Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nadhif Jirga

Mengenali Fenomena Panic Buying Pada Masa Pandemi

Eduaksi | Sunday, 19 Dec 2021, 02:00 WIB

Sepanjang pandemi Covid-19, terutama pada awal pandemi, teman - teman pasti pernah melihat video atau bahkan mengalami fenomena dimana orang-orang ramai berdesak-desakan di mall dan supermarket membeli kebutuhan pokok yang berlebihan sampai stok habis besar-besaran. Nah, fenomena tersebut biasa disebut dengan panic buying teman-teman. Yuk, teman-teman mari kita kenali lebih lanjut tentang panic buying.

Dikutip dari Cambridge Dictionary, “Panic Buying” merupakan situasi dimana banyak orang tiba-tiba membeli kebutuhan pokok sebanyak mungkin atau berlebihan karena kekhawatiran tentang sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi. Tahu kah kamu barang apa yang banyak sekali dibeli oleh masyarakat Indonesia ?. Sebelum itu, mari kita bahas barang apa saja yang banyak dibeli oleh masyarakat di dunia .

Di New York, orang-orang melakukan panic buying anak ayam loh teman-teman, karena menurutnya, mereka bisa memiliki daging dan telur sendiri ketika di pasaran tidak tersedia (Rossa & Varwati, 2020). Sedangkan di North Carolina, orang-orang melakukan panic buying senjata api dengan beralasan melindungi diri dan keluarga ketika terjadi perampokan dan penjarahan di masa mendatang (Solahuddin, 2020). Pindah ke Eropa, khususnya negara Italia, panic buying terjadi di sektor bahan makanan pasta (Kwok, 2020). Dan untuk negara Malaysia, Afrika Selatan, Singapura, Jepang, Filipina, dan Inggris, panic buying terjadi di bahan makanan, dan perlengkapan kesehatan.

Tidak jauh beda dengan negara lain, Indonesia pun mengalami fenomena panic buying dimana sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan pangan, masker, hand sanitizer, vitamin, dan obat-obatan (Pingit, 2020). Fenomena panic buying ini pun terjadi secara terus menerus sepanjang pandemi Covid-19 yang menyebabkan stok atau ketersediaan barang di mall dan supermarket habis atau kosong dalam waktu yang cepat. Untuk mengatasi masalah tersebut, Indonesia dan hampir semua negara menerapkan kebijakan membatasi jumlah pembelian. Lantas, apa saja alasan orang melakukan panic buying? Yuk, simak penjelasannya !

Pengaruh Sekitar

Seperti yang sudah disinggung di atas, orang-orang dengan ramai berdesak-desakan pergi ke mall dan supermarket melakukan panic buying agar bisa bertahan hidup tanpa meninggalkan tempat tinggal dengan waktu yang lama tentu akan menimbulkan pengaruh kepada orang-orang di sekitarnya dan akhirnya menimbulkan fenomena secara global.

Kecemasan dan Takut yang Menular

Hampir setiap orang memiliki media sosial dan menggunakannya guna memberi dan mendapatkan informasi dari seluruh sisi dunia demi mengikuti apa yang terjadi di dunia. Sama seperti virus, ketakutan dan kecemasan secara massal yang disebarkan melalui media sosial menyebabkan orang lain yang melihat ikut panik dan ikut serta dalam fenomena panic buying (Hoegh, Ferreira & Leman, 2016). Dari kecemasan, ketakutan atau panik satu orang, akhirnya orang-orang sekitarnya tertular dan terpengaruh dan akhirnya panik bersama-sama. Alasan yang cenderung tidak masuk akal dilandasi dengan perkataan di dalam kepala “Kalau orang lain memborong, kenapa saya tidak ikutan juga” (Hou & Du, 2020).

Lantas, apa yang akan terjadi jika fenomena panic buying ini terjadi secara terus-menerus ? Yuk, kita bahasa bersama !

Keterbatasan Persediaan

Bisa dibayangkan jika fenomena panic buying ini terjadi secara terus menerus selama pandemi ini, pastinya persediaan barang yang diminati oleh masyarakat akan habis dengan waktu yang cepat dan akhirnya menyebabkan kelangkaan barang sehingga menjadi lebih sulit barang akan ditemukan.

Pemborosan

Fenomena panic buying ini menjerumuskan masyarakat kepada perilaku pemborosan dan penimbunan. Pembelian berlebihan mungkin bisa dialihkan kepada keperluan lain yang lebih penting. Terlebih dari itu, pengeluaran yang berlebihan bisa menyebabkan ekonomi suatu keluarga berubah dikarenakan pendapatan di situasi yang berbeda pada masa pandemi ini dan daripada menimbun, lebih baik berbagi kepada orang yang lebih membutuhkan.

Inflasi

Dikarenakan kelangkaan berbagai produk dan barang kebutuhan oleh suatu masyarakat sebab fenomena panic buying, harga dari produk langka tersebut secara otomatis meningkat atau terjadi inflasi dan dapat mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia.

Lantas, bagaimana cara mencegah dampak-dampak tersebut? Yuk, simak penjelasannya!

Berpikir Positif

Di masa pandemi Covid-19 ini, berpikir positif merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki untuk mengurangi rasa khawatir, cemas, dan ketakutan yang berlebihan. Dengan mengurangi pikiran-pikiran yang tidak baik tersebut, berpikir positif dapat menjaga kesehatan mental anda dengan mengurangi stress dan depresi.

Peduli dengan sesama

Perlu diingat bahwa di masa pandemi ini, banyak orang lain diluar sana yang lebih membutuhkan daripada kita dan harus disadari bahwa panic buying merugikan orang lain.

Jadi, teman-teman, menurut saya, antisipasi memang boleh dilakukan, tapi jangan berlebihan. Belanjalah secukupnya untuk diri dan keluarga dan pedulikan orang orang sekitar yang lebih membutuhkan. Karena kita tidak tahu seperti situasi atau kondisi yang dialami oleh orang lain. Semoga artikel ini dapat membantu!

Referensi

Sovhie Aprilia, Cindy. (2020). Perilaku Panic Buying Dan Berita Hoaks Covid-19 Di Kota Bandung

Minto Wahyu, Agung. (2021). Perilaku Panic Buying Mengiringi Kemunculan COVID-19? Sebuah Studi pada Awal Pandemi di Indonesia.

Muflihun, Muhammad. (2021). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Panic Buying Civitas Akademika Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Dalam Menghadapi Wabah Penyakit Di Indonesia

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image