Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayipudin

Satu Abad NU: Merawat Tradisi, Membangun Peradaban

Agama | Wednesday, 08 Feb 2023, 10:36 WIB

Islam di Indonesia dikenal sebagai negara muslim yang menampilkan wajah Islam damai, demokratis, dan berkeadaban. Hal tersebut tidak terlepas dari peran organisasi masa Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU). Dalam perhitungan kalender hijriyah NU telah memasuki usia satu abad dan tidak banyak organisasi sosial keagaamaan di Indonesia yang sanggup bertahan di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang membuana seperti kita saksikan hari ini.

dok. republika.co.id

Nahdlatul Ulama bukan saja mampu adaptif dengan perubahan zaman, tapi juga bisa berkembang dan bertumbuh. Generasi muslim yang lahir dalam kultur Islam tradisionalis ini bahkan di belakang hari banyak memproduksi elit muslim di berbagai lembaga pemerintahan serta civil society.

Dalam peringatan satu abad NU pertanyaan yang kemudian sering mengemuka adalah apa yang menjadikan NU bisa bertahan satu abad lamannya dengan jumlah jamaahnya yang terus membesar hingga bisa mewarnai mozaik peradaban Islam di Indonesia? Dan apa yang akan dilakukan NU agar tetap bisa menjaga relevansinya di tengah Islam dan umat Islam?untuk menjawab pertanyaan tersebut, kiranya harus dilihat dalam dua aspek. Pertama, NU sebagai gerakan pemikiran dan sosial keagamaann. Kedua, upaya NU dalam adaptasi dengan perubahan .

Membaca Metodologi berpikir NU

Nahdlatul Ulama dalam perspektif idealogi keagamaannya dilandasi ajaran ahlusunnah wal jamaah. berpegang pada tauhid yang diajarkan oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Sedangkan dalam ibadah dan muamalah berpegang pada empat Madzab, yaitu: Maliki, Hambali, Hanafi dan Syafei. Dilihat dari sejarah lahirnya NU merupakan perwujudan nilai-nilai Islam yang telah berakulturasi dengan budaya lokal. Hal ini bisa terjadi karena beberapa sebab, yaitu adanya relasi yang kuat antara Islam dan budaya serta kecintaan pada tradisi dan tanah air.

Ciri dari sebuah organisasi selalu memiliki prinsip dan mekanisme yang selalu melekat di dalamnya baik berupa budaya, sistem, hingga menjadi sebuah identitas diri. Jika dilihat karakter yang melekat pada NU dari dulu sampai hari ini yang tidak berubah adalah karakter tawasuth (moderat) tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang) dan berkeadilan. NU mempunyai prinsip dasar al-muhafadhoh alal qadimish sholeh wal ahdu bil jadidil ashlah artinya NU senantiasa memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik. Kesetiaan NU dalam merawat tradisi ini tentunya melahirkan budaya komunal yang sangat mudah sekali diterima oleh masyarakat. Budaya tahlilan, kenduri, sedekah bumi, ruwatan dan banyak lagi yang merepresentasikan NU kultural yang dijalankan oleh sebagian besar warga NU. Karakteristik ritual tersebut menjadi roh NU karena ajarannya dapat diselaraskan dengan konteks atau kondisi sosial masyarakat sehingga terjadi akulturasi dengan budaya dan kondisi sosial politik masyarakat setempat.

Temuan Alvara Research Center dari tanggal 21 Agustus hingga 31 Agustus di tahun 2019 yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia menempatkan NU dan Muhammadiyah ormas paling melekat di kalangan umat Islam. NU 97.5% sedangan Muhammadiyah 94.8%, Bahkan dalam temuan survey tersebut NU paling dikenal di semua generasi baik dari mulai gen Z hingga older gen X. Dengan demikan tak heran jika NU berhasil mempertahankan keberadaannya sampai satu abad lamannya bahkan bisa mewarnai khazanah peradaban Islam di Indonesia sampai hari ini.

Adaptasi dan Transformasi NU

Mengapa NU mam­pu bertahan melintasi zaman dan tetap dinamis dengan khi­tahnya sebagai sebuah gerakan? Bila kita membaca kembali sejarah NU, maka dengan mudah akan kita temukan bagaimanaa kyai-kyai NU selalu memiliki cara-cara kreatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan agama, bangsa, dan negara. Di usia satu abad terdapat keputusan-keputusan strategis yang dilakukan oleh NU yang berdapak luas mempengaruhu konstelasi di luar NU baik dalam sekala nasional maupun internasional. Antara lain tentang, piagam Jakarta, resolusi jihad, menjadi partai politik, kembali ke khitah, perlawanan terhadap Orba hingga perdamaian dunia.

NU harus melakukan transformasi yang lebih mendasar dalam menyongsong abad keduannya. membuat lompatan penting untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan mozik peradaban Islam yang relevan dan kekinian tanpa meninggalkan identitas kesantriannya. Lantas, transformasi apa saja yang harus dilaukan oleh NU agar tetap relevan?

Pertama, NU sebagai manifestasi ajaran Ahlusunnah wal jamaah sejatinya bukan saja merawat tradisi masa lalu dengan wajah Islam yang menyejukkan, melindungi, moderat, adaptif dengan budaya lokal, memengedepankan dialog tetapi juga mampu menyelaraskan nash syar’i dengan realitas, bukan hanya ritual melainkan tetap sesuai dengan basis pengetahuan dan khazanah budaya sehingga terwujudnya peradaban Islam.

Kedua, Transfrormasi pesantren, sebagai basis pendidikan tertua transformasi pesantren mutlak harus dilakukan. Sistem pendidikan dari yang bersifat dikotomik-par­sial menuju sistem pendidikan holistik intergatif. Oleh karena itu, gerak­an pemikiran dan per­adab­an berbasis pesantren harus mampu membangun budaya literasi, gerakan ide, pengem­bangan ilmu, riset, dan pen­di­dik­an tanpa mendikotomikan antara ilmu kepesantrenan dengan ilmu umum.

Ketiga, NU diharapkan terus berontribusi dalam berbagai aspek baik kepada negara (islahil wathan), dunia (islahil alam) dan umat (islahil ummah). Dan apabila NU mampu me­ng­isi ruang kebinekaan, pemikiran, dan aksi-aksi peradaban Indonesi yang Islami maka, pemaknaan NKRI se­ba­gai dar al-ahdi wa as-syahadah mengharuskan NU secara proaktif akan menumbuhkan per­adab­an bangsa dalam membangun kedaulatan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.

Kesimpulan

Akhirnya dalam pencapaian satu abad NU tidak bisa lepas dari sejarah di masa lalu, dan sejarah telah membuktikan bahwa NU adalah organisasi yang mampu adaptif terhadap berbagai dinamika. Ikhtiar yang dilakukan K.H. Yahya Cholil Staquf dalam menginisiasi Forum Religion of Twenty (R20) serta NU juga telah menggelar forum khusus untuk ulama internasional yang membahas isu-isu terkini umat Islam yang disebut dengan Fiqih Peradaban perlu diapresiasi dalam berperan aktif di kancah internasional. Dengan demikian kehadiran NU buakan semata berkhidmat melayani warga nahdliyin melainkan juga memberikan warna dan mozaik peradaban Islam di Indonesia dan dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image