Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image anitaa 85

Keseimbangan Rapuh: Antara Beban Tugas dan Hak Perlindungan Hukum dalam Profesi Keguruan

Pendidikan | 2025-12-21 14:01:19

Awal 2024, seorang guru SD dilaporkan ke pihak kepolisian oleh orang tua siswa setelah menegur anak yang merusak fasilitas kelas. Teguran yang diberikan sebagai bagian dari pembinaan justru dipahami sebagai tindakan yang melampaui batas. Peristiwa ini kembali memunculkan diskusi luas mengenai rapuhnya keseimbangan antara tugas berat seorang guru dan hak perlindungan hukum yang seharusnya mereka terima.

Kasus tersebut menjadi contoh nyata tentang bagaimana guru dapat dikriminalisasi ketika menjalankan fungsi pendidikannya. Padahal, dalam praktik profesional, guru memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan kepribadian peserta didik. Dilihat dari kasus ini melalui pendekatan humanisme, tindakan guru menegur siswa sebenarnya merupakan bentuk kepedulian agar anak memahami tanggung jawab moral atas perilakunya. Pendekatan humanistik menekankan bahwa setiap peserta didik memiliki potensi untuk berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab, dan teguran yang proporsional merupakan bagian dari proses pembentukan karakter tersebut.

Guru yang bekerja berdasarkan nilai humanisme tidak bertujuan menghukum siswa, melainkan menuntun peserta didik agar mampu menilai baik dan buruk, memahami dampak perbuatannya, serta menghargai lingkungan belajar. Namun, kenyataannya pendekatan ini sering kali tidak dipahami secara menyeluruh oleh sebagian orang tua yang lebih fokus pada kenyamanan anak daripada pada proses pembinaan karakter. Ketidaksinkronan pemahaman inilah yang sering memicu konflik antara guru dan orang tua.

Selain itu, beban tugas guru semakin hari semakin kompleks. Selain mengajar, mereka harus menyelesaikan administrasi pembelajaran, melakukan penilaian autentik, mengelola kelas, hingga menjadi pembimbing moral bagi peserta didik. Ironisnya, tugas sebesar itu tidak diimbangi dengan perlindungan hukum yang memadai. Banyak guru bekerja dalam ketakutan, tidak berani menegur siswa karena khawatir berurusan dengan laporan hukum akibat ketidaksamaan pemahaman. Minimnya pendampingan dari sekolah atau dinas pendidikan ketika kasus seperti ini muncul menambah tekanan psikologis bagi guru.

Melihat fenomena ini, jelas bahwa fungsi pendidikan tidak akan berjalan optimal jika guru terus berada dalam kondisi rentan. Pendekatan humanisme membutuhkan ruang aman agar guru dapat menjalankan perannya tanpa rasa takut, karena pendidikan karakter tidak mungkin berhasil bila guru dibatasi oleh kekhawatiran akan konsekuensi hukum yang tidak proporsional.

Kasus kriminalisasi guru yang tengah menjalankan tugasnya menunjukkan rapuhnya keseimbangan antara beban tugas dan hak perlindungan hukum. Melalui pendekatan humanisme, terlihat bahwa teguran guru merupakan bagian penting dari proses pembentukan karakter siswa, bukan tindakan yang layak diproses secara hukum. Karena itu, sekolah, pemerintah, dan masyarakat perlu memperkuat sistem perlindungan hukum bagi guru serta membangun komunikasi yang lebih sehat antara orang tua dan pihak sekolah. Pemahaman ini penting agar proses pendidikan tidak hanya menghasilkan siswa yang cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kepekaan sosial, kemampuan beradaptasi. Pendidikan hanya dapat berlangsung dengan baik apabila guru merasa aman, dihargai, dan dilindungi.

Pendidikan bukan hanya tentang menguasai materi, tetapi juga tentang membangun karakter dan bisa menghargai perbedaan untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. Setiap individu yang berada dilingkungan Pendidikan memiliki tanggung jawab untuk membangun suasana dengan penuh kenyamanan dan nilai kemanusiaan. Jika guru saja tidak dapat memberikan teguran dengan tenang, lalu bagaimana mungkin kita berharap tercipta generasi yang berkarakter?

Oleh : Anita Rahma Sakinah Siregar Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pamulang

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image