dampak jangka panjang yang serius jika stunting tidak ditangani dengan baik.
Apa itu Stunting?
Stunting mengacu pada suatu kondisi pertumbuhan yang ditandai dengan tinggi badan seseorang lebih pendek dari standar rata-rata tinggi badan orang lain pada umumnya yang memiliki usia yang sama akibat kekurangan gizi kronis yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan. Kondisi ini seringkali luput dari perhatian karena gejalanya tidak langsung terlihat. Padahal, dampaknya sangat signifikan terhadap pertumbuhan fisik, perkembangan kognitif, dan produktivitas anak di masa depan. Oleh karena itu, mengenali dan memahami stunting merupakan langkah awal yang penting untuk mencegah generasi mendatang membatasi potensinya.
Stunting juga didefinisikan oleh WHO sebagai tinggi badan yang berada di bawah -2 standar deviasi dari kurva pertumbuhan menurut umur dan jenis kelamin. Kondisi ini terjadi akibat kombinasi berbagai faktor, antara lain gizi buruk kronis, pola asuh orang tua yang tidak tepat, serta buruknya akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Kenali Faktor Penyebabnya
Beberapa faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya stunting antara lain:
1. Malnutrisi Kronis
Kurangnya asupan nutrisi sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun menjadi penyebab utama terjadinya stunting. Berbagai penyebab seperti 1 dari 3 ibu hamil menderita anemia dan mahalnya makanan bergizi menjadi faktor penyebabnya. Oleh karena itu, anak dari ibu yang kekurangan asupan protein dan mikronutrien selama hamil lebih rentan mengalami stunting.
2. Sanitasi Buruk
Ternyata 1 dari 5 rumah tangga masih buang air besar di tempat terbuka dan 1 dari 3 rumah tangga tidak mempunyai akses terhadap air minum bersih. Buruknya akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi juga meningkatkan risiko terjadinya stunting. Lingkungan yang tidak higienis meningkatkan munculnya penyakit infeksi, seperti diare, yang berdampak pada penyerapan nutrisi anak.
3. Pola Pengasuhan yang Tidak Tepat
60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI. Nah Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang berkualitas juga memperburuk prevalensi stunting lo..
4. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care, Post Natal, dan pembelajaran dini yang berkualitas.
Salah satu determinan utama stunting adalah berat lahir rendah (BBLR). Faktanya 37% anak dari ibu yang menikah di usia kurang dari 19 tahun mengalami stunting, dibandingkan 31,9% pada anak dari ibu yang menikah di usia 20-34 tahun. Faktor ini menekankan pentingnya kesehatan reproduksi dan pendidikan sebagai bagian dari solusi jangka panjang.
Bagaimana Dampak Stunting?
Dampak stunting sendiri tidak hanya dirasakan pada masa kanak-kanak tetapi juga membawa konsekuensi jangka panjang bagi kehidupan seseorang. Beberapa dampak utamanya adalah:
Dampak jangka pendek:
1. Gangguan pada pertumbuhan fisik, seperti tinggi badan yang jauh di bawah rata-rata anak seusianya.
2. Perkembangan kognitif dan motorik yang terhambat, sehingga anak mengalami keterlambatan belajar dan kurang fokus.
Dampak jangka panjang:
1. Penurunan kemampuan kognitif yang berdampak pada prestasi akademik dan kualitas pendidikan.
2. Risiko penyakit degenerativ yang karena melemahnya daya tahan tubuh seperti hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular.
3. Menurunnya produktivitas kerja dan potensi penghasilan, sehingga berdampak pada siklus kemiskinan lintas generasi.
Dari dampak tersebut anak yang mengalami stunting cenderung tumbuh menjadi dewasa yang lebih pendek, kurang sehat, dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular dibandingkan anak dengan pertumbuhan normal. Hal ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga berdampak pada perekonomian negara.
Lebih Dekat Mengenali Stunting
Tanda pubertas terlambat, pertumbuhan gigi terlambat, performa buruk pada perhatian dan memori belajar, anak menjadi lebih pendiam di usia 8-10 tahun dan tidak banyak melakukan eye contact, wajah tampak lebih muda dari usianya, jarang disadari bahwa semua itu adalah beberapa gejala stunting pada anak. Stunting memang sering kali sulit dikenali karena dampaknya tidak langsung terlihat. Namun, beberapa tanda fisik dan nonfisik dapat menjadi indikasi utama untuk mengenali stunting lho!
1. Tanda fisik: tinggi badan anak yang jauh di bawah rata-rata untuk usianya.
2. Tanda nonFisik: anak cenderung lesu, tidak aktif, dan menunjukkan gangguan perkembangan kognitif, seperti lambat berbicara atau kesulitan belajar.
Penting untuk membedakan antara anak yang secara genetik pendek dan anak yang mengalami stunting. Stunting biasanya disertai dengan masalah kesehatan lain, seperti rendahnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Namun perlu diketahui juga bahwa stunting juga berbeda dengan gizi buruk. Kebanyakan orang mengira stunting adalah gizi buruk, padahal kedua hal tersebut berbeda.
Stunting merupakan gabungan antara sangat pendek dan pendek, tak heran jika badan lebih pendek dan terlihat lebih muda dibandingkan teman sebayanya, pertumbuhan cenderung melambat, pengukuran dari perbandingan tinggi badan dengan umur, berdampak pada gangguan metabolisme, fisik tubuh. ukuran tubuh yang tidak optimal dan gizi buruk dalam jangka panjang (terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan anak). Berbeda dengan Malnutrisi yang merupakan gabungan antara gizi buruk dan gizi buruk. Gizi yang buruk mempunyai ciri-ciri kulit kering, lemak di bawah kulit berkurang, otot mengecil. Selain itu, gizi buruk mempunyai kemungkinan perut menjadi buncit diukur dari berat badan, mudah terkena infeksi akibat rendahnya daya tahan tubuh, sehingga mengakibatkan tumbuh kembang anak terhenti sebelum waktunya, dan penyebabnya karena kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Stunting merupakan masalah gizi yang sering dianggap sepele namun berdampak besar bagi generasi mendatang. Penurunan prevalensi stunting di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa perubahan positif dapat dicapai melalui kerja sama lintas sektor. Namun untuk mencapai target 14% pada tahun 2024, diperlukan upaya yang lebih intensif, antara lain peningkatan kesadaran masyarakat, edukasi pola makan bergizi, serta intervensi gizi pada ibu hamil dan anak.
Mari kita tingkatkan kepedulian terhadap anak-anak di sekitar kita dan bersama-sama cegah stunting. Dengan begitu, kita dapat memutus rantai stunting dan menciptakan generasi yang lebih sehat, cerdas, dan produktif.
Referensi:
Ningrum, TS (2024). Edukasi Pentingnya Mengenal Stunting Sejak Dini Sebagai Pencegahan Stunting pada Kelompok Ibu-Ibu di Perumahan Binawidya, Tampan, Pekanbaru.Jurnal Pelayanan Inovasi Masyarakat Indonesia, 3(1), 51-54.
Priyono, P. (2020). Strategi Percepatan Penurunan Stunting di Perdesaan (Studi Kasus Pendampingan Aksi Pencegahan Stunting di Desa Banyumundu Kabupaten Pandeglang). Jurnal Pemerintahan yang Baik.
Qadir, SA, Hadiati, H., & Intani, R. (2024). STRATEGI KOMUNIKASI PROGRAM ANTI STUNTING ANGGOTA DPR DI DAERAH PEMILU (Studi Kasus Anggota Komisi IX DPR RI Darul Siska Dapil I Sumbar). Jurnal Dinamika Ilmu Komunikasi, 10(1), 1-10.
Wahyudin, WC, Hana, FM, & Prihandono, A. (2023). Prediksi Stunting pada Balita di RSUD Kota Semarang Menggunakan Naive Bayes. Jurnal Ilmu Komputer dan Matematika, 4 (1), 32-36.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.