Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Iqlima Rizna Baroroh

Cashback E-Wallet: Strategi Promosi atau Siasat Riba Terselubung?

Bisnis | 2025-06-29 20:54:41

“Segera checkout dan dapatkan cashback hingga Rp50.000!”Pernyataan semacam ini sudah sangat umum dijumpai ketika kita menjelajahi platform e-commerce favorit. Namun, pernahkah kita mempertanyakan apakah cashback yang ditawarkan tersebut merupakan bentuk hadiah murni dari penjual? Ataukah justru terdapat indikasi praktik riba yang tersembunyi di balik promosi yang terlihat menguntungkan ini?

Ilustrasi Cashback. Sumber: Pngtree

Era Digital, Belanja Semakin Mudah – Namun Sudah Sesuaikah dengan Prinsip Syariah?

Dalam era perkembangan digital dan pertumbuhan e-commerce yang begitu pesat, tawaran cashback menjadi salah satu daya tarik utama bagi konsumen. Cashback tidak hanya memberikan kesan penghematan, tetapi juga memengaruhi keputusan akhir dalam bertransaksi.

Berdasarkan hasil penelitian Khoerulloh & Hidayah (2023), cashback terbukti mampu meningkatkan loyalitas pelanggan sekaligus mendorong pertumbuhan omzet penjualan. Meski demikian, dalam sudut pandang ekonomi Islam, persoalan cashback tidak hanya dinilai dari sisi keuntungan ekonomis, tetapi juga berkaitan erat dengan prinsip-prinsip dasar syariah, seperti keadilan, keterbukaan informasi (transparansi), serta bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulatif).

Dalam Islam, suatu transaksi keuangan hanya dinyatakan sah apabila dilakukan atas dasar saling ridha (taradhi) dan tidak merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kembali, apakah cashback tergolong hibah (pemberian sukarela), potongan harga tersembunyi, atau bahkan termasuk bentuk bunga terselubung?

Cashback dalam Perspektif Syariah: Boleh, Asal Memenuhi Tiga Prinsip Utama

Cashback tidak secara otomatis dianggap haram. Dalam kajian yang dilakukan oleh Khoerulloh & Hidayah (2023), disebutkan bahwa cashback dapat diperbolehkan dalam transaksi syariah, selama memenuhi tiga kriteria penting berikut ini:

1. Harus Transparan dan Adil

Segala ketentuan terkait promo harus disampaikan secara jelas sejak awal, termasuk besaran cashback, waktu pengkreditannya, bentuk pemberian (apakah tunai, poin, atau saldo), serta masa berlakunya. Apabila informasi tersebut disembunyikan atau tidak dijelaskan secara rinci, maka hal tersebut mengandung gharar, yang dilarang dalam syariat.

2. Bukan Imbalan atas Utang

Cashback tidak boleh diberikan sebagai kompensasi atas penundaan pembayaran atau penggunaan fasilitas utang tertentu. Misalnya, program seperti “gunakan paylater dan dapatkan cashback” berpotensi mengandung unsur riba, karena memberikan manfaat dari transaksi utang.

3. Tidak Mengandung Unsur Perjudian

Apabila cashback diberikan dalam bentuk undian, lotre, atau berdasarkan keberuntungan seperti “cashback acak” atau “kesempatan 1 dari 1000 pengguna” maka hal ini dapat dikategorikan sebagai maysir (judi). Islam melarang transaksi yang mengandung spekulasi berlebihan semacam ini.

Dalam praktiknya, konsep bagi hasil dalam ekonomi Islam dapat menjadi alternatif solusi. Sebagai contoh, platform e-commerce dapat memberikan cashback sebagai bentuk pembagian keuntungan dari margin penjualan, selama disepakati secara transparan antara pihak penyedia dan konsumen.

Bagaimana Hukum Cashback dalam Islam?

Kaedah fikih menyatakan:
Hukum asal dalam muamalah adalah mubah (boleh), kecuali terdapat dalil yang melarangnya.”

Artinya, pemberian cashback pada dasarnya diperbolehkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariah. Bahkan, jika dikelola dengan benar, cashback dapat menjadi bagian dari strategi promosi yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital, memperkuat loyalitas pelanggan, serta mendorong pengembangan UMKM berbasis online.

Namun, apabila cashback dijadikan sebagai kedok untuk menyamarkan praktik riba, atau digunakan sebagai sarana spekulasi yang merugikan, maka praktik tersebut menjadi terlarang menurut syariat Islam. Hal ini juga ditegaskan oleh para ulama dalam berbagai kajian fikih kontemporer.

Ilustrasi Cashback. Sumber: Kledo

Kesimpulan: Cashback Boleh, Selama Tidak Melanggar Prinsip Syariah

Cashback bukanlah hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ekonomi syariah selama pelaksanaannya mengedepankan transparansi, keadilan, dan bebas dari unsur terlarang. Bahkan, ia dapat menjadi sarana untuk mendorong inklusi keuangan, mendukung pertumbuhan transaksi halal di dunia digital, serta menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih sehat dan adil.

Namun, sebagai konsumen Muslim, kita dituntut untuk lebih kritis dan memahami akad yang melandasi setiap promo yang ditawarkan. Jangan hanya tergiur dengan iming-iming potongan harga atau saldo tambahan, tetapi abaikan aspek hukumnya.

Karena dalam Islam, berbelanja bukan sekadar mencari hemat, tetapi juga mencari berkah. Bijak dalam transaksi adalah bentuk kehati-hatian yang mengantarkan pada keselamatan baik secara finansial di dunia, maupun keberkahan di akhirat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image