Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kunci Sukses

Ketika Guru Tak Lagi Digugu Dan Ditiru

Agama | Tuesday, 21 Feb 2023, 21:21 WIB
Oleh Indah Kartika Sari, SP (Pengamat Pendidikan Dan Generasi)

“Guru, kau adalah pelita hidupku”... “Guru, kau adalah pembimbingku”...Puisi ini ungkapan dari para pelajar tentang harapan mereka terhadap para guru. Guru yang diharapkan sebagai pengayom, pembimbing dan pelindung bahkan teladan yang digugu dan ditiru nampaknya tak bisa lagi ditemui para pelajar di era kapitalisme sekarang ini.

Pasalnya, berita mengenai kasus pencabulan atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru pada para pelajar makin marak. Setelah tertangkapnya predator seks Herry Wirawan yang mencabuli 21 santri, kasus serupa seperti tidak ada habisnya.

Itu jugalah yang dilakukan Seorang kepala SMP IM (52) di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu ditangkap polisi karena dua kali menyetubuhi seorang siswi SMP DPS (15) di ruang kerjanya. Korban melancarkan aksinya itu saat sekolah sudah sepi. Pelaku menjemput korban dari sekolahnya. Korban bersekolah di SMP lain.

Pada dasarnya, seorang anak akan terjamin dan terlindungi di bawah asuhan orang tua, guru, dan lingkungan yang tepat. Namun, apa jadinya jika pihak yang melakukan perlindungan tersebut justru menjadi ancaman terbesar bagi mereka? Tentu tidak akan ada lagi tempat paling aman bagi mereka. Ganjilnya, guru yang semestinya menjadi pengayom dan teladan dalam berperilaku malah berbuat asusila kepada anak didik. Kasus seperti ini bukan saja bentuk kriminal atau kejahatan, tetapi telah mencederai profesi guru yang notabene memiliki tugas mulia mendidik generasi.

Mencermati perbuatan asusila guru terhadap para pelajar di Lebong, kita harus melihat kasus ini secara komprehensif. Sebab, hal ini bukan sekadar persoalan hukuman bagi pelaku atau nasib korban yang tanpa masa depan. Setiap kasus asusila yang menimpa pelajar tidak hanya diselesaikan kasus per kasus.

Walaupun pemerintah daerah Bengkulu telah melakukan beragam upaya untuk meminimalisasi dan mencegah tindak asusila terhadap anak. Namun, semuanya belum membuahkan hasil. Terlihat dari semakin bertambahnya kasus setiap waktu. Itu artinya, ada yang salah dalam mencari akar permasalahan sehingga semua upaya yang ada gagal mengatasi kasus-kasus pelecehan seksual guru terhadap anak didik.

Merebaknya kasus asusila terhadap para pelajar sebab utamanya tidak ada jaminan perlindungan terhadap para pelajar. Hal ini disebabkan oleh gagalnya peran negara dalam menerapkan aturan dan sanksi yang tegas terhadap pelaku, masyarakat yang hilang kepeduliannya terhadap berbagai kemungkaran, sekolah beserta perangkatnya yang tereduksi kapabilitasnya juga disfungsi keluarga yang semakin parah.

Jelas sekali bahwa kasus asusila pada anak-anak pelajar adalah buah penerapan sistem sekuler liberal. Sekulerisme telah menyebabkan umat Islam termasuk para pendidik hanya sekedar transfer ilmu namun kering penanaman nilai-nilai ketaatan utuh kepada anak didik. Sekulerisme juga membatasi ajaran Islam hanya terbatas pada ibadah ritual semata. Oleh karena itu, sekulerisme telah mengacaukan tata pergaulan laki-laki dan perempuan di masyarakat. Padahal Islam memiliki solusi untuk menghilangkan berbagai kasus asusila dengan penerapan tata aturan pergaulan dalam bingkai Islam.

Tentu penyelesaian yang utuh hanya dengan menerapkan sistem Islam.

Pertama, aspek preventif, yaitu pencegahan. Islam mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yakni (1) mewajibkan perempuan menutup aurat dengan berhijab syar’i (kewajiban memakai jilbab dan kerudung di ruang publik); (2) kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan; (3) Larangan berkhalwat, tabaruj (berhias di hadapan nonmahram), dan berzina; (4) Islam memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) dalam rangka menjaga kehormatannya; dan (5) Islam memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak.

Kedua, aspek kuratif, yaitu penanganan. Dalam hal ini, penegakan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Dijamin para pelaku asusila terhadap anak akan diminimalisir.

Ketiga, aspek edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Islam mendidik individu agar bertaqwa, mendidik keluarga untuk menjadi pendidik pertama dan utama sementara masyarakat aktif beramar makruf nahi munkar. Dengan solusi sistemik ini, semua celah tindakan asusila terhadap anak akan tertutup.

Keempat, peran negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam hanya akan terlaksana dalam sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffaah.

Demikianlah keutuhan penerapan Islam berhasil menjamin terwujudnya masyarakat yang berbudi luhur, beradab, berakhlak mulia, dan berkepribadian unggul. Selama 13 abad hal tersebut bisa direalisasikan. Lantas kenapa kita masih saja mempertahankan sekulerisme ?

Bahan bacaan :

https://regional.kompas.com/read/2023/02/18/192018578/setubuhi-siswi-smp-di-ruang-kerjanya-kepala-sekolah-di-bengkulu-diciduk

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image