Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sri Maryati

Cukai Gula Demi Kesehatan Bangsa, Terapkan Segera

Bisnis | Wednesday, 08 Mar 2023, 15:26 WIB

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar produk gula dimasukkan ke dalam barang yang dikenai cukai. Hal itu demi kesehatan bangsa Indonesia, karena cukai bertujuan mencegah tingkat obesitas masyarakat yang semakin tinggi. Oleh dunia Indonesia ini dikenal dengan sebutan extremely narrow coverage. Yakni negara yang memiliki sangat sedikit objek cukai dibandingkan dengan negara lain.

Pihak Kementerian Keuangan menanggapi usulan tersebut, lewat Direkur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Askolani menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti sesuai ketentuan. Meskipun akan terjadi polemik, publik yang paham tentang pentingnya kesehatan berharap agar penerapan cukai tidak berlarut-larut lagi seperti penerapan cukai plastik. Mekanisme untuk pengajuan dan implementasi cukai baru, sesuai dengan ketentuan perlu dipercepat.

Menurut penelitian Kementerian Kesehatan ada peningkatan signifikan obesitas di Indonesia. Dalam satu dekade terakhir, peningkatan obesitas di Indonesia mencapai dua kali lipat. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan kebutuhan gula nasional mencapai 6,2 juta ton terdiri dari 3 juta ton gula konsumsi dan gula rafinasi untuk kebutuhan industri makanan dan minuman sebesar 3,2 juta ton, sementara produksi lokal hanya sebesar 2,2 juta ton.

Cukai dirancang untuk memenuhi berbagai tujuan yang sangat bervariasi. Selain untuk meningkatkan pendapatan negara, cukai dapat dirancang untuk tujuan kesehatan, lingkungan, ekonomi, ketenagakerjaan ataupun tujuan sosial lainnya yang berbeda di antara negara.

Cukai menjadi sumber penerimaan pajak yang sangat penting bagi negara. Sebagai gambaran negara anggota ASEAN, kontribusi cukai terhadap total penerimaan pajak negara di Laos dan Thailand berada pada angka sekitar 21 persen, Kamboja hampir 19 persen, serta di Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam sebesar 8-10 persen.

Menurut Undang-Undang No.39/2007, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU.

Barang kena cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup,atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Pemerintah hendaknya tidak ragu memperluas objek cukai dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi dibidang cukai. Perlu langkah konkret pada upaya intensifikasi penerimaan cukai. Hal yang sama juga perlu dilakukan dalam upaya ekstensifikasi untuk menambah objek barang kenacukai baru. Selama ini sistem cukai di negeri ini kurang efektif dan spektrumnya sangat sempit karena penerimaan cukai selama ini hanya mengandalkan 3 jenis barang kena cukai yaitu, produk hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan etil alkohol.

Selama ini Indonesia ini dikenal dengan sebutan extremely narrow coverage. Yakni negeri yang memiliki sangat sedikit objek cukai apabila di bandingkan dengan negara lain. Sebagai perbandingan di negara ASEAN saja, rata-rata sudah mengenakan lebih dari 10 komoditas kena cukai. Padahal UU No. 39 tahun 2007 memberikan kriteria yang lebih luas bagi pengenaan objek cukai, yaitu komoditi yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Sektor lain yang perlu pengenaan cukai adalah jasa, mengingat sudah banyak negara yang menerapkan cukai atas jasa.

Sebagai bahan perbandingan negara-negara yang mengenakan cukai lebih dari tiga jenis barang kena cukai. Seperti contohnya negara Finlandia mengenakan cukai terhadap margarin, mentega, susu, minuman ringan berkarbonasi, obatobatan, produk bulu binatang, permadani, arloji, alat-alat perkakas, kamera, peralatan musik, mobil, sepeda motor, kapal laut, pesawat terbang, asuransi dan travel. Negara Prancis mengenakan cukai terhadap kopi, teh, gula, minyak sayur, daging, minuman ringan berkarbonasi, kosmetik, parfum, perhiasan, bahan peledak, asuransi,transportasi, pemanas dan listrik. India : kopi, teh, gula, minyak makan, minuman ringan berkarbonasi, tekstil, sabun, kaca, kaos kaki, kosmetik, parfum, alat-alat perkakas, alat pendingin ruangan, televisi, film, kamera, semen, logam, plastik, kayu, “rubber”, batere, kabel, mesin, transportasi, travel dan listrik.

Sedangkan Jepang mengenakan cukai terhadap komoditas kopi, teh, logam, biji coklat, gula, minuman ringan berkarbonasi, mebel, permadani, kartu permainan, kosmetik, parfum, perhiasan, produk bulu binatang, alat-alat perkakas, jam dinding, alat pendingin ruangan, televisi, peralatan fotografi, perekam, alat-alat olahraga, mobil, kayu balok, travel, listrik dan gas.

Pengenaan cukai terhadap plastik juga sangat tepat mengingat permintaan plastik dalam negeri terus meningkat. Hampir seluruh industri dalam negeri membutuhkan bahan baku plastik ini. Pengguna terbesarnya adalah industri makanan dan FMCG (fast moving consumer goods) yang mencapai 60 persen dari total kebutuhan plastik nasional.

Sayangnya produsen dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya Indonesia terpaksa mengimpor plastik dari negara lain. Setiap saat produk plastik impor memperbesar penetrasi ke pasar negeri ini. Total konsumsi plastik Indonesia pada 2015 sekitar 4,2 juta ton. Dari jumlah diatas, 40 persen dipenuhi dari impor. Adapun sebanyak 80 persen impor tersebut berasal dari negara-negara ASEAN.

Ironi plastik nasional yang diwarnai oleh melonjaknya impor bahan baku juga masih diwarnai dengan impor plastik bekas yang bisa mengancam kondisi lingkungan. Selain itu juga terjadi penurunan utilisasi dan mutu dari sektor industri kantong dan tas plastik, thermoforming, kemasan rigid serta kemasan fleksibel.

Sejarah menunjukkan kemasan plastik mulai diperkenalkan pada 1900-an. Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer. Disamping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut berupa zat-zat dengan berat molekul rendah, yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat, dan masih banyak lagi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image