Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lintar Satria Zulfikar

Sikap Anti-Pemerintah Stranger Things

Lomba | Sunday, 19 Dec 2021, 19:59 WIB

Seperti beberapa serial televisi Amerika dengan genre serupa, Stranger Things memiliki suasana anti-pemerintah yang kuat. Nuansa yang mungkin dipopulerkan oleh X-Files, serial televisi tahun 1990-an yang konspiratif.

Seorang pakar budaya Amerika Serikat (AS) di Inggris, Peter Knight membahas panjang lebar bagaimana X-Files membangun budaya konspirasi di Amerika dalam bukunya yang berjudul Conspiracy Culture: From the Kennedy Assassination to The X-Files. Tapi Knight tidak mengungkapkan sifat teori konspirasi X-Files sebenarnya yang sangat neoliberal bahkan hampir libertarian.

Knight hanya bermain-main dengan teori paranoia ketubuhan yang sepertinya dipinjam dari Maurice Merleau-Ponty tapi ia sama sekali tidak menyinggung filsuf Prancis tersebut. Teori itu sebenarnya juga sama sekali tidak relevan dengan pembentukan teori konspirasi.

Ia hanya menjelaskan bagaimana X-Files memupuk ketakutan-ketakutan tak wajar di masyarakat, tanpa menegaskan maksud dari tujuan tersebut. Ketua dewan pelaksana proyek Comparative Analysis of Conspiracy Theories in Europe itu gagal memahami atau sengaja tidak mengungkapkan tujuan sebenarnya X-Files diproduksi dan ditayangkan.

Serial televisi yang tayang hingga 11 musim itu memberikan sudut pandang yang berbeda dari tayangan Amerika lainnya saat itu. Serial televisi atau film Amerika dari decade 70 hingga akhir 80-an biasanya sangat patriotik, tokoh utamanya adalah pihak berwenang yang menentang atasan mereka untuk tujuan dan alasan yang mulia.

Sejak episode pertama dua tokoh utamanya yakni Dana Scully dan Fox Mulder membawa penonton untuk mencurigai pemerintah. Penonton diajak untuk kritis terhadap proyek-proyek rahasia pemerintah. X-Files memupuk keyakinan masyarakat bahwa pemerintah menutupi keberadaan alien.

X-Files ditayangkan empat tahun setelah tembok Berlin dirubuhkan dan Uni Soviet bubar, di masa komunisme dinyatakan kalah dan pengamat politik Francis Fukuyama dengan percaya diri menyatakan kapitalisme sudah menang. Amerika juga baru saja memenangkan Perang Teluk di Kuwait dan Irak.

Saat itu sepertinya tidak ada yang bisa mengalahkan Amerika Serikat. Negara adidaya yang sangat kuat, garda depan bidang teknologi dan sains. Periode itu jauh sebelum serangan teror 11 September 2001 dan disrupsi ekonomi Cina yang dimulai sekitar tahun 2010-an.

Sepertinya sineas-sineas Amerika saat itu bosan, merasa negara mereka sudah tidak memiliki musuh di bumi sehingga memusatkan fokus ke luar angkasa dan menciptakan ‘duri dalam daging’ di Washington. Terciptakan kisah pemerintah merahasiakan keberadaan alien yang sudah lama mereka temukan dengan alasan menghindari kepanikan massal.

Suasana yang sama terulang di Strange Things yang tahun depan akan memasuki musim tayang ke empat. Serial televisi Netflix yang dimulai tahun 2016 lalu juga menjadikan pemerintah dengan proyek rahasianya sebagai antagonis sebelum akhirnya beralih ke mahluk dari dimensi lain.

Berbeda dari X-Files di mana tokoh protagonisnya adalah agen FBI yang memiliki nilai-nilai mulia dan bertindak atas kemaslahatan orang banyak. Protoganis Strange Things adalah warga kota kecil yang terdiri dari sekelompok remaja tanggung, pasangan muda-mudi, seorang ibu dan seorang Sherif.

Setting serial televisi itu tahun 1980-an, ketika Perang Dingin masih berlangsung dan hantu komunis masih membayangi Amerika. Tapi hanya ada satu remaja kulit hitam dalam kelompok protagonis itu, sisanya kulit putih, tidak ada Asia-Amerika, suku asli, atau minoritas lainnya.

Tidak mencerminkan AS pada tahun 1980-an yang saat itu sudah sangat multiras, etnis dan kultur. Selain itu Hawkins, kota kecil lokasi hal-hal aneh terjadi di Stranger Things tidak terpengaruh dengan hiruk-pikuk perang narkoba Ronald Reagan yang dampaknya terasa hingga saat ini.

Antagonis musim pertama yang tayang delapan episode adalah laboratorium rahasia pemerintah yang melakukan uji coba pada seorang anak yang memiliki kemampuan telepati dan psikokinesis bernama Eleven. Laboratorium itu juga menyelidiki gerbang menuju dimensi lain di mana mahluk di dalamnya akan menjadi antagonis di seluruh serial.

Paradigma anti-pemerintah ada di semua spektrum ideologi politik mulai dari yang paling kiri hingga yang paling kanan. Tapi suasana anti-pemerintah X-Files dan Stranger Things lebih condong ke moderat hingga ekstrem kanan.

Dua serial itu sama sekali tidak menyentuh isu pasar atau industri yang mengubah wajah Amerika pada tahun 1980-an. Isu gentrifikasi yang disebabkan aliran modal baru disinggung pada musim tayang ketiga.

Tokoh jahat dua serial itu juga otoritas tertinggi negara yang merahasiakan proyek yang dibiayai uang rakyat. Di Stranger Things dan X-Files pemerintah sangat despotik. Dua serial itu menekankan bagaimana sekelompok individu di masyarakat mengatasi masalah yang ditimbulkan pemerintah.

Saya tidak akan berpusing-pusing dengan teori politik. Tapi mudahnya begini kelompok kiri Amerika Serikat (AS) seperti DSA (Democratic Socialists of America) akan memecahkan masalah dengan mendorong pihak berwenang legislatif dan eksekutif untuk membentuk komite khusus, mendesak House of Representative dan Senat menggelar pemungutan suara dan lain-lain.

Sementara sayap kanan akan meminta pemerintah meminimalisir campur tangan mereka. Seperti yang ditekankan di Stranger Things dan X-Files.

Contohnya dalam isu pemakaian masker di sekolah untuk menghindari lonjakan kasus infeksi Covid-19 selama pandemi. Kelompok kiri atau progresif akan mendorong pemerintah menetapkan kebijakan yang mewajibkan seluruh pihak di sekolah menggunakan masker.

Sementara kelompok kanan ―tidak berarti mereka anti-masker atau tidak percaya pada ilmu pengetahuan― tapi mereka akan menutut agar keputusan memakai masker diserahkan ke individu masing-masing.

Bagi saya sikap anti-pemerintah yang kuat di X-Files dan Stranger Things lebih condong ke kanan. Karena menjadikan pemerintah berperan sebagai pihak antagonis dan tidak bisa dipercaya.

Di musim kedua Stranger Things pejabat laboratorium yang sebelumnya merupakan antagonis diganti dengan tokoh protagonis. Tapi tokoh itu tetap menyembunyikan sesuatu dan sulit dipercaya.

Sebelumnya saya merasakan suasana libertarianisme yang kuat di Stranger Things tapi perlahan atmosfirnya berubah. Di musim kedua nuansa despotik masih ada tapi pemerintah bukan lagi antagonis utama. Kini mahluk dari dimensi lain menjadi musuh yang harus dihancurkan bersama-sama.

Musim tayang ketiga lebih bernuasana nostalgia Perang Dingin. Walaupun masih ada unsur liberatarian di beberapa episode.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image