Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Persoalan Palestina: War of Civilization

Agama | Tuesday, 05 Dec 2023, 13:11 WIB

Persoalan Palestina: War of Civilization

oleh: Ibu Lanaga

“Saya tidak akan memberikan satu inci pun tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi karena Palestina bukan milik saya, tetapi ini adalah milik umat dan umat telah menumpahkan darah untuk mempertahankan tanah ini. Tetapi jika suatu hari negara Islam runtuh maka Anda dapat memiliki Palestina secara gratis. tapi selama aku masih hidup, aku lebih suka dagingku dipotong-potong, daripada menghilangkan Palestina dari tanah Muslim. Aku tidak akan membiarkan ada pengeratan apa pun selama kita masih hidup!!!!!”

Demikianlah pernyataan keras Sang Perisai Umat, Sultan Abdul Hamid II ketika menolak tawaran licik Theodore Herlz saat meminta tanah Palestina untuk diberikan kepada Yahudi. Namun, lihatlah apa yang saat ini terjadi setelah Khilafah benar-benar runtuh. Tanah Palestina semakin dicaplok. Warganya terus diserang hingga kini, setelah gencatan senjata dihentikan.pada Jum’at, 1 Desember 2023.

republika.co.id

Ironisnya, pendudukan Palestina yang berlangsung puluhan tahun ini terjadi di tengah lebih dari dua milyar umat Islam yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Akankah Palestina bernasib sama seperti halnya Andalusia (Spanyol), Yugoslavia, dan negeri-negeri muslim lainnya yang hilang dari ingatan bahwa semua negeri ini adalah negeri muslim?

Persoalan Palestina: Clash of Civilization

Sesungguhnya, masalah yang terjadi di Palestina adalah sebuah benturan peradaban, Clash of Civilization, antara peradaban Barat dengan peradaban Islam. Betul bahwa terjadi serangan Hamas 7 Oktober 2023 lalu, namun itu bukan awal perang. Persoalan Palestina memiliki akar sejarah panjang.

Palestina (sebagai bagian dari negeri Syam) adalah negeri yang diberkahi yang di dalamnya terdapat kiblat pertama umat Islam (al-Aqsho) dan bagian dari peristiwa besar Isro mi’raj. Palestina pertama kali dibebaskan dari kebengisan kekuasaan Romawi oleh pasukan jihad kaum muslimin pada era Khalifah Umar bin Khattab RA. Di kala itulah pemimpin Islam tersebut perjanjian Umariyah yang menjamin keamanan atas diri dan harta serta kebebasan beribadah bagi penduduk yang beragama Nasrani. Sementara kaum Yahudi dilarang untuk tinggal di Yerussalem. Perdamaian dan kesejahteraan ini terus berlanjut sepanjang Kekhilafahan Islam memerintah wilayah ini. Akan tetapi, di akhir abad ke-11 M, kekuatan ’penakluk’ lain dari Eropa merampas tanah beradab Palestina dengan tindakan biadab. Para agresor ini adalah Tentara Salib. Shalahudin al-Ayyubi merebut kembali Baitul Maqdis setelah 88 tahun lamanya dikuasai oleh tentara Salib.

Dengan pembebasan yang dilakukan oleh pasukan Umar, maka Palestina merupakan tanah Kharajiyah. Sehingga dengan statusnya ini,Palestina harus dilindungi dengan segenap kemampuan kaum muslimin seluruh dunia, bukan hanya oleh bangsa Palestina saja.

Demikianlah, Palestina tidak terlepas dari ajaran Islam dan dari sejarah Khilafah, sehingga problem Palestina adalah problem agama bagi Umat Islam. Tidak bisa dikatakan bahwa tidak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina, cukup dengan kemanusiaan. Bagi kaum muslimin, tentu sikap atas apa Palestina harus dilandaskan pada agama,bukan pada konsepsi HAM yang penuh dengan standar ganda.

Status tanah Kharajiyah ini pula yang menjadikan Khalifah Abdul Hamid II menolak tawaran Theodore Herlz yang menginginkan Palestina untuk menjadi negara bagi Yahudi yang mendapatkan pengusiran di berbagai tempat. Penolakan Sultan tidak membuat Yahudi mundur dari impiannya. Perang Dunia I (1914-1918) menyeret Utsmani pada wilayah yang kalah yang berimplikasi pada pelepasan wilyah-wilayah Utsmani. Tanah Palestina pun jatuh pada Inggris. Di tengah Perang Dunia I, Pada 2 November 1917, melalui lobi bankir Yahudi, Walter Rothschild, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour mengumumkan dukungan Inggris atas pembentukan negara Yahudi di Palestina. Deklarasi Balfour juga makin mendorong imigrasi masif etnis Yahudi ke Palestina.

Pada 29 November 1947 PBB kemudian mengeluarkan Resolusi 181 (II) yang membagi Palestina menjadi dua negara. Warga Arab yang menilai resolusi PBB tak adil kerap melakukan aksi protes. Saat terjadi perang Arab-Israel, dilakukan pembersihan etnis berupa pengusiran sekitar 800 ribu warga Arab Palestina. Peristiwa ini dikenal dengan nama Nakba alias "malapetaka" di Palestina.

Demikianlah, malapetaka terus berlangsung di Palestina. Umat Islam di sana dituduh melakukan tindakan teror, padahal umat Islam di sana yang menjadi objek teror bahkan teror ini dilakukan oleh negara Zionis yang didukung oleh adidaya Amerika Hingga kini., apa yang terjadi di sana adalah pencaplokan tanah Palestina yang upayanya dimulai sejak Khilafah masih ada. Akan tetapi, kekuatan Khilafah mampu menggagalkan impian pendirian negara Yahudi. Berbeda dengan setelah Khilafah diruntuhkan, Palestina senantiasa dalam cekaman. Inilah akar masalah Palestina.

Solusi Tuntas Persoalan Palestina

Dengan melihat akar masalah ini, tentu kita akan tepat menilai solusi-solusi yang ditawarkan sekaligus mampu memberikan solusi yang benar. One State Solution (Solusi Satu Negara) atau solusi binasional adalah solusi yang menganjurkan pendirian satu negara baik untuk warga Palestina maupun Israel, dimana ada jatah pergantian kepemimpinan, dari kalangan Palestina dan Israel. Bahkan sudah ada nama yang disiapkan, yakni Isratina (dari kata Israel-Palestina). Sementara two states solution adalah solusi yang diserukan untuk dibuatnya dua negara untuk dua warga. Dengan solusi ini, negara Palestina berdampingan dengan negara Israel. Tentu kedua tawaran solusi yang bertentangan dengan Islam.

Dengan melihat akar masalah ini pula, maka kita tidak akan menaruh harap pada PBB untuk menyelesaikan persoalan Palestina. Puluhan resolusi PBB dikeluarkan tidak kunjung selesaikan persoalan. Betul, bagaimana mungkin menaruh harap pada PBB? Karena PBB lah bidan lahirnya Israel. Lalu, bagaimana mungkin dia akan membunuh kepentingan Israel?

Demikianlah, persoalan Palestina adalah persoalan tanah yang dirampas dan persoalan yang berkaitan dengan upaya Barat merobohkan Khilafah Islam. Di sinilah letak bahwa persoalan Palestina adalah clash of Civilization, benturan peradaban. Dan, patut dipahami bahwa persoalan Palestina tidak lebih merupakan usaha Barat untuk memalingkan umat dari pentingnya kesatuan umat dalam sebuah institusi politik Adidaya yang akan menyelamatkan dunia. Barat menggunakan “sentimen” umat atas bumi isra mi’raj dan bumi kiblat pertama ini agar Umat terus memberi perhatian dan solidaritas terhadapnya namun dengan mengaburkan arah solusi. Maka, Barat tidak akan mempersoalkan seruan basa-basi para penguasa muslim, juga tidak akan peduli dengan seruan gerakan pemboikotan produk Israel/AS, dan Barat pun akan memberi sedikit rasa lega dengan dibukanya ruang untuk bantuan kemanusiaan bagi Palestina. Barat akan membiarkan semua hal dilakukan umat kecuali satu hal: solusi hakiki pembebasan Palestina dengan hadirnya kekuatan politik umat yang akan menyerukan jihad di bumi Palestina, yang akan membebaskan seluruh negeri muslim dari kungkungan sistem Zalim kapitalisme dan yang akan menyatukan kembali negeri-negeri itu setelah dipisahkan oleh batas-batas semu nation state.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image