Infeksi Akibat Leptospira Semakin Meningkat, Cegah Penularan dengan Hal Ini
Gaya Hidup | 2023-03-09 06:14:09Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis di Asia dengan kasus leptospirosis yang cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan proses penyebaran bakteri yang semakin cepat pada iklim tropis. Bakteri Leptospira diketahui hidup pada suhu yang hangat dengan pH air yang netral dan curah hujan yang tinggi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, kasus leptospirosis hingga 7 Maret 2023 tercatat sebanyak 249 kasus, dengan 9 kasus kematian. Daerah penyebaran kasus leptospirosis tertinggi berada di Pacitan, yaitu sebanyak 204 kasus dengan 6 kasus kematian. Selanjutnya ada di Sampang sebanyak 22 kasus, Lumajang sebanyak 8 kasus, Kota Probolinggo sebanyak 5 kasus dengan 1 kasus kematian, Tulungagung 4 kasus, Kabupaten Probolinggo sebanyak 3 kasus dengan 2 kasus kematian, dan Gresik sebanyak 3 kasus.
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit penyerta banjir. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang menginfeksi beberapa hewan, seperti tikus, anjing, babi, sapi, dan kuda. Bakteri dengan bentuk spiral ini dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun dalam genangan air yang terkontaminasi urine dari hewan yang terinfeksi. Bakteri dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit yang lecet atau luka pada saat melakukan kontak langsung dengan banjir atau genangan air sungai yang terkontaminasi urine dari hewan yang terinfeksi. Selain itu, proses infeksi juga dapat terjadi secara langsung pada saat kontak langsung antara kulit dengan urine hewan yang terinfeksi, seperti pada saat membersihkan urine tikus tanpa menggunakan sarung tangan.
Gejala leptospirosis baru dapat terlihat 1 sampai 2 minggu setelah terpapar bakteri Leptospira. Gejala leptospirosis sangat bervariasi pada setiap penderita. Umumnya penderita akan mengalami gejala awal seperti terkena penyakit flu dan demam berdarah. Pada penderita yang lain juga dapat memunculkan tanda dan gejala yang berbeda, antara lain:
1. Diare
2. Mata merah
3. Sakit kepala
4. Badan lemas
5. Sakit perut
6. Nyeri otot pada betis dan punggung bawah
7. Bintik-bintik merah atau kuning di kulit
8. Mual dan muntah
9. Tidak nafsu makan
10. Demam tinggi serta menggigil
Setelah mengetahui gejala-gejala tersebut, ada baiknya melakukan konsultasi ke dokter atau bila perlu menerima perawatan di rumah sakit. Penyakit leptospirosis yang tidak diberi pengobatan dengan baik dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gagal ginjal akut, keguguran pada ibu hamil, dan gagal napas atau acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pencegahan infeksi leptospirosis dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi resiko penyebaran infeksi melalui beberapa cara, diantaranya:
1. Menerapkan perilaku hidup sehat dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
2. Menggunakan sarung tangan pada saat membersihkan rumah.
3. Menggunakan sepatu boots dengan ukuran tinggi pada saat membersihkan selokan atau genangan air yang lainnya.
4. Mencuci tangan dan kaki dengan air mengalir menggunakan sabun setelah beraktivitas.
5. Menutup luka dengan plester tahan air dan selalu menggantinya setiap saat.
6. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari hewan yang dapat menginfeksi.
7. Membasmi hewan yang dapat menginfeksi, terutama tikus yang berada di lingkungan sekitar.
8. Hindari melakukan kontak langsung dengan hewan yang rentan terinfeksi bakteri Leptospira.
9. Pastikan sumber air yang akan digunakan terbebas dari pencemaran bakteri Leptospira.
10. Menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) agar mengurangi terjadinya penyumbatan air yang dapat menimbulkan adanya genangan air.
11. Mencuci buah dan sayuran dengan air mengalir sebelum diolah.
12. Hindari berendam atau bermain air di sungai atau genangan air yang lainnya.
Selain itu, pentingnya juga bagi pemerintah untuk melakukan promosi kesehatan pada masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal pada wilayah rawan banjir. Promosi Kesehatan dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan penyuluhan dan pergerakan masyarakat mengenai pengendalian hewan yang rawan terinfeksi bakteri Leptospira. Kegiatan tersebut dapat berupa memberikan cara dan langkah untuk membuat perangkap tikus agar tidak masuk kerumah, menyediakan dan menutup rapat tempat sampah, dan meningkatkan penangkapan tikus atau trapping. Diharapkan pemerintah dapat melakukan kegiatan tersebut di tempat-tempat umum juga, seperti pasar, terminal, kolam renang, dan tempat rekreasi.
Pemerintah juga diharapkan memberikan solusi atas terjadinya banjir di sekitar pemukiman warga. Banjir dapat terjadi karena kurangnya volume aliran sungai. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya sampah yang menumpuk sehingga menyebabkan aliran sungai terhambat. Alangkah baiknya pemerintah memberikan kebijakan yang lebih tegas mengenai membuang sampah. Selain itu, pemasangan lubang biopori juga dapat disosialisasikan dan diterapkan di rumah-rumah warga.
Lubang biopori dapat mempercepat penyerapan air hujan. Hal ini dikarenakan adanya proses biologis dari sampah-sampah organic menjadi pupuk kompos yang ada dalam lubang biopori. Selain itu, lubang biopori juga dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk menampung air. Hal ini dikarenakan adanya cacing-cacing yang berada dalam lubang. Cacing-cacing tersebut membuat sebuah terowongan kecil untuk meningkatkan luas bidang resapan menjadi 40 kali lebih luas.
Penggunaan lubang biopori ini dapat digunakan di berbagai jenis lahan, asalkan pada area terbuka yang terkena banjir seperti di halaman rumah, tempat parkir, sekitar taman dan pepohonan serta lahan terbuka lainnya. Dalam ini, pencegahan penularan infeksi bakteri Leptospira membutuhkan peran yang aktif, baik dari pihak pemerintah maupun dari setiap individu. Hal tersebut dilakukan agar proses pencegahan dapat berjalan dengan cepat dan berhasil menurunkan angka kasus akibat infeksi bakteri Leptospira.
Penulis,
Najwa Miftah Rania
Mahasiswa S1 Kebidanan, Universitas Airlangga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.