Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image asti novi

Bahlil Patahkan Logika Sesat Rocky Gerung Soal Investasi dan Lapangan Kerja

Politik | Monday, 20 Feb 2023, 05:49 WIB
Foto: https://umsb.ac.id/

Rocky Gerung adalah penabuh omongan yang bombastis, yang diringkus di dalam retorika yang ‘seolah’ objektif dan akademis, tapi sebetulnya miskin data dan ‘menyesatkan’. Hal ini lantaran seluruh ucapan dia sudah ‘terkondisikan’ oleh pikiran negatif terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga pernyataannya kehilangan objektifitas. Narasi yang dibangun di dalam retorikanya dibayangi oleh semangat pengkritik yang argumen-argumennya tidak berpijak pada data yang kuat, melainkan lebih banyak didukung oleh imajinasinya.

Selain itu, semangat Rocky Gerung – yang terlihat dalam retorikanya – selalu mengarahkan pada emosi negatif bagi pendengarnya. Sebab itu, benar saja apabila dikatakan bahwa narasi Rocky Gerung tidak akan jauh-jauh dari semangat ‘menghasut’. Narasi penghasutan itu menemukan pemantik dengan data-data parsial sebagai pendukungnya. Itulah yang kita juga temukan pada pernyataannya di panggung acara HUT TV One yang ke-15.

Di acara itu, Rocky Gerung melontarkan kritik terhadap kondisi Indonesia saat ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kebijakan pemerintah tentang ekonomi. Dia mengutip Jokowi yang pada bulan Januari lalu mengucapkan syukur bahwa Indonesia tidak masuk dalam resesi seks (hasrat bercinta). Diperkuat dengan data 2022, bahwa ada 2 juta perkawinan dan 4 setengah juta kehamilan. Bagi Jokowi, itu adalah bonus demografi.

Tapi Rocky Gerung menganggap ‘bonus demografi’ itu menjadi tidak penting. Penyebabnya, ada informasi bahwa terjadi 1 juta PHK. Kesimpulan Rocky, 2 juta perkawinan dan 4 setengah juta kehamilan apabila dikomparasikan dengan data 1 juta PHK, maka itu hanya akan mengarah pada kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Pada titik ini, seolah-olah penarikan kesimpulannya benar. Tapi orang yang memahami data, tidak akan mudah terjerumus dengan retorika ini. Sebab apa yang disampaikan oleh Rocky Gerung lewat dua data ini mencerminkan simplifikasi ala Rocky Gerung. Penyederhanaan yang terlalu terburu-buru untuk menarik ‘kemarahan’ pendengar. Di sinilah kelihatan narasi hasutan yang dibungkus oleh permain data dan argumen.

Agenda Busuk di Balik Kritik Rocky Gerung Dibongkar Bahlil Lahadalia

Tapi tidak butuh waktu lama, sebab Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang hadir pada saat itu turut memperoleh kesempatan untuk berkomentar. Bahlil hanya bicara tidak kurang dari lima menit. Namun pernyataannya berkelas dan mencerahkan. Ia mampu membuka mata dan pikiran kita untuk melihat persoalan secara jernih melalui data. Termasuk ia mengoreksi pernyataan Rocky Gerung yang menggunakan data secara parsial.

Poin yang disampaikan oleh Bahlil Lahadalia atas Rocky Gerung di antaranya, pertama, Rocky terlalu banyak bermain dengan imajinasi yang berlebihan. Disebut demikian sebab narasi yang dibangun Rocky terkesan sepotong-potong di dalam melihat kebijakan pemerintah. Sorotannya pada masalah PHK, tapi ia tidak menyoroti yang lain yang ada kaitannya dengan upaya pemerintah di dalam menghadirkan solusi untuk PHK itu. Di sinilah parsialitas sorotannya terlihat.

Demi menjernihkan persoalan, Bahlil membeberkan fakta secara lebih lengkap terkait kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, terutama solusi pembukaan lapangan kerja. Pada 2021, itu masa Covid parah, realisasi investasi itu mencapai Rp 900 triliun. Lalu pada 2022, Jokowi menargetkan investasi 1.200 triliun sebagai salah satu syarat untuk mendorong ekonomi Indonesia naik atau di atas 5,3 persen. Dari target itu, terealisasi 1.207 triliun. Dengan realisasi investasi sebesar itu, pemerintah berhasil membuka lapangan pekerjaan sebesar 1.300. Itu di luar hulu migas dan sektor keuangan. Lalu dari UMKM, ada penambahan sekitar sebesar 312 dengan lapangan kerja 6 juta.

Rocky Gerung Dungu atau Memang Penghasut?

Pembeberan fakta-fakta ini dengan sendirinya menunjukkan dua hal. Pertama, kritik Rocky Gerung yang tidak relevan, bahkan menyesatkan, boleh jadi muncul karena dangkalnya pengetahuannya. Ia mengutip data-data terjadinya PHK di satu sisi, dan di sisi lain dia tidak tahu bahwa ada fakta-fakta lapangan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga dengan mudahnya, ia mencari pembanding lain yakni angka perkawinan dan kehamilan yang diangkatnya. Jelas itu tidak ‘fair’, tidak relevan, dan tidak ‘apple to apple’. Singkatnya, pernyataan Bahlil yang jernih dan objektif dengan sendirinya menunjukkan bahwa Rocky Gerung ‘sok tahu’.

Kedua, Rocky boleh jadi tahu bahwa pemerintah membuka lapangan pekerjaan seperti disebutkan di atas. Tapi ia sadar bahwa menyandingkan fakta PHK dan solusi lapangan pekerjaan dari pemerintah justru bisa ‘merusak’ atau ‘mengacaukan’ agenda kritikannya. Sehingga ia memilih menyandingkan PHK dengan angka pernikahan dan kehamilan dan menyembunyikan fakta lapangan pekerjaan. Sebab hanya dengan cara menyembunyikan angka lapangan pekerjaan itu maka agenda kritiknya jadi lebih punya daya tonjok. Jika demikian, beruntung ada Bahlil malam itu yang akhirnya membongkar motif politik di balik kritik itu. Bahlil berhasil menelanjangi sisi terang benderang dari Rocky Gerung bahwa ia memang sosok tukang hasut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image