Fungsi Guru Sebagai Pengasuh dan Pembina
Agama | 2023-02-20 11:13:42Istilah pengasuhan dan pembinaan sering kali kita jumpai di lembaga pendidikan pesantren. Biasanya guru yang mukim di pondok pesantren, yang membersamai dan mengajarkan ilmu agama bagi para santrinya, disebut sebagai ustadz/ustadzah pengasuh atau pembina. Namun sebenarnya, fungsi pengasuhan dan pembinaan ini bukan hanya milik para ustadz atau ustadzah pondok pesantren saja, akan tetapi harus dimiliki juga oleh para guru di mana pun ia mengabdi dan berjuang, terlebih lagi orang tua selaku penanggung jawab hakiki pengasuhan dan pembinaan anaknya.
Obrolan ringan bersama ustadz Dr. Yusep Rafiqi, S.Ag., MM., Pimpinan Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan di Fakultas Agama Islam Universitas Siliwangi, saat hendak memimpin rapat evaluasi semesteran. Ketika ditanya mengenai perbedaan antara pengasuhan dan pembinaan, beliau menjawab bahwa pengasuhan adalah proses penanaman nilai. Misalnya, pengasuhan santri: penanaman nilai-nilai santri; pengasuhan organisasi: penanaman nilai-nilai organisasi; pengasuhan nilai keislaman; pengasuhan tata krama (antarsantri, santri ke guru dan karyawan, santri ke pimpinan, santri ke masyarakat, dan seterusnya).
Sementara pembinaan adalah upaya memelihara, menumbuhkan, mengembangkan, menyempurnakan, dan membawa suatu keadaan ke keadaan yang lebih baik. Misalnya, pembinaan kedisiplinan: dari yang kurang disiplin ke yang lebih disiplin; pembinaan loyalitas: dari yang tidak loyal ke yang lebih loyal.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengasuhan dan pembinaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam proses pembentukan karakter peserta didik. Di dalam pengasuhan ada pembinaan, begitupun juga di dalam pembinaan ada pengasuhan. Di dalam pengasuhan ada nasihat dan wejangan, sedangkan di dalam pembinaan ada konsekuensi sanksi yang diiringi nasihat. Inilah yang harus dipahami dan disadari oleh para pendidik dan orang tua, bahwa pengasuhan harus lebih didahulukan daripada pembinaan. Artinya, jangan mudah melabeli anak dengan sebutan anak nakal atau men-judge mereka negatif, tanpa kita tahu alasan mereka berbuat demikian. Bisa jadi, “kenakalan” mereka itu disebabkan oleh belum dapatnya pengasuhan dari orang tua, guru, orang terdekat, atau siapapun itu.
Kemudian, bagaimanakah pola pengasuhan dan pembinaan yang sesuai untuk generasi milenial saat ini? Di samping kita sudah tahu pernyataan sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib: “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka, bukan di zamanmu”, kita juga tahu bahwa generasi ini disebut juga generasi stroberi atas dasar kehebatan mereka yang menempel pada kelembekan mental dan fisiknya. Inilah yang memotivasi guru dan orang tua untuk senantiasa meningkatkan kualitas ilmu dan wawasan dalam berbagai hal agar bisa membandingi sifat keingintahuan mereka.
Di Pesantren At-Tajdid sendiri, untuk pola pengasuhan dan pembinaan santri, dirancang sedemikian rupa agar bisa diterima oleh generasi saat ini. Buku Kajian Santri sebanyak tiga jilid, yang ditulis oleh salah satu alumni, menjadi salah satu rujukan materi pengasuhan. Buku ini bahkan dilengkapi dengan buku guru untuk mempermudah teknis mengajarkan materi kajian. Kemudian, dalam hal pembinaan, pesantren At-Tajdid menggunakan sistem pembiasaan positif islami yang mengatur kewajiban santri, larangan, dan konsekuensi logis untuk sebuah pelanggaran yang dilakukan.
Selain itu, konsep peace science trend yang berbasis life skills boarding school menjadi sebuah inovasi dalam pola pengasuhan dan pembinaan. Peace (pendidikan keimanan, amal ubudiyah, akhlak, pendidikan al-Quran) dan science (iptek, jasmani dan kesehatan, pendidikan wirausaha dan keterampilan) disampaikan dengan trend-nya anak milenial. Sehingga, dalam penerapannya, pendidik tidak akan bertindak banyak mengekang atau membatasi (represif) dan tidak pula banyak membebaskan atau membiarkan, akan tetapi bertindak proporsional fleksibel dengan mengutamakan keteladanan, penyesuaian adat kebiasaan, pemberian nasihat, memberi perhatian, dan memberi hukuman yang mendidik.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”, begitulah sabda Nabi Muhammad yang sangat kita cintai. Untaian kata-kata itu menggambarkan salah satu fungsi nabi sebagai pengasuh dan pembina umatnya. Lalu, fungsi ini diwariskan kepada para ulama, termasuk di dalamnya adalah guru. Oleh karena itu, tujuan adanya pengasuhan dan pembinaan selaras dengan tujuan pendidikan islam, yaitu membentuk insan kamil atau manusia sempurna yang diarahkan kepada dua dimensi: dialektika horizontal terhadap sesama manusia dan dimensi ketundukan vertikal terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.
Akhir kata, apabila kebajikan yang biasa dilakukan oleh seorang guru dapat menginspirasi orang lain, sehingga mampu mengubah kondisi kemunduran menjadi kemajuan, dari lemah menjadi berdaya, maka berarti guru tersebut sudah berdakwah dengan perbuatan yang mulia. Dakwah bil-amal inilah yang dinilai lebih efektif dalam pengasuhan dan pembinaan peserta didik dibanding dakwah bil-lisan. Dakwah bil-amal mengandung teladan perbuatan, sedangkan dakwah bil-lisan biasanya nihil akan aktivitas.
Bagi para guru dan orang tua, teruslah semangat dalam belajar meskipun sudah dikatakan sebagai orang terpelajar. Visi umat islam menjadi rahmat bagi semesta alam akan terwujud dengan pengasuhan dan pembinaan nabi yang dilanjutkan oleh para pewarisnya yang hebat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.